Publik Pertanyakan SP3 Kasus Dugaan Korupsi Jambu Kristal

Penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi program budidaya jambu kristal oleh Kejaksaan Negeri Palangka Raya menimbulkan pertanyaan publik terkait penanganan kasus korupsi.

oleh Roni Sahala diperbarui 14 Apr 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2023, 19:00 WIB
Bebas
Kasubsi Pelayanan Tahanan Rutan 2A Palangka Raya Hadi Prabowo mengantar Yusianto, mantan tersangka kasus dugaan korupsi proyek budidaya jambu kristal sebelum dikeluarkan dari tahanan pasca diterbitkannya SP3 oleh Kejaksaan Negeri Palangka Raya pada 17 Maret 2023 lalu. (Liputan6.com/ Istimewa).

Liputan6.com, Palangka Raya - Kejaksaan Negeri Palangka Raya baru-baru ini mengumumkan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi program budidaya jambu kristal. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan publik bagaimana integritas dan transparansi kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi.

Pegiat Anti Korupsi Kalimantan Tengah Bidu US mengatakan, sebelumnya, kasus dugaan korupsi program budidaya jambu kristal telah mencuat ke permukaan setelah ditemukannya adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan program tersebut. Hal itu diperkuat hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan yang menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 558 juta.

Setelah melalui serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan, pada awal Februari 2023, Kejaksaan Negeri Palangka Raya yang saat itu dipimpin Totok Sapto Dwijo akhirnya mengumumkan menetapkan YS, seorang Kepala Bidang di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palangka Raya sebagai tersangka. YS kemudian ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Kelas 2A Palangka Raya.

Tak lebih dua bulan, pengganti Totok sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Palangka Raya yakni Andi Murji Machruf mengumumkan, telah menghentikan penyidikan kasus tersebut dengan alasan kurangnya alat bukti. Kemudian kata Andi tersangka juga telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 558 juta.

“Yang menjadi pertanyaan kami, mengapa ada perbedaan pendapat antara kejari sebelumnya dan yang baru? Siapakah yang tidak profesional?” kata Bidu US di Palangka Raya, Kamis (13/4/2023).

Bidu mengaku kecewa dan meragukan transparansi dan integritas Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam menangani kasus ini. Beberapa pihak bahkan menyebutkan penghentian proses hukum ini diduga berkaitan dengan keterlibatan pihak lain, meskipun belum ada bukti yang memadai untuk menguatkan dugaan tersebut.

Menanggapi pertanyaan publik yang timbul akibat keputusan penghentian penyidikan itu, Kepala Kejaksaan Negeri Palangka Raya Andi Murji Machruf  menyatakan mereka telah melaksanakan proses penyidikan sesuai dengan standar hukum yang berlaku.

Andi menegaskan keputusan penghentian penyidikan ini telah melalui serangkaian kajian dan evaluasi yang mendalam. Andi menegaskan siap jika kebijakan itu diuji di melalui jalur praperadilan oleh pihak yang merasa berkepentingan.

“Jika ada yang berkeberatan dan berkepentingan silahkan ajukan praperadilan dan jika putusan pengadilan menyatakan penghentian penyidikan tidak sah, saya siap melimpahkan kembali perkara tersebut dalam waktu 24 jam," kata Andi Murji Machruf  di Aula Kejari Palangka Raya, Rabu (5/4/2023) lalu.

Yusianto, mantan tersangka dalam kasus ini dihubungi melalui sambungan telepon mengatakan, bersyukur kasus yang menyeret dirinya sebagai tersangka dihentikan. Terkait uang ratusan juga yang telah ia setorkan, Yusi mengaku ikhlas.

“Saat mengerjakan program tu saya tidak memiliki niat untuk memperkaya diri. Tetapi karena menurut perhitungan BPK menyatakan seperti itu (ada kerugian negara) kita patuh, itu kan umum saja,” kata Yusianto.

Yusianto dikeluarkan dari Rutan setelah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) diterbitkan Kejaksaan Negeri Palangka Raya pada 17 Maret 2023 lalu. Dalam kasus ini ia sempat ditahan selama lebih dari satu bulan.

Yusianto menyatakan tidak akan mengajukan praperadilan ganti rugi meski kebebasannya telah dirampas selama kurun waktu tersebut. Ia mengaku hal itu bentuk kepatuhan terhadap penegakan hukum.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya