Cerita di Balik Beroperasinya Tol Listrik di Flores

Tol listrik sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi beroperasi.

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 08 Agu 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2021, 08:00 WIB
Tol listrik Flores sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) miik PT PLN. (Foto Istimewah)
Tol listrik Flores sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) miik PT PLN. (Foto Istimewah)

Liputan6.com, Flores - Tol listrik sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi beroperasi.

Hal ini disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Penyambungan listrik ini membentang dari Labuan Bajo hingga Maumere dengan menelan biaya sebesar Rp1,1 triliun. Penyambungan tol listrik ini rampung dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada Jumat (30 Juli 2021) lalu," katanya.

Kehadiran tol listrik merupakan bentuk komitmen pemerintah, dalam hal ini PLN, dalam memperkuat keandalan listrik dan peningkatan rasio elektrifikasi di Wilayah Indonesia Timur.

"Kami secara serius meningkatkan kualitas mutu listrik di Indonesia Timur. Semoga adanya infrastruktur listrik ini bisa menarik minat investor untuk memperbaiki perekonomian wilayah setempat," ucap dia.

Sementara itu, Direktur Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara PLN, Syamsul Huda menyampaikan kondisi sistem kelistrikan Pulau Flores saat ini memiliki daya mampu sebesar 104,1 Megawatt (MW), dengan beban puncak untuk melayani pelanggan total sebesar 71,6 MW.

Dari total 104,1 MW pembangkit di Flores, terpisah dalam 2 Sistem, yaitu Sistem Flores Bagian Barat dan Sistem Flores Bagian Timur. Pada Sistem Flores Bagian Barat kapasitas total pembangkit 40,7 MW, antara lain PLTMG Rangko 23 MW dan PLTD Golobilas 3,4 MW di Labuan Bajo, PLTP Ulumbu 10 MW, PLTD Faobata Bajawa 2,2 MW di Kabupaten Manggarai serta pembangkit lainnya.

“Untuk sistem Flores Timur memiliki kapasitas total 63,4MW, dengan pembangkit antara lain: PLTMH Ndungga 2 MW, PLTS Wewaria 1 MW, PLTD Mautapaga 3 MW, PLTU Ropa 14 MW di Ende, dan PLTS Waeblerer 1 MW, PLTD Wolomarang 3 MW dan PLTMG Maumere 40 MW di Kabupaten Sikka,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan sebelumnya, sistem Flores Barat cadangannya terbatas, sehingga mudah defisit jika ada gangguan salah satu pembangkit besar.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Kondisi Geografis Sempat Hambat Pembangunan Tol Listrik Flores

Sedangkan Sistem Flores Timur cadangannya sangat cukup sehingga dengan bergabungnya kedua sistem ini, maka cadangannya menjadi sangat mencukupi dan lebih andal. Selain itu, dengan gabungan sistem yang lebih besar, maka akan membuat sistem lebih efisien dan dapat menurunkan biaya operasi sekitar 3-4 persen.

“Untuk mendukung keandalan suplai di Sistem Flores telah beroperasi 11 Gardu Induk dengan kapasitas 225 MVA dan saluran transmisi sepanjang transmisi 864 kms yang terdiri dari 1.319 tapak tower tersebar di seluruh Kabupaten Flores,” sebutnya.

Terakhir, Gardu Induk Aesesa di Kabupaten Nagekeo yang sudah energize pada 4 Juni 2021 lalu.

"Kami percaya listrik merupakan energi yang menggerakkan kehidupan dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. PLN akan terus berupaya memperluas akses listrik dan meningkatkan keandalannya," ungkap Huda dalam rilis PLN, Jumat (30/7/2021) lalu.

Dalam mas pembangunan Tol Listrik Flores, yang menjadi kendala adalah kondisi geografis yang cukup sulit.

Sejak tahun 2006 PLN melakukan pembangunan Tol listrik Flores mulai dari proses perizinan, survei lokasi tapak tower, sampling uji tanah, penyusunan desain gambar hingga pembebasan lahan tapak tower di sepanjang jalur transmisi dari Labuan Bajo sampai Maumere.

Dengan kondisi geografis yang beraneka ragam mulai tanah datar, perkebunan, pertanian, kawasan hutan, perbukitan, lembah, cukup menyulitkan dalam pengerjaan pembangunan pondasi tapak tower, perakitan tower hingga pembebasan jalur kawat transmisi dan penarikan transmisi SUTT 70 kV.

"Kendala utama yang dihadapi di lapangan selain pembebasan lahan tapak tower juga tantangan geografis pada saat proses konstruksi, seperti membawa material baik untuk pembangunan pondasi, pemasangan tower, dan proses penarikan kabel, karena akses untuk mencapai lokasi masih dilakukan dengan memaksimalkan tenaga manusia dan metode yang sederhana," ungkap Huda.

Selama kurun waktu satu tahun terakhir dengan kondisi pandemi COVID-19, seluruh tim tetap berjuang melaksanakan tugas dan tanggung jawab meskipun pergerakan dan aktivitas lapangan memiliki keterbatasan karena harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan.

"Pandemi jelas memberikan dampak, tetapi semangat PLN untuk menerangi negeri tidak surut," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya