Rasio Buku di Indonesia 1:90, Perpustakaan di Daerah Jangan Dianaktirikan

Dibutuhkan peran serta semua pihak untuk meningkatkan indeks literasi di tanah air, salah satunya dengan tidak menganaktirikan perpustakaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Nov 2021, 15:38 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2021, 15:38 WIB
FOTO: Taman Baca Kampung di Masa Pandemi COVID-19
Anak-anak membaca buku di Taman Baca milik Karang Taruna Tunas Karya, Kampung Cibarengkok, Desa Pengasinan, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Senin (24/8/2020). Taman Baca yang didirikan pada masa pandemi COVID-19 ini untuk hiburan serta meningkatkan pengetahunan anak-anak. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Bantul - Keberadaan perpustakaan perlu mendapat dukungan banyak pihak. Sebagai wajah dunia pendidikan, perpustakaan perlu dikelola secara tepat dan jangan dianggap remeh. Hal itu setidaknya diungkapkan anggota Komisi X DPR-RI MY Esti Wijayati, saat menjadi narasumber acara Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) di Kabupaten Bantul, Senin (15/11/2021).

Perihal dukungan anggaran, pihak Komisi X DPR-RI mengaku sudah lama mengajukan peningkatan anggaran perpustakaan, namun pandemi Covid-19 menjadi kendala. Esti menyebut, butuh biaya yang tidak sedikit untuk mengejar indeks literasi di daerah.

Jika kebijakan anggaran belum berhasil, Esti mengharapkan pemerintah daerah bisa membantu Perpustakaan Nasional dengan dukungan dari kebijakan anggaran yang memihak literasi, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cara lain yang bisa dilakukan bersama antara pemerintah pusat dan daerah, yakni dengan melakukan pemerataan perpustakaan dan penguatan koleksi tepat sasaran seperti di titik-titik Posyandu. Layanan perpustakaan bisa ditempatkan di situ agar Posyandu tidak sekadar menjadi tempat timbang bayi dan ukur badan saja.

Senada dengan Komisi X DPR-RI, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, mengatakan literasi bukan perkara sepele. Karena akibat literasi yang rendah, masyarakat gampang tersulut emosi, termakan berita hoaks. Oleh karena itu, literasi harus jadi gerakan nasional.

"Semuanya harus di-tabayyun-kan, jangan dimakan mentah-mentah," kata Abdul.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Rasio Buku di DIY

Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menegaskan persoalan literasi sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional terbaru. Di situ disebutkan bahwa salah satu cara meningkatkan sumber daya manusia adalah dengan literasi.

"Ini sudah tertulis dalam Undang-Undang 1945 bahwa secara tersirat aspek literasi menjadi kewajiban bersama pemerintah pusat dan daerah sebagai upaya untuk mencerdaskan anak bangsa," tambah Syarif Bando.

Rasio buku dengan penduduk di Indonesia masih rendah, yakni 1:90. Satu buku ditungguin 90 orang. Oleh karena itu, Perpusnas mengharapkan keberpihakan kebijakan dan anggaran dari sisi hulu, seperti eksekutif, legislatif, TNI/Polri, penulis, akademisi, budayawan, sehingga tercipta pemerataan bahan bacaan dan tepat sasaran kebutuhan masyarakat.

Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu provinsi yang tinggi rasio buku dengan penduduknya, yakni tinggi, 1:6. Identitas Yogyakarta sebagai kota pendidikan menjadi perhatian gubernur, bupati, dan wali kotanya. Meski demikian, masih ada pekerjaan rumah lainnya yang masih perlu disentuh untuk pemerataan bahan bacaan.

Pada kesempatan yang sama juga dilakukan pengukuhan Emi Masruroh sebagai Bunda Literasi Kabupaten Bantul periode 2021-2026, penandatanganan nota kesepakatan Perpusnas dengan Pemkab Bantul, bantuan 5.000 buku bagi perpustakaan komunitas serta penyerahan Pojok Baca Digital (Pocadi) kepada Desa Selurejo. Pocadi adalah replika perpustakaan dan bersifat digital.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya