Jelang Pernikahan, Ini Perbedaan Prosesi Siraman Kaesang Pangarep dan Erina Gudono

Dalam adat Jawa, pernikahan terbagi menjadi dua, yakni adat Keraton Surakarta Solo dan adat Keraton Yogyakarta.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 09 Des 2022, 11:51 WIB
Diterbitkan 09 Des 2022, 11:25 WIB
Cantiknya Erina Gudono di Momen Siraman dan Langkahan dalam Balutan Kebaya Hijau Rancangan Intan Avantie
Penampilan Erina Gudono di momen siraman dan langkahan (instagram/hepidavid)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kaesang Pangarep dan Erina Gudono akan melangsungkan akad nikah di Pendopo Royal Ambarrukmo, Sabtu (10/12/2022) besok. Karena menggunakan adat Jawa, keduanya pun melewati serangkaian prosesi, salah satunya siraman.

Meski sama-sama orang Jawa, keduanya melakukan prosesi siraman yang berbeda. Pasalnya, Kaesang berasal dari Solo, sedangkan Erina dari Yogyakarta.

Dalam adat Jawa, pernikahan terbagi menjadi dua, yakni adat Keraton Surakarta Solo dan adat Keraton Yogyakarta. Tidak mengherankan ada perbedaan siraman Kaesang dan Erina. Secara garis besar, keduanya sama, tetapi keduanya juga memiliki rincian yang sedikit berbeda.

Mengutip dari beberapa sumber, prosesi siraman adat Keraton Surakarta berjumlah sembilan. Makna angka sembilan adalah untuk mengenang keluhuran Wali Songo.

Sementara itu, pada adat Keraton Yogyakarta siraman berjumlah tujuh yang bermakna pitulung. Artinya, dapat memberikan pertolongan.

Umumnya, prosesi siraman adat Keraton Surakarta dilanjutkan dengan upacara dodol dawet. Dodol dawet atau jual dawet merupakan simbol dari kata 'kemruwet', yang menyimbolkan harapan agar saat pesta pernikahan digelar jumlah tamu yang hadir akan banyak.

Pada adat Keraton Yogyakarta, sebenarnya hampir sama dengan adat Keraton Surakarta. Hanya saja ada tambahan lainnya, seperti tarian edan-edanan atau beksan edan-edanan (tari gila-gilaan).

Tarian ini bermakna sebagai sarana mengusir bala. Tarian ini juga dimaksudkan sebagai pengusiran roh gentayangan yang mungkin akan mengganggu rangkaian upacara panggih.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rangkaian Siraman

Prosesi siraman secara simbolik bermakna agar pengantin memiliki tekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata bersih dan baik selama menjadi suami-sitri. Tata cara siraman dimulai dengan menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai.

Biasanya, air yang digunakan berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Selanjutnya, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput kedua orangtuanya dari kamar.

Calon pengantin dituntun hingga ke tempat siraman dengan diiringi sanak saudaranya. Setelah calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan doa bersama.

Adapun urutan orang yang menyiramkan air dimulai dari ayah pengantin, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang-orang yang dituakan. Pihak terakhir yang menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati.

Usai prosesi siraaman, calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, dan air asam. Selain itu, calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air lagi hingga bersih.

Prosesi ini ditutup dengan doa bersama. Selanjutnya, ditutup dengan penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin.

Penentuan jam untuk pelaksanaan siraman sebelum prosesi pernikahan atau ijab kabul dilaksanakan. Biasanya, siraman dilakukan antara pukul 10.00 atau 15.00 WIB.

Penentuan jam tersebut dipercaya merupakan waktu saat bidadari turun ke sungai untuk mandi. Dalam upacara siraman, kedua mempelai akan sama-sama disiram atau diguyur air yang telah dicampur dengan beraneka ragam bunga.

Ubarampe Siraman

Dalam upacara siraman terdapat beberapa piranti atau ubarampe yang harus disiapkan. Masing-masing ubarampe siraman ini memiliki makna filosofis yang mendalam.

Beberapa ubarampe tersebut adalah air siraman atau banyu peritosari hingga bunga setaman. Air siraman biasanya berasal dari tujuh sumber air berbeda, yakni air keraton, air tempuran dua aliran sungai, atau sumur-sumur tua.

Ketujuh sumber air yang berbeda ini melambangkan harapan hidup untuk saling menolong. Adapun untuk kembang setaman biasanya berupa, mawar, melati, dan kenanga.

Penggunaan kembang setaman ini dimaksudkan agar keluarga yang dibina senantiasa harum. Keharuman tersebut dipercaya berasal dari para leluhur.

Bagi masyarakat Jawa, harum berarti diberkahi dan direstui, sehingga keluarga yang dibina akan dihindarkan dari ringtangan. Adapun bunga melati melambangkan ketulusan yang luar biasa.

Melati dimaknai senagai 'rasa melas saka jero ati', yang artinya kasih sayang dari dalam hati. Bunga kenanga dimaknai dengan kata 'keneng-a' atau gapailah, yang dimaknai sebagai harapan bagi calon pengantin agar bisa menggapai keluhuran budi para pendahulu.

Sementara itu, mawar dimaknai dengan kata “mawi-arsa”, yaitu memiliki kehendak atau niat. Pengantin harus memiliki ketulusan niat dalam membina rumah tangga.

Selain beberap hal di atas, ubarampe juga meliputi gayung dari batok kelapa, kendi yang dipecahkan, hingga makanan yang disajikan. Gayung batok memiliki makna agar kedua mempelai memanfaatkan hasil alam secara bijaksana.

Adapun kendi yang dipecahkan bermakna pengantin siap menikah dan membina rumah tangga dengan baik. Sementara itu, beberapa makanan yang disajikan saat upacara siraman, l seperti nasi tumpeng, bubur ketan lima warna, pisang raja, dan sebagainya, juga memiliki makna filosofis makna filosofis masing-masing.

Selain prosesi siraman, prosesi pernikahan lain yang dilalui Kaesang Pangarep dan Erina Gudono juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada prosesi midodareni dan panggih.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya