Liputan6.com, Jakarta - Sejak Jumat sore, 3 Maret 2022, ada bangunan kecil di dekat pintu masuk timur Mal Cibubur Junction yang berhadapan dengan halte TransJakarta. Bangunan berbentukpersegi berwarna putih dan kuning itu merupakan bank sampah dari program Recycle for Goods dari SIG dan SIG Foundation. Masyarakat bisa mengantarkan dan membuangsampah anorganik yang sudah terpilah ke bank sampah Recycle for Goods ini.
Tapi Recycle for Goods ini punya konsep yang berbeda dengan bank sampah yang dikelola kelurahan-kelurahan di Jakarta. Untuk menyetorkan sampah yang sudahterpilah dan kering, misalnya, masyarakat harus lebih dulu mengunduh aplikasi Recycle for Goods di Apps Store atau Google Play. Kemudian mengisi sejumlah data, sebelummenyetorkan sampah anorganik yang telah terpilah.
Baca Juga
Setelah diukur berat dari sampah anorganik terpilah yang dihantarkan, masyarakat memperoleh sejumlah poin. Sampah kaca, misalnya, bernilai 300 poin per kilogramnya. Selain itu ada sampah kertas (400 poin per kg), plastik (1.000 poin per kg), Styrofoam (30 poin per kg), elektronik rumah tangga (300 poin per kg), besi (600 poin per kilogram) dan aluminium (1.000 poin per kilogram). Kemasan karton dan kemasan minyak jelantah mendapatkan poin terbesar masing masing 2.000 dan 2.200 poin per kilogramnya.
Advertisement
Poin-poin ini bisa ditukar dengan berbagai produk kebutuhan sehari-hari. Dari susu hingga sembako.
“Kami berharap bisa terjadi perubahan perilaku masyarakat Indonesia, yang dimulai dengan mengambil langkah-langkah kecil terhadap gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah dengan mengumpulkan dan mengantar sampah ke drop point Recycle for Good untuk dikelola dan didaur ulang,” kata Angela Lu, President and General Manager Asia Pacific-South SIG Group dalam peluncuran perdana program ini.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021 menunjukkan bahwa timbulan sampah plastik dan kertas dalam negeri sebanyak 19,66 juta ton per tahun. Sementara penggunaan sampah plastik dan kertas dalam negeri untuk industri daur ulang masih rendah.
Menurut analisis Sustainable Waste Indonesia (SWI), hanya 46% dari timbulan sampah plastik dan kertas di Indonesia yang mengalami proses daur ulang. Sehingga, lebih dari separuh sampah plastik dan kertas yang seharusnya bisa digunakan kembali (recycle), justru dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau mencemari lingkungan.
Data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) lebih mencengangkan lagi. Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Indonesia menghasilkan 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola setiap tahunnya. Dari jumlah itu, sekitar 1,29 juta ton berakhir di laut.
Sampah plastik yang tidak terkelola amatlah berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Sampah plastik yang dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan akhir, akan mencemari tanah dan merusak kesuburannya.
Sampah yang bocor dan terbuang ke laut, akan termakan ikan, yang bila dikonsumsi oleh manusia akan menjadi mikroplastik, partikel kecil yang berbahaya. Sampah plastik yang dibakar bebas juga akan berterbangan di udara sebagai mikroplastik yang bisa terhirup manusia maupun hewan-hewan lainnya.
Tahun lalu, jurnal Science of the Total Environment menerbitkan penelitian dari Hul York Medical School di Inggris yang menemukan partikel mikroplastik yang tinggi pada bagian bawah paru-paru pada 11 dari 13 pasien yang menjalani operasi.
Dalam penelitian itu disebutkan bahwa kandungan mikroplastik paling banyak adalah polipropilen dan PET. Polipropilen biasa digunakan dalam kemasan plastik dan pipa. Sementara PET biasa digunakan dalam botol dan gelas minuman. Mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan sel manusia dan mengubah genetika. Ini menunjukkan bahwa bahaya sampah yang tidak terkelola adalah nyata.
Didi Kasim, Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia menyebutkan bahwa saat ini populasi global mencapai 8 miliar orang. “Pada 2037 jumlah ini akan tumbuh menjadi 9 miliar orang,” katanya. Bertumbuhnya populasi berdampak pada meningkatnya jumlah sampah.
“Karena itu masyarakat sudah selayaknya mendorong daur ulang sampah,” kata Didi. Program Recycle For Goods, menurut Didi, bisa mendorong masyarakat untuk mengubah perilaku dalam membuang sampah. “Masyarakat akan didorong untuk memilah sampah terlebih dahulu sebelum membuangnya.” Seperti halnya bank sampah, program ini juga mendorong terciptanya ekonomi sirkular.
Ekonomi sirkular merupakan pendekatan sistem ekonomi dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah bahan mentah, komponen atau produk selama mungkin sehingga dapat mereduksi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir. “Daur ulang ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga manfaat sosio-ekonomi,” kata Noer Wellington, Kepala Pemasaran SIG untuk Indonesia, Malaysia, Philippines dan Vietnam.
Pemilihan tempat program Recycle for Goods di Cibubur Junction terkait dengan lokasinya yang dekat dengan pintu tol dan stasiun LRT. Apalagi kawasan ini dikelilingi oleh banyak perumahan. “Target kami, bukan jumlah berat sampah yang dihantarkan masyarakat. Tetapi banyaknya masyarakat yang datang. Karena perubahan perilaku menjadi tujuannya,” kata Wellington. Jika program ini berjalan dengan baik di Cibubur Junction. Program serupa juga akan digelar di wilayah lainnya di Indonesia.
Amandra M. Megarani / Penulis Lingkungan