Mencari Titik Terang Polemik Tambang Batu Hitam Ilegal Bone Bolango

Disisi lain, PT.GM sendiri sudah memiliki izin kontrak karya dalam mengelola wilayah itu, yang sudah ada sejak pada 2019 silam

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 29 Nov 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2022, 19:00 WIB
FGD Polemik batu hitam
Forum Grup Diskusi membahas persoalan batu hitam Bone Bolango (Bonebol) di Rumah dinas Bupati Hamim Pou (Arfandi/Ibrahim)

Liputan6.com, Gorontalo - Hingga kini wilayah pertambangan di Kabupaten Bone Bolango (Bonebol), Gorontalo, yang dikuasai perusahaan PT GM terus menuai polemik. Warga lokal seakan tidak ada hentinya meminta hak mereka untuk tetap hidup dari hasil tambang itu.

Di sisi lain, PT GM sendiri kini sudah memiliki izin kontrak karya dalam mengelola wilayah itu, yang sudah ada sejak 2019 silam. Namun, masyarakat tetap meminta PT GM untuk tidak mengabaikan hajat hidup warga lokal.

Menurut data tahun 2021 yang diterima Liputan6.com, ada sekitar 3.200 warga lokal yang menggantungkan hidupnya di wilayah tambang itu. Mulai dari buruh pikul, penambang, pedagang hingga jasa tukang ojek.

Salah satunya adalah penambang batu hitam. Akhir-akhir ini, penambang batu hitam atau biasa disebut batu galena, persoalannya terus muncul ke permukaan. Banyak yang terlibat, baik dari aparat penegak hukum (APH) hingga pejabat daerah.

Bahkan, ada warga penambang lokal yang hingga hari ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pertambangan batu hitam ilegal. Sementara, aktivitas penambangan hingga pengiriman batu hitam ilegal masih terus dilakukan, karena diduga ada bekingan pihak tertentu.

"Ribuan orang menggantungkan hidupnya di tambang ini. jangan sampai mereka tergerus oleh perusahaan," kata Dewa Diko, salah satu aktivis Gorontalo saat melakukan FGD dengan pemerintah Daerah Selasa (29/11/2012).

Di tempat yang sama, Taufik Alaina penambang lokal bercerita, sebelum PT GM masuk, wilayah yang kini dikuasai itu merupakan hutan taman nasional. Kemudian dialihkan menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT).

"Kalau tidak salah, ada sekitar 36 ribu hektar yang dialihkan statusnya. Dasarnya karena didalamnya ada rakyat lokal melakukan pertambangan sejak tahun 1992," kata Taufik.

"Tidak tahunya, pada tahun 2019 kontrak karya perusahaan PT GM masuk dan berpolemik hingga saat ini," ungkapnya.

Menurut Taufik, jika harus menunggu keputusan dari pusat dalam hal ini Kementerian ESDM, sampai kapan rakyat menunggu. Sementara ini menyangkut hajat hidup mereka, untuk menghidupi keluarga.

"Kalau harus menunggu lobi-lobi pemerintah daerah ke pusat berapa lama? Sementara rakyat butuh makan," katanya.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Simak juga video pilihan berikut:


Penjelasan Akademisi

Batu Hitam
Batu yang diduga hitam milik penambang atas nama Karo yang kini ditetapkan tersangka oleh Polres Bone Bolango (Arfandi/Liputan6.com)

Berbeda dengan penjelasan Irwan bempa, Akademisi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjelaskan, polemik dalam pertambangan itu karena banyak aktor yang bermain di dalamnya. Aktor inilah yang kemudian memainkan perannya masing-masing dengan peran yang berbeda.

"Nah, jika peran aktor ini tidak selaras, maka terjadi gesekan. Saya ibaratkan, gesekan itu menimbulkan api konflik yang selama ini terjadi," kata Irwan.

Menanggapi persoalan tersebut, Bupati Bonebol Hamim Pou memberikan solusi konkrit atas persoalan yang dihadapi oleh penambang lokal. Salah satunya dengan membentuk tim kecil untuk datang ke DPR RI.

"Nanti setelah di sana, kita minta Kementerian ESDM bersama DPR RI, untuk bisa memberikan solusi terbaik. Terpenting bagi saya Bonebol aman damai," ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya