IOD Disusul La Nina, Awas Cuaca Ekstrem di Jateng Selatan Termasuk Cilacap

Cuaca ekstrem dipengaruhi oleh fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang menguat pada Juli dan masih berpengaruh hingga September ini

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2021, 02:30 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2021, 02:30 WIB
Ilustrasi - Hujan lebat disertai puting beliung di Wangon, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Hujan lebat disertai puting beliung di Wangon, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - BMKG mengimbau agar masyarakat di Jawa Tengah bagian selatan, mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang terjadi pada peralihan musim dan awal musim penghujan Oktober nanti.

Prakirawan Stasiun Meteorologi Tunggulwulung Cilacap, Rendy Krisnawan mengatakan cuaca ekstrem itu meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi. Masa transisi berlangsung pada September dan awal musim hujan diperkirakan dimulai pada Oktober mendatang.

Cuaca ekstrem dipengaruhi oleh fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang menguat pada Juli dan masih berpengaruh hingga September ini. Akibatnya, muncul anomali cuaca, puncak kemarau namun curah hujan tetap tinggi.

“Dari awal kemarin itu kan sudah ada fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) itu maka, meskipun musim kemarau itu kan masih banyak hujan kemarin. Nah, ditambah lagi suhu permukaan laut di Indonesia pada saat itu hangat,” katanya, Selasa (21/9/2021).

Meski pada September ini pengaruh IOD semakin kecil namun karena sudah memasuki musim transisi dari kemarau ke hujan, cuaca ekstrem tetap berpotensi terjadi.

Potensi munculnya cuaca ekstrem bertambah karena diprediksi akan muncul La Nina pada Oktober nanti. Karenanya, masyarakat di wilayah rawan banjir, longsor, dan bencana hidrometeorologi lainnya untuk melakukan antisipasi bencana.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Antisipasi Bencana Hidrometeorologi

“Sehingga pertumbuhan awan hujan banyak. Nah, saat ini masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan, itu cenderungnya pertumbuhan awan cumulonimbus itu banyak juga. Jadi perlu diwaspadai juga,” dia mengungkapkan.

Rendy mengemukakan, masyarakat bisa mengantisipasi potensi banjir dengan membersihkan saluran air. Sementara, di wilayah rawan longsor, masyarakat perlu melakukan pengecekan jika muncul retakan dan tanda gerakan tanah lain.

Warga juga perlu memangkas dahan yang terlalu rimbun atau pohon yang membahayakan di sekitar permukiman untuk mengantisipasi angin kencang atau puting beliung.

Rendy menambahkan, pengaruh IOD akan terus berkurang dan sama sekali hilang pada Februari 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya