Kiprah Toko Buku Gunung Agung yang Bermula dari Haji Masagung

Toko Buku Gunung Agung merupakan salah satu toko buku tertua di Indonesia yang didirikan pada 1953 oleh Tjio Wie Tay atau dikenal juga dengan nama Haji Masagung.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 22 Mei 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2023, 12:00 WIB
Sosok Pemilik Toko Buku Gunung Agung yang Bakal Tutup, Dikagumi Bung Karno dan Pernah Mengelola Sarinah
Sosok Pemilik Toko Buku Gunung Agung yang Bakal Tutup, Dikagumi Bung Karno dan Pernah Mengelola Sarinah.  foto: merdeka.com/istimewa  

Liputan6.com, Jakarta - Toko Buku Gunung Agung dikabarkan akan menutup seluruh tokonya pada akhir tahun ini karena ketidakmampuan perusahaan menanggung kerugian yang besar.

Keputusan tersebut diambil oleh PT GA Tiga Belas, perusahaan pemilik Toko Buku Gunung Agung, karena perusahaan tidak mampu menanggung kerugian operasional yang terus meningkat setiap bulannya.

Sebelumnya pada 2020, Toko Buku Gunung Agung telah menempuh langkah efisiensi dengan menutup beberapa toko/outlet yang tersebar di beberapa kota yaitu Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Hal itu dilakukan saat pandemi Covid-19 masih melanda.

"Namun, penutupan toko/outlet tidak hanya kami lakukan akibat dampak dari pandemi COVID-19 pada 2020 saja, karena kami telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013 untuk berjuang menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian usaha," tulis perseroan dikutip Senin (21/5/2023).

Penutupan outlet Toko Gunung Agung yang terjadi pada 2020 bukan merupakan penutupan toko/outlet yang terakhir karena pada 2023 juga berencana menutup toko yang tersisa.

Saat ini, Toko Buku Gunung Agung hanya tersisa lima toko, dan perusahaan telah mengambil langkah untuk menekan biaya dengan menutup beberapa toko di beberapa kota seperti Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Penutupan gerai yang tersisa akan dilakukan secara bertahap, mengikuti ketentuan yang berlaku.

Toko Buku Gunung Agung merupakan salah satu toko buku tertua di Indonesia yang didirikan pada 1953 oleh Tjio Wie Tay atau dikenal juga dengan nama Haji Masagung. Ia lahir pada 8 September 1927 dan meninggal pada 24 September 1990.

Haji Masagung adalah seorang Muslim Tionghoa yang memilih Islam sebagai keyakinannya. Ia memiliki tiga orang putra yang juga diarahkan untuk menjadi pengusaha seperti dirinya.

Haji Masagung dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi dan berhasil membangun jaringan toko buku Gunung Agung di dalam dan luar negeri. Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok yang mengutamakan nilai-nilai yang baik dalam hidupnya.

Haji Masagung awalnya berdagang rokok. Dia memulai kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama kemitraan Thay San Kongsie di Jakarta Pusat. Kongsi dagang ini dibentuk pada 1945 dengan bahan dagang utama yakni rokok.

Namun, pascakemerdekaan, permintaan buku saat itu sangat tinggi sehingga kongsi dagang ini membuka toko buku impor. Toko buku yang kali pertama dibuka cukup sederhana dan berlokasi di Jakarta. Haji Masagung pun mundur dari kongsi dagang yang didirikannya.

Untuk menamakan tokonya, Tjio Wie Tay mengambilnya dari terjemahan namanya sendiri. Dalam bahasa Indonesia, nama Tjio Wie Tay berarti Gunung Besar atau Gunung Gede. Namun agar lebih menjual, Wie Tay menerjemahkannya sekaligus menjadi nama tokonya sebagai Gunung Agung.

Toko ini diresmikan sebagai NV Gunung Agung pada 8 September 1953. Menandai peresmian tokonya, Wie Tay menggelar pameran 10 ribu buku dengan modal Rp500 ribu. Belakangan, kegiatan pameran buku menjadi trade mark NV Gunung Agung dalam memasarkan buku-bukunya kepada masyarakat karena perusahaan ini yang pertama kali memprakarsai pameran buku di Tanah Air.

Dukungan para penyair, penulis, cendekiawan, dan jurnalis juga membuat bisnis Gunung Agung bertumbuh. Haji Masagung juga acap menyelenggarakan pameran buku.

Pada 1955, Bung Karno meminta NV Gunung Agung menyelenggarakan pameran buku dalam kegiatan Kongres Bahasa Indonesia di Medan, Sumatera Utara. Tidak hanya itu, Bung Karno juga mempercayakan penerbitan dan pemasaran buku-bukunya.

Buku Di Bawah Bendera Revolusi (2 jilid), Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Biografi Bung Karno yang ditulis jurnalis Amerika Serikat Cindy Adams, buku koleksi lukisan Bung Karno (5 jilid), dan buku-buku tentang Bung Karno lainnya adalah beberapa buku yang diterbitkan dan dipasarkan oleh Gunung Agung.

Selain sebagai sebuah kehormatan, penerbitan dan pemasaran buku-buku presiden pertama juga turut mendongkrak angka penjualan buku-buku Gunung Agung.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya