Masih Ada Cahaya Usai Badai Seroja

Sekelumit kisah operasi pemulihan listrik usai badai Seroja yang menerjang NTT awal April 2021.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 02 Sep 2021, 18:48 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2021, 09:44 WIB
Ilustrasi tarif Listrik Naik
Ilustrasi Jaringan Listrik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Kota Kupang bak kota mati sehari usai diterjang Badai Seroja, Senin (5/4/2021). Pohon-pohon tumbang berserakan di jalan. Sistem transportasi lumpuh, listrik mati, dan jaringan komunikasi tak bisa digunakan. Beruntung simpul relawan terbentuk secara organik di lapisan masyarakat, mereka membangun sendiri dapur umum seadanya. Sebagian yang lain memilih bertahan di rumah masing-masing, meski dalam keadaan gelap gulita karena listrik mati total.

Badai Seroja tak hanya menghancurkan rumah-rumah warga, catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) usai bencana menyebut, total puluhan ribu orang di Provinsi NTT terdampak, ribuan orang mengungsi, ada 181 orang meninggal dunia, 47 orang hilang, dan 225 orang luka-luka. Selasa, 6 April 2021, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat menetapkan status tanggap darurat di NTT hingga 5 Mei 2021.

Kedahsyatan Badai Seroja juga melumpuhkan sistem kelistrikan di NTT yang membuat semua jaringan di rumah-rumah warga tak bisa dialiri listrik. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan, Syamsul Huda, Direktur Bisnis Regional Sulawesi Maluku Papua dan Nusa Tenggara (Sulmapana) PLN berpikir keras, bagaimana caranya persoalan listrik bisa teratasi dalam waktu singkat dan dengan sumber daya yang terbatas. Apalagi akses transportasi juga masih terputus akibat badai.

Tentu ini bukan perkara mudah, bercermin dari pengalaman gempa dahsyat di Palu, tim PLN yang juga warga di lokasi tidak bisa berbuat banyak, lantaran mereka juga menjadi masyarakat yang terdampak bencana. Rasanya tidak mungkin mengandalkan tim di lokasi, sementara dirinya ikut menjadi korban banjir bandang akibat Badai Seroja.

"Satu-satuanya jalan meminta sumber daya dari unit-unit lain di Sulmapana untuk bergerak ke NTT," kata Syamsul, dalam perbincangan khusus dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Syamsul saat itu hanya mewanti-wanti, relawan adalah jiwa-jiwa mandiri. Bukan jiwa yang berharap dilayani. Mereka menyadari betul, NTT sedang terkena musibah, tidak mungkin mengharapkan layanan sekelas hotel mewah saat rumah-rumah warga dan fasilitas umum hancur berantakan diterjang badai.

"Tapi di NTT kita instruksikan juga ketuanya untuk memperhatikan relawan, membangun dapur umum. Tapi saya khawatir itu gak cukup. Maka sudah ditekankan di awal, relawan sudah memenuhi logistik minimalnya, sehingga sampai di NTT tidak malah membuat tuan rumah yang terkena bencana kalang kabut harus melayani para relawan ini," katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Spirit Gotong Royong

Lumpuhnya akses transportasi karena tertutup pohon-pohon tumbang dan material banjir bandang, menjadi kendala besar yang harus dihadapi tim pemulihan. Dari pengakuan tim, sebagian besar tenaga mereka justru lebih banyak digunakan untuk memberesi akses jalan, daripada kerja pemulihan jaringan listrik.

Itu baru bicara di Kota Kupang, belum lagi di daerah-daerah terpencil di NTT yang punya akses jalan sempit dan tak bisa dilalui kendaraan. Beruntung Indonesia punya TNI yang tangguh dan masyarakat setempat yang guyup, sehingga proses pembersihan akses jalan bisa dilakukan dengan cepat, dan listrik bisa mengalir kembali ke rumah-rumah warga.  

"Gimana mau menyala, kalau mendekat ke jaringan saja enggak bisa," ungkap Syamsul.

Syamsul salut dengan sikap gotong royong masyarakat Indonesia. Di tengah situasi yang serba sulit lantaran lokasinya tidak bisa diakses kendaraan roda empat, TNI dan tim recovery PLN dibantu warga saling bantu menggotong material untuk membangun tower emergency mengganti tower besar yang roboh diterjang badai.

"Medannya luar biasa, curam, ada longsor, akhirnya saat itu yang kerja malah TNI bukan PLN. Karena PLN memang tidak punya keahlian untuk itu. Yang saya salut, saya saksikan sendiri teman-teman TNI ini tidak banyak bicara, langsung bekerja," ungkap Syamsul.

Di tengah perjuangan itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan peringatan, masih ada potensi susulan siklon tropis Seroja di Perairan Kupang dengan kecepatan angin 45 knot. Kabar itu menjadi tantangan lain yang harus dihadapi tim, selain pandemi Covid-19 dan puasa Ramadan.

Sepanjang 13 hari usai badai, tim recovery PLN sudah berhasil memulihkan 4.002 gardu listrik di seluruh NTT. Sekitar 96,4 persen atau 3.857 gardu di antaranya sudah menyala dan beroperasi normal. Itu artinya sebanyak 616.814 pelanggan atau sekitar 97 persen dari total 635.979 pelanggan PLN di NTT sudah bisa menikmati listrik kembali.

Tapi perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Masih ada 3,6 persen sisa gardu listrik yang belum pulih. Semuanya berada di titik-titik tersulit dengan aksen jalan dan medan yang berat. Untuk mempercepat proses pemulihan di sisa gardu listrik yang ada, PLN mengerahkan kekuatan super. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 1.316 personel diterjunkan ke titik-titik yang belum terjamah. Bantuan personel itu didatangkan langsung dari NTB, Maluku, Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.

Spirit gotong royong membuat proses pemulihan listrik menjadi sangat cepat dan efisien. Apalagi warga setempat juga turut membantu demi tersambungnya lagi listrik ke rumah-rumah warga. Alhasil, Minggu sore, 18 April 2021, tower 19 yang roboh sudah berhasil digantikan tower darurat, sehingga hampi 170.000 pelanggan di empat kabupaten di Pulau Timor kembali teraliri listrik.

Tepat 1 Mei 2021, dari sekitar 4.000 gardu yang rusak akibat badai Seroja, sisa 7 gardu lagi yang belum pulih. Ketujuh gardu itu berada di pulau terpencil. Pulau Sabu dan Raijua menjadi tantangan selanjutnya yang harus dihadapi tim pemulihan listrik. Oscarlian Ratu (33), Supervisor Kantor Jaga Sabu Raijua atau komandan tim teknis mengatakan, akses jalan yang tertimbun longsor dan material banjir, lagi-lagi menjadi kendala nomor satu sebelum masuk ke titik-titik gardu yang dituju.

Mau tak mau, tim turun langsung dengan kekuatan penuh membuka akses jalan menuju lokasi-lokasi yang menjadi prioritas penyalaan listrik. Selama tiga hari, tim berjuang menggunakan gergaji mesin memotong pohon-pohon yang bertumbangan menutupi jalan.

Listrik di Raijua mati lantaran rumah pembangkit porak poranda, beberapa tiangnya patah dan ambruk. Setidaknya ada 60 titik tiang 12 meter di penyulang yang ambruk mencium tanah. Kabel menjuntai tak beraturan menghalangi akses jalan warga di Sabu Liae. Tak hanya itu, tim mencatat ada 30 titik tiang Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 11 meter yang patah dan miring, serta 2 gardu yang hancur akibat diterpa badai tropis Seroja. Minimnya peralatan perbaikan membuat tim harus memutar otak. Apalagi saat itu jaringan telekomunikasi juga belum beroperasi.

"Sangat menyulitkan tim teknis untuk berkoordinasi, melaporkan kebutuhan peralatan dan material ke Kupang," katanya.

Kendalanya tak hanya itu, pelabuhan utama Sabu, yaitu Pelabuhan Seba (Sabu Barat), juga mengalami kerusakan, salah satu kapal penumpang menabrak jalur sandaran kapal ferry hingga karam. Akibatnya transportasi laut sebagai transportasi utama Pulau Sabu belum bisa beroperasi sama sekali.

Tak ada pilihan lain, satu-satunya jalan untuk menuntaskan permasalan ini adalah membawakan crane dan material perbaikan dari Kota Kupang. Masalahnya diperlukan setidaknya 10 jam perjalanan laut dari Kupang ke Pulau Sabu. Sambil menunggu bantuan crane datang, tim mengatur siasat untuk terlebih dahulu menyalakan pangkal-pangkal penyulang, khususnya yang mendukung fasilitas umum dan pembengkit perekonomian warga, seperti kantor bupati, rumah sakit, menara-menara telekomunikasi, dan perbankan.

Pada Sabtu, 1 Mei 2021, bantuan crane akhirnya datang. Tim langsung bekerja melakukan perbaikan. Sebanyak 74 dari 75 gardu di Pulau Sabu yang rusak akibat badai Seroja akhirnya pulih kembali. Sebanyak 7.200 rumah-rumah pelanggan sudah teraliri listrik.

Usai Sabu, misi terakhir tim recovery adalah menembus Pulau Raijua. Perjalanan menuju pulau itu hanya bisa dijangkau menggunakan kapal kayu nelayan. Dari Kupang perjalanan laut dilakukan ke Pulau Sabu terlebih dahulu dengan waktu tempuh 10 jam. Perjalanan kemudian dilanjutkan dari Pulau Sabu ke Pulau Raijua dengan waktu tempuh 2 jam melawan ganasnya Laut Sawu.

Tepat pada Minggu, 9 Mei 2021 atau sebulan lebih sedikit usai terjangan badai Seroja, sistem kelistrikan di seluruh NTT sudah 100 persen pulih. Sebanyak 4.002 gardu telah berhasil diperbaiki dan diganti, sehingga 635.000 pelanggan yang ada di NTT sudah bisa menikmati listrik kembali.

 

 

Mitigasi dan Proyeksi

Tiap daerah tampaknya harus menyadari bahwa Indonesia berada di kawasan cincin api pasifik atau ring of fire. Artinya Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana alam. Di 2021 saja telah terjadi dua kali bencana dahsyat di Regional Sulmapana. Gempa bumi Magnitudo 6,2 di Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, pada 15 Januari 2021, dan Badai Seroja yang terjadi di provinsi NTT, 4 April 2021.

PLN mengandalkan Disaster Recovery System sebagai bentuk mitigasi risiko bila terjadi bencana, selain juga punya tim tanggap darurat yang siap terjun ke lapangan jika bencana terjadi dan merusak sistem kelistrikan.

"Kita menyusun Disaster Recovery System dengan maksud kita bisa dengan cepat melakukan pemulihan, kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," kata Syamsul Huda.

Syamsul menyebut, kerja sama itu untuk mempermudah penetapan skala bencana. Mengingat yang pertama kali mengetahui skala bencana di suatu daerah adalah BNPB. Koordinasi mengetahui skala bencana ini menjadi penting untuk menentukan langkah-langkah strategis yang bakal diambil selanjutnya.

Syamsul menjelaskan, PLN punya control room yang terus memantau pendistribusian listrik. Sehingga keseimbangan antara supplay dan demand terus terjaga. Kalau tidak seimbang, sistem kelistrikan bisa kolaps. Memantau sistem kelistrikan perlu operator yang dibantu sistem SCADA. SCADA inilah yang dibangun PLN sebagai mitigasi bencana untuk mengetahui sistem kelistrikan di suatu daerah dengan cepat.

"Jika terjadi gangguan-gangguan kita bisa lakukan manuver-manuver dengan cepat," ungkap Syamsul.

Setelah operasi pemulihan listrik pascabadai Seroja, bukan berarti masalah selesai. Data menyebut, pembangunan listrik di NTT angkanya masih 88,4 persen. Artinya masih ada 11,6 persen wilayah lainnya di NTT yang belum pernah teraliri listrik semenjak Indonesia merdeka. Ini tentu menjadi PR besar yang harus dipecahkan tiap anak bangsa, bukan hanya PLN. Mengingat yang menjadi hambatan terbesarnya adalah lagi-lagi infrastruktur jalan yang belum memadai.

Meski demikian bukan berarti tidak ada cara lain, PLN punya inovasi 'solar sel', yaitu dengan membangun SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik). Kemudian nanti masyarakat diberi baterai yang disebut APDAL. APDAL itu singatan Alat Pengisi Daya Listrik, yang secara berakala bisa dibawa pelanggan ke SPEL untuk diisi. Praktiknya persis seperti warga membeli tabung gas LPG.

Tentu kerja mengaliri listrik ke daerah terpencil tak akan bisa terlaksana tanpa campur tangan pemerintah daerah setempat. Perlu semangat gotong royong dan kolaborasi yang apik untuk membangun dan mengembangkan pembangkit listrik swadaya. Misal, pemda membangun pembangkit listrik skala kecil sesuai dengan potensi energi primer yang ada di daerah tersebut, lalu menjualnya ke PLN, dan disalurkan ke masyarakat di lokasi sekitar.

Pada akhirnya spirit gotong royong, yang dalam bahasa kekinian disebut kolaborasi, menjadi jurus paling ampuh melawan segala tantangan zaman. Dengan begitu tak ada yang tak mungkin, pada 2024 semua wilayah NTT sampai ke pelosok 100 persen bisa menikmati listrik. Sehingga asa masyarakat NTT terus terjaga bahwa masih ada cahaya usai Badai Seroja. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya