Berkedok Aplikasi Investasi, PT ADS Raup Rp28 Miliar Hasil Tipu Ribuan Nasabah

Kasus investasi bodong di Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), berujung pada penangkapan Muhammad Badrun alias Adun yang merupakan Direktur Umum PT Asia Dinasti Sejahtera (ADS).

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 04 Jun 2021, 04:00 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2021, 04:00 WIB
Polda NTT menangkap Direktur Umum PT. Asia Dinasti Sejahtera (ADS) terkait investasi bodong. (Dok. Polda NTT)
Polda NTT menangkap Direktur Umum PT. Asia Dinasti Sejahtera (ADS) terkait investasi bodong. (Dok. Polda NTT)

Liputan6.com, Sikka - Kasus investasi bodong di Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), berujung pada penangkapan MB alias Adun yang merupakan Direktur Umum PT Asia Dinasti Sejahtera (ADS).

Kabidhumas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna, kepada Liputan6.com, mengatakan jajaran Ditreskrimsus Polda NTT berhasil melengkapi berkas (P21) Kasus Tindak Pidana Pengumpulan Dana Tanpa Izin Bank Indonesia atau OJK yang dilakukan oleh PT Asia Dinasti Sejahtera dengan tersangka Direktur Umum Muhammad Badrun alias Adun.

"Kasus bermula dari penyelidikan yang dilakukan jajaran Ditreskrimsus Polda NTT pada bulan Mei tahun 2020. Didapatkan informasi tentang adanya kegiatan pengumpulan dana dari masyarakat yang dilakukan secara ilegal atau tanpa izin dari pihak yang berwenang dalam hal ini Bank Indonesia (BI) ataupun dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ungkapnya, Rabu (2/5/2021).

Dia mengatakan, dari hasil pemeriksaan tersebut maka pada tanggal 5 Februari 2021, kasus ini statusnya naik dari Lidik ke Sidik dan penyidik menetapkan satu orang tersangka MB alias Adun.

"Kasus tersebut telah dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Tinggi NTT dengan nomor B-1128/N.3.4/Eku.1/05/2021 tanggal 18 Mei 2021," sebutnya.

Lebih lanjut, Krisna mengatakan, dalam waktu dekat akan dilaksanakan tahap 2 yakni pengiriman tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh Penyidik.

 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Modus Tersangka

Kantor PT. ADS di Jalan Soekarno, Kota Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto Istimewah)
Kantor PT. ADS di Jalan Soekarno, Kota Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto Istimewah)

Modus operandi yang digunakan tersangka mendirikan perusahaan PT Asia Dinasti Sejahtera dengan membentuk struktur organisasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

"Sejak tanggal 10 Februari 2019 sampai dengan sekitar bulan April tersangka menggunakan aplikasi menyosialisasikan ke masyarakat untuk mengikuti program yang disampaikannya dengan menyerahkan sejumlah uang antara 5 juta hingga 500 juta," bebernya.

Ia menawarkan produk paket digital berupa paket Silver, Gold, Platinum, Executive, Deluxe, dan Super Deluxe yang akan mendapatkan profit dari simpanan dalam jangka waktu tertentu sesuai paket atau produk yang dibeli.

Kegiatan tersangka ini berjalan hingga tanggal 23 Juli 2020. Sejak mulai beroperasi dari 10 Februari 2019, jumlah orang yang telah menjadi nasabah atau pembeli paket sebanyak 1.800 orang, sekaligus telah melakukan penyetoran uang kepada PT Dinasti Asia Sejahtera melalui rekening BNI Taplus Bisnis atas nama PT Asia Dinasti Sejahtera.

"Total uang nasabah yang sudah berhasil dihimpun oleh tersangka Muhammad Badrun alias Adun sebesar Rp28 miliar," sebutnya.

Polisi berhasil menyita barang bukti berupa satu buku Salinan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT Asia Dinasti Sejahtera, yang dikeluarkan oleh notaris satu lembar Struktur Orgsnisasi PT Asia Dinasti Sejahtera, satu lembar Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) PT Asia Dinasti Sejahtera dengan nomor: DPMPTSP.570/31/PK/IV/2020, satu lembar Tanda Daftar Perusahaan perseroan terbatas PT Asia Dinasti Sejahtera dengan nomor: DPMPTSP/570/187/IV/2020, uang tunai sebesar Rp1 miliar.

Sementara aset tidak bergerak berupa tanah dan bangunan, dengan nilai taksiran kurang lebih Rp17 miliar, serta 22 barang bukti lainnya sebagai pendukung dalam pembuktian kasus tersebut.

"Terhadap tersangka dikenakan Pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998," dia menjelaskan.

Tersangka diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp20 miliar

"Berkaitan dengan kasus tersebut Kapolda NTT Irjen Pol Drs Lotharia latif, S.H, M.Hum menyampaikan bahwa kasus ini perlu diatensi dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati memilih kegiatan investasi, jangan mudah percaya karena tujuan dari pelaku tindak pidana adalah memberikan janji muluk dan masyarakat yang akan menjadi korban," Kombes Pol Rishian Krisna menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya