Mengenal Sijobang, Seni Teater Monolog di Riau

Pada prinsipnya, sijobang boleh saja ditampilkan pada siang hari, tetapi para seniman lebih suka menampilkannya pada malam hari.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 30 Des 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 30 Des 2022, 07:00 WIB
Festival Gerhana Matahari Cincin di Kabupaten Siak, Riau
Ilustrasi Festival Gerhana Matahari Cincin di Kabupaten Siak, Riau, 26 Desember 2019. (dok.Instagram @visitsiak/https://www.instagram.com/p/B3gYUhClfyw/Henry)

Liputan6.com, Riau - Sijobang Kampar merupakan salah satu seni teater monolog tradisional yang dimiliki Riau. Kesenian ini dimainkan oleh seorang seniman sambil berdendang, berpantun, bersyair, dan menggerak tubuh sesuai dengan isi cerita.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kesenian ini umumnya dipentaskan pada malam hari setelah acara kenduri khitanan, kenduri akikah, atau bahkan setelah upacara perkawinan. Pasalnya, kesenian ini bertujuan untuk menghibur sekaligus menjadi media transmisi nilai-nilai adat dan budaya kepada anak-anak.

Pada prinsipnya, sijobang boleh saja ditampilkan pada siang hari, tetapi para seniman lebih suka menampilkannya pada malam hari. Bukan tanpa alasan, pementasan malam hari biasanya disertai dengan suhu udara yang dingin, sehingga tidak akan menyebabkan suara cepat hilang.

Sementara itu, pertunjukan ini biasanya dimulai setelah salat Isya, atau sekitar pukul 8 malam. Selanjutnya, para seniman akan beristirahat tepat pada pukul 12 malam.

Masyarakat setempat juga menyebut kesenian ini sebagai Teater Buruong Gasiong. Umumnya, para seniman menampilkan kesenian ini selama 3-7 malam, bergantung permintaan tuan rumah.

Menurut tradisinya, kisah yang dimainkan dalam sijobang terikat pada cerita Uwang Bagak Pinang Baibuik dan Buruong Gasiong, atau biasa disebut Gadi Buruong Gasiong. Tak seperti cerita rakyat pada umumnya, kedua cerita tersebut terikat pada metode penceritaan melalui pementasan sijobang buruong gasiong dan tidak bisa diceritakan di sembarang waktu.

Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap aspek magis yang terdapat dalam cerita Buruong Gasiong. Semakin detail cerita yang disampaikan, maka semakin berhasil sang aktor menghibur para penonton.

Adapun cerita yang disampaikan memiliki alur yang naik-turun, seolah membuat emosi para penonton terasa campur-aduk. Dalam pertunjukannya, pemain sijobang memakai baju teluk belanga, celana panjang, dan ikat kepala atau kupiah.

Mereka juga membawa kain sarung yang sekaligus berfungsi sebagai selimut. Selain pakaian, pemain sijobang biasanya juga akan menyediakan properti yang dapat menambah bumbu pertunjukan.

Properti yang digunakan meliputi alat-alat dapur dan tiruan senjata tajam. Sejak zaman dahulu, seniman sijobang umumnya adalah laki-laki.

Para seniman ini dituntut untuk dapat memerankan seluruh tokoh yang terdapat dalam cerita Buruong Gasiong dan Pinang Baibuik. Untuk membedakan antara tokoh perempuan dengan laki-laki, pemain sijobang tidak memakai pakaian atau aksesoris yang identik dengan perempuan, melainkan hanya mengeluarkan nada suara yang lembut dan gerak tubuh yang gemulai.

Hal ini dikarenakan seorang seniman tidak memiliki cukup waktu untuk mengganti pakaian sesuai dengan tokoh yang sedang diperankan. Para penonton pun harus mampu menafsirkan sendiri tokoh yang sedang diperankan dengan cara memahami setiap kalimat yang diucapkan seniman sijobang.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya