Liputan6.com, Makassar Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Kapolda Susel) cq Kepala Kepolisian Resort Pelabuhan Makassar (Kapolres Pelabuhan Makassar) cq Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Makassar (Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Makassar) digugat praperadilan di Pengadilan Negeri Makassar oleh pemohon bernama Marcella Ambar Sari.
Ambar Sari melayangkan gugatan tersebut setelah suaminya, Selwaraj alias Rajib ditangkap dan ditahan oleh penyidik Satreskrim Polres Pelabuhan Makassar dengan tuduhan melakukan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
"Kami ini mempermasalahkan keabsahan penangkapan dan penahanan suami klien kami. Sehingga dasar itu kami ajukan gugatan praperadilan," kata Ihsan Rauf Praja, Ketua Tim Penasehat Hukum pemohon, Ambar Sari di Pengadilan Negeri Makassar, Jumat 17 Desember 2021.
Advertisement
Tak hanya itu, materi lain praperadilan yang diajukan pemohon juga menyasar persoalan kewenangan penanganan perkara oleh Satreskrim Polres Pelabuhan Makassar yang dinilai keliru. Karena peristiwa dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada suami pemohon terjadi di wilayah Jakarta bukan di wilayah hukum Polres Pelabuhan Makassar.
"Jadi peristiwa ini locusnya di wilayah Jakarta bukan di wilayah hukum Polres Pelabuhan. Ini kan sangat keliru kok locus kejadian di Jakarta, dilaporkan di Makassar tepatnya di Polres Pelabuhan Makassar. Ini salah satu poin dalam praperadilan kita juga," terang Ihsan.
Baca Juga
Sidang gugatan praperadilan diketahui saat ini telah memasuki agenda kesimpulan. Di mana Hakim Tunggal Rusdiyanto Loleh yang menyidangkan perkara gugatan praperadilan tersebut memberikan kesempatan bagi masing-masing pihak baik pemohon maupun termohon untuk membuat kesimpulan dan mengajukannya pada sidang berikutnya, Senin 20 Desember 2021.
"silahkan yah dibuatkan kesimpulan masing-masing untuk agenda sidang selanjutnya," singkat Rusdiyanto Loleh.
Kapolres Pelabuhan Makassar, AKBP Kadarislan dikonfirmasi terpisah mengatakan, pada dasarnya pihaknya menghargai upaya hukum yang dilakukan oleh istri tersangka dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan, Selwaraj alias Rajib dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Makassar.
"Sidang praperadilannya kan sedang berjalan. Tentunya kita menghargai itu dan menunggu hasilnya. Apapun hasilnya kita akan patuhi. Yang jelasnya, penyidik kami tetap berkeyakinan jika penetapan tersangka telah sah dan didukung oleh alat bukti yang sah. Demikian juga mengenai mekanisme penahanan atau penangkapan, itu tentunya sesuai SOP yang ada," ucap Kadarislan.
Â
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kronologi Perkara Versi PemohonÂ
Marcella Ambar Sari (43) pemohon praperadilan menceritakan, sebelum suaminya, Selwaraj alias Rajib ditangkap lalu ditahan oleh penyidik Satreskrim Polres Pelabuhan Makassar tepatnya 11 November 2021.
Ia terlebih dahulu datang ke Makassar guna memenuhi undangan klarifikasi yang dilayangkan oleh penyidik. Ia memenuhi undangan klarifikasi pada tanggal 10 November 2021.
"Undangan klarifikasi yang dikirimkan Polres Pelabuhan itu tanggal 10 Oktober 2021 dan 27 oktober 2021 tapi suami saya tidak hadiri karna saat itu sedang sakit karna terkena Covid-19. Jadinya ia baru datang penuhi undangan klarifikasi pada tanggal 10 November 2021," ucap Marcella Ambar Sari ditemui di Makassar, Sabtu (18/12/2021)
Namun, sesampainya di sana, pihak Polres Pelabuhan Makassar melalui Satreskrim melakukan penangkapan terhadap suaminya dan keesokan harinya suaminya langsung juga ditahan di Rutan Polres Pelabuhan Makassar.
"Jadi tanggal 10 November 2021 yang saat itu datang untuk penuhi undangan klarifikasi Polres, langsung ditetapkan tersangka, dan tanggal 11 November 2021 pihak polres pun melakukan penahanan terhadap suami saya hingga sampai saat ini," terang Marcella Ambar Sari.
Ia mengungkapkan, kejadian menimpa suaminya hingga berujung dilaporkan ke Polres Pelabuhan Makassar, di mana bermula dari masalah pinjam-meminjam. Saat itu, pelapor Manraj Singh menawarkan suaminya pinjaman sebesar Rp150 juta.
Ia dan suaminya sebelumnya memiliki usaha di Jakarta. Namun karena terjadi polemik dan saat itu wabah Covid-19 sudah merebak di Jakarta tepatnya di tahun 2020, usaha yang dirintisnya sejak lama pun tutup. Kemudian bersamaan juga datang beberapa tagihan dari toko lain yang harus dibayarkan.
"Suami saya pun menceritakan kondisi itu ke dia (pelapor). Sehingga pelapor ini menyebutkan bahwa ada dana yang nganggur dengan perjanjian bunga Rp4 juta setiap bulannya dan sudah hampir Rp19 juta sudah kita bayar termasuk bunganya saat itu," ungkap Marcella Ambar Sari.
Ia mengatakan, pembayaran pinjaman uang kepada pelapor sempat mengalami kendala beberapa bulan karena suaminya tak lagi bekerja sehingga tak mempunyai penghasilan lagi.
Selang beberapa bulan, suaminya kemudian mendapatkan pekerjaan tepatnya bekerja di salah satu toko textile yang ada di Kota Makassar, Sulsel. Ia pun berniat untuk membayar utang pinjamannya kembali ke pelapor.
"Saat itu suami saya menghubungi pelapor yang kebetulan pelapor diketahui sedang berada di Kota Makassar. Naasnya, suami saya malah didatangi oleh pelapor dengan membawa sejumlah orang di lokasi tempat suami saya bekerja dan melakukan aksi penganiayaan kepada suami saya yang menyebabkan beberapa luka pada tubuh suami saya," terang Marcella Ambar Sari.
"Suami saya dipukul dari lantai atas tempat ia bekerja hingga diseret ke bawah oleh sejumlah orang yang datang bersama dengan pelapor. Itu ada bukti video pemukulan itu sama kami, ada bukti visum pemukulan sehingga kami pun mengajukan laporan di Polres Pelabuhan Makassar saat itu," lanjut Marcella Ambar Sari.
Ia mengungkapkan, laporan dugaan pengeroyokan yang dialami suaminya di Polres Pelabuhan Makassar saat itu dicabut setelah dilakukan mediasi oleh pihak Polres Pelabuhan Makassar. Laporan itu pun tak berjalan.
"Karena kita juga masih ada hubungan keluarga jadi kita mencabut laporan itu. mediasi dilakukan oleh pihak Reskrim Polres Pelabuhan Makassar kemudian dibuatlah perjanjian tentang kewajiban melanjutkan pembayaran atas pinjaman suaminya ke pelapor. Alhasil akibat masalah ini, suami saya itu dipecat di tempatnya bekerja dan dia kembali lagi ke Jakarta," tutur Marcella Ambar Sari.
Belakangan pasca kejadian itu, pelapor secara diam-diam melaporkan suami Marcella Ambar Sari ke Polres Pelabuhan Makassar terkait dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan hingga akhirnya suami Marcella itu pun berujung masuk jeruji hingga saat ini.
"Jadi kami merasa heran, karena kenapa masalah pinjam-meminjam ini justru dilarikan ke pidana penipuan dan penggelapan. Padahal sudah sering juga dibayar meski belakangan tersendat karena keadaan saat itu. Pinjam-meminjam ini pun awalnya terjadi karena pelapor sendiri yang menawarkan pinjaman dan bagaimana pembayarannya nanti kepada suami saya. Semuanya pelapor yang menawarkan. Kami keluarga sangat berharap Majelis Hakim nantinya memutuskan perkara praperadilan yang kami ajukan dengan adil," Marcella Ambar Sari menandaskan.
Â
Advertisement
Tanggapan Akademisi
Jermias Rarsina, Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar dimintai tanggapannya menjelaskan, bahwa objek praperadilan itu diatur dalam pasal 77 KUHAP. Namun belakangan diperluas dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014.
"Jadi yang harus dipahami, objek praperadilan itu dia diatur pasal 77 Kuhap itu dahulu. Namun putusan MK nomor 21 tahun 2014 itu diperluas," kata Jermias.
Apa saja yang kemudian masuk dalam bagian-bagian dari objek praperadilan berdasarkan KUHAP, kata Jermias, pertama itu berkaitan dengan proses penangkapan yang tidak sah, penahanan, kemudian berkaitan penggeledahan penyitaan dan yang diperluas oleh putusan MK adalah berkaitan dengan penetapan tersangka.
"Jadi penetapan tersangka bagian daripada objek praperadilan berdasarkan putusan MK," ucap Jermias.
Pertanyaannya kemudian dikaitkan dengan kasus yang dialami oleh suami dari Marcella Ambar Sari tersebut, di mana pertama mempersoalkan siapa yang berwenang dari sisi kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut.
Kata Jermias, harus dipahami dulu bahwa setiap tindak pidana terjadi itu membagi dua unsur tentang kewenangannya yaitu disebut dengan tempus dan locusnya.
Jika berbicara mengenai tempus, lanjut Jermias, di sini tidak terlepas dari kewenangan Polri.
"Nah oleh karena kewenangan Polri berdasarkan tempat kejadian perkara, bisa kita membuat perbandingan apakah Mabes Polri berhak atau berwenang memeriksa di tempat lain? Boleh. Dari sisi Perkapnya (Peraturan Kapolri) menyangkut manajemen penyelidikan dan penyidikan perkara," jelas Jermias.
Tetapi, kata Jermias, lagi-lagi kembali kepada tempat kejadian perkaranya. Karena, kata dia, tempat kejadian perkaranya menurut KUHAP itu ditentukan dan sangat menentukan kewenangan penyelidikan dan penyidikan perkara.
"Maka wajib hukumnya polisi di mana tindak pidana itu terjadi di locusnya atau tempusnya," tutur Jermias.
Pertanyaannya kemudian, kata Jermias, jika kejadian yang terjadi di daerah Jakarta, polisi di Makassar boleh melakukan itu?.
"Boleh melakukan itu, tetapi harus koordinasi dengan Mabes Polri, karena ini berkaitan dengan kewenangan," ujar Jermias.
Ia mengatakan, karena di dalam manajemen penyelidikan dan penyidikan perkara termasuk menentukan kewenangan tadi berkaitan dengan locusnya (tempat kejadian perkara), maka untuk menentukan tersangka, demikian juga proses penyelidikan maupun penyidikannya, tidak lepas dari persoalan yang disebut dengan teori pembuktian, namanya bewijs theotrie.
Bewijs theotrie, kata Jermias dibagi atas tiga unsur. Pertama adalah Bewijs minimmum, sekurang-kurangnya dua alat bukti menentukan status orang menjadi tersangka. Kedua ada Bewijs voering, di mana alat bukti yang dipergunakan itu harus perolehannya sah, tidak boleh bertentangan hukum atau tidak boleh melawan hukum. Dan ketiga bewijs kracht, alat bukti yang didapat sehingga menentukan sekurang-kurangnya dua alat bukti itu harus ada korelasinya.
"Pertanyaannya, apakah prosedur itu dilakukan oleh polisi tidak? Apakah dilakukan penyidik tidak? Kalau dia lakukan tetapi ada unsur namanya Bewijs voering (cara memperoleh alat bukti) itu, sehingga menentukan kualifikasi dua alat bukti itu bisa kemudian menjadi tidak sah, karena hal tersebut berkaitan dengan kewenangan tentang keberadaan pelaku tindak pidana dalam suatu locus atau tempat kejadian perkara.
"Jadi kalau misalnya sepanjang itu tidak memenuhi, walaupun memenuhi syarat minimum dua alat bukti. Ini terkait dengan cara memperolehnya dan pertanyaannya kewenangannya itu berdasarkan locusnya," jelas Jermias.
"Apakah polisi yang melakukan penyelidikan, penyidikan perkara ini dalam suasana tertangkap tangan? Ataukah persoalan ini masih dalam ranah perdata yang masih butuh penyelidikan dan penyidikan perkara, memerlukan proses administrasi penyelidikan perkara?.
Karena ini berkaitan dengan tempat kejadian perkara atau disebut dengan locus delictinya, maka, kata Jermias, tentu polisi setempat di mana kejadian perkara itu terjadi harus berkoordinasi dengan Mabes Polri sebagai unsur atasannya. Apalagi persoalan ini, lanjut dia, terjadi dalam wilayah di luar bukan menjadi kewenangan daripada polisi yang disebut Polres Pelabuhan Makassar dan berada di Polda Metro Jaya.
"Sehingga menurut saya, kalau hakim betul-betul objektif menilai mekanisme penyelidikan, penyidikan perkara tentang kewenangan berdasarkan locus yang ada dengan menggunakan teori pembuktian, maka saya yakin dia (hakim) akan mempertanyakan bewijs voeringnya," ungkap Jermias
Saat dimintai tanggapannya mengenai status undangan klarifikasi, kata Jermias, yang namanya undangan klarifikasi, itu hanya undangan, bukan pemanggilan.
"Dia tidak wajib untuk hadir. Karena hanya undangan klarifikasi. KUHAP hanya menjelaskan pemanggilan-pemanggilan dalam status, sebagai seorang tersangka, saksi dan sebagai terdakwa," ucap Jermias.
Jika betul polisi ngotot dengan hanya undangan klarifikasi langsung melakukan penahanan misalnya seperti yang diceritakan oleh pihak tersangka dalam dugaan pidana penipuan dan penggelapan yang ada saat ini, maka justru itulah yang berkaitan dengan kompetensi kewenangan berdasarkan locus TKP itu.
"Itulah yang harus dikaitkan dengan cara dia mengumpulkan alat bukti sekurang-kurangnya (bewijs minimum) dua alat bukti yang dia sudah tentukan kualifikasinya. Terus bagaimana dengan bewijs voeringnya atau cara memperolehnya itu. apalagi tempat perkaranya, kewenangannya sudah berbeda, sekalipun Polri itu satu, tapi harus melihat konteksnya, kalau Mabes Polri melakukan itu, wajar. Karena itu di bawah kendali Mabes Polri, tapi kejadian itu menurut cerita istri tersangka kan bahwa berada dalam wilayah hukum Polda Metro Jaya, tapi polisi di sini malah yang menyelidiki. Ini harus diliat dari konteks kasusnya. Apakah ini kejahatan tertangkap tangan atau jenis kejahatan pidananya apa?," terang Jermias.
"Apalagi kalau persoalan ini ada syarat dengan hukum perjanjian, itu dengan hubungan keperdataan juga berkaitan. Tentu itu berkaitan dengan wanprestasi. Jadi harus kontekstual," Jermias menambahkan.
Â