Lawan PTUN Terkait Penutupan 66 Sumur Minyak di Taman Nasional Zamrud, Ini Alasan BBKSDA

BBKSDA Riau menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim di PTUN Pekanbaru terkait penutupan sementara 66 sumur minyak dan gas di Taman Nasional Zamrud yang dikelola PT Bumi Siak Pusako.

oleh Syukur diperbarui 22 Jan 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi sumur minyak.
Ilustrasi sumur minyak. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru terkait penutupan sementara 66 sumur minyak dan gas di Kabupaten Siak. Puluhan sumur itu berada di Taman Nasional Zamrud

Sebanyak 66 sumur minyak dan gas itu sebelumnya dikelola dengan mekanisme badan operasional bersama antara PT Pertamina Hulu dan PT Bumi Siak Pusako (BSP). Kini, sumur yang termasuk di Blok Coastal Plain Pekanbaru itu dikelola penuh oleh PT BSP.

"Kami menyatakan banding ke PTUN, memori banding akan disiapkan," kata Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan kepada Liputan6.com.

BBKSDA Riau dalam perkara gugatan yang diajukan organisasi lingkungan itu merupakan tergugat I. Selanjutnya sebagai tergugat II adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta tergugat III adalah PT BSP. 

Dalam putusan PTUN Pekanbaru beberapa pekan lalu, pengeboran di sumur minyak dan gas di TN Zamrud merupakan perbuatan bertentangan dengan hukum. Hakim menyatakan tidak boleh ada aktivitas di wilayah konservasi yang dapat mengganggu satwa dan tumbuhan yang dilindungi.

Genman menjelaskan, majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan eksepsi yang disampaikan para tergugat. Terkhususnya dalam tindakan faktual dan history keberadaan sumur minyak di lokasi. 

"Kami berkeyakinan (jika eksepsi dipertimbangkan) serta tindakan faktual yang sudah kami jelaskan, akan beda putusannya," jelas Genman. 

Secara aturan, tegas Genman, keberadaan dan aktivitas pengeboran sumur minyak dan gas di TN Zamrud diperbolehkan. Apalagi melihat sejarah keberadaan sumur di lokasi. 

"Sumur itu ada sebelum Taman Nasional Zamrud ditetapkan (sebagai kawasan konservasi)," kata Genman. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Ada Legalitas

Kepala BBBKSDA Riau Genman S Hasibuan.
Kepala BBBKSDA Riau Genman S Hasibuan. (Liputan6.com/M Syukur)

Genman menerangkan, keberadaan sumur minyak merupakan proses hukum sebelum penetapan kawasan TN Zamrud. Sementara penetapan merupakan kebijakan yang datang belakangan. 

"Artinya, proses hukum terdahulu jangan jangan dieliminer, tidak begitu aturan hukum kita, karena (sumur) diakomodir dalam bentuk kerjasama," jelas Genman. 

Genman menyatakan, perusahaan di TN Zamrud ada legalitas operasional pemboran minyak dalam kawasan. 

"Bukan soal perizinan karena legalitas dikeluarkan berdasarkan history," ucap Genman. 

Sebagai informasi, TN Zamrud merupakan habitat harimau sumatra. Pengeboran menyebabkan tumpahan minyak sehingga terjadi deforestasi atau kerusakan hutan sehingga berpotensi mengganggu habitat harimau serta satwa ataupun tumbuhan yang dilindungi negara. 

Perintah penutupan sementara, penyegelan hingga pemasangan plank dari PTUN Pekanbaru ini berlangsung hingga ada pedoman pengeboran dan pemanfaatan sumur minyak bumi serta gas oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). 

Putusan ini dibacakan pada 9 Januari 2023. PTUN tidak memberikan perintah untuk membongkar 66 sumur minyak tersebut. Hakim memerintahkan melakukan pengelolaan lingkungan hidup ketat agar sumur minyak di kawasan taman nasional itu dikelola lebih baik. 

"Dengan demikian (sumur minyak dan gas bumi) tidak mengganggu satwa dan tumbuhan di kawasan konservasi," jelas Humas PTUN Pekanbaru Erick Sihombing. 

 


Aturan Spesifik

Erick menyebutkan, sumur-sumur itu untuk sementara tidak bisa dimanfaatkan oleh tergugat berdasarkan putusan PTUN. Pasalnya ada perintah penyegelan. 

"Sampai mereka (para tergugat) melakukan pengelolaan lingkungan hidup atau sepanjang tidak dikelola dengan baik lingkungan hidupnya ya ditutup dulu," tegas Erick. 

Erick menjelaskan, pengeboran atau pemanfaatan sumur minyak dan gas di kawasan konservasi sangat berbeda dengan kawasan umum. Baik secara analis dampak lingkungan atau pengelolaan ramah lingkungan. 

Apalagi hingga kini, lanjut Erick, belum ada aturan yang spesifik mengatur pengeboran minyak di kawasan konservasi. Oleh karena itu, ada perintah hakim kepada Menteri LHK sebagai tergugat II membuat pedoman pengeboran di kawasan konservasi. 

Selain itu, berdasarkan putusan PTUN nomor 42/G/TF/2022/PTUN.PBR tersebut, hakim juga memerintahkan para tergugat melakukan penanaman kembali atau reboisasi jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi hutan. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya