Riwayat Panjang Basecamp Bu Soeto, Tempat Bernaung Para Pendaki Gunung Raung Jatim

Basecamp Bu Soeto merupakan basecamp tertua di bawah kaki Gunung Raung di Kalibaru Banyuwangi Jatim, yang menjadi tempat bernaung para pendaki dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara.

oleh Nefri Inge diperbarui 11 Jun 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2023, 06:00 WIB
Sejarah Basecamp Bu Soeto Gunung Raung Jatim, Rumah Warga yang Jadi Tempat Bernaung Para Pendaki
Mendiang Pak Soeto (bertopi) bersama Bu Soeto, Udin dan para pendaki saat berfoto di Basecamp Bu Soeto sekitar tahun 2012 lalu. Kondisi basecamp masih terlihat sederhana, jauh berbeda dengan tahun 2005 (Dok. Pribadi Basecamp Bu Soeto / Nefri Inge)

Liputan6.com, Banyuwangi - Mendaki ke Gunung Raung di Jawa Timur (Jatim), menjadi salah satu impian para pendaki gunung di Indonesia dan mancanegara.

Jalur yang berdekatan dengan jurang, rute pendakian yang ekstrem dan udara yang menusuk hingga ke tulang, menjadi tantangan berat para pendaki ke Gunung Raung.

Tak seperti di tahun 1990-an, perjalanan para pendaki kini dipermudah dengan banyaknya warga yang membuka basecamp untuk para pendaki.

Rumah yang nyaman untuk dihuni sebelum mendaki, keramahan warga lokal saat menyambut para pendaki hingga berbagai fasilitas pendakian yang disiapkan untuk memulai pendakian penuh tantangan.

Salah satu basecamp di bawah kaki Gunung Raung yang terkenal adalah Basecamp Bu Soeto, yang berada di Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi Jatim. Basecamp yang berlokasi di Dusun Wonorejo Desa Kalibaru Wetan ini, ternyata sudah ada sekitar tahun 1997.

Awalnya, pasangan suami istri (pasutri) Soeto dan Lilik Sutimbul yang pertama kali membuka pintu rumahnya untuk para pendaki di kala itu.

Lilik Sutimbul atau akrab disapa Bu Soeto mengatakan, di saat itu mereka belum paham tentang para pendaki gunung, karena jalur ke Gunung Raung saat itu belum terbuka seperti sekarang.

“Dulu belum seramai sekarang, para pendaki yang datang dulu hanya survey di lereng-lereng gunung saja. Karena mereka pendatang, jadi kami menyambut dengan hangat,” ucapnya kepada Liputan6.com, Jumat (9/6/2023). 

<p>Bu Soeto saat berfoto bersama Udin, cucunya yang meneruskan pengelolaan Basecamp Bu Soeto di Kalibaru, di bawah kaki Gunung Raung Jatim (Dok. Pribadi Basecamp Bu Soeto / Nefri Inge)</p>

Hingga akhirnya di tahun 2002, Basecamp Bu Soeto resmi didirikan, seiring dengan dibukanya jalur pendakian oleh Pataga Surabaya, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya dan warga sekitar.

Proses perampungan jalur pendakian dilakukan secara berangsur-angsur, dari tahun 2002 hingga 2017 lalu. Karena saat itu, hanya Basecamp Bu Soeto yang buka serta jalur pendakian yang sudah diresmikan, yang perlahan membuat jumlah pendaki yang datang pun semakin bertambah.

“Pernah dalam sehari itu bisa sampai 50 orang pendaki yang datang untuk mendaki Gunung Raung. Karena di rumah tidak muat, jadi dititipkan ke rumah-rumah warga sekitar,” katanya.

Melihat bisnis jasa pendakian yang semakin bagus, warga lain akhirnya ikut membuka basecamp bagi para pendaki Gunung Raung, salah satunya Basecamp Pak Eko, yang dikelola oleh keponakan Bu Soeto.

Pada tahun 2014 lalu, Pak Soeto yang merupakan pensiunan TNI tutup usia di umur 73 tahun, usaha Basecamp Bu Soeto akhirnya dikelola istrinya.

 

Pendaki Gunung

Sejarah Basecamp Bu Soeto Gunung Raung Jatim, Rumah Warga yang Jadi Tempat Bernaung Para Pendaki
Chika dan Bella, pendaki asal Jakarta berfoto bersama di atas Puncak Sejati Gunung Raung Jatim (Dok. Pribadi Bella / Nefri Inge)

Namun karena usia sudah sepuh, Bu Soeto mempercayakan pengelolaan basecamp-nya ke cucunya, Sholehudin Awidio Pradana atau disapa Udin.

“Saya sudah tua, jadi tidak bisa lagi mengelola basecamp, apalagi harus begadang. Jadi cucu saya yang bisa meneruskan usaha ini. Alhamdulillah sejauh ini berjalan lancar,” ucap Bu Soeto yang sudah memiliki 6 orang cucu dan 3 orang cicit ini.

Sama seperti Bu Soeto, Udin pun dengan tulus membantu para pendaki-pendaki yang ingin mencoba pendakian Gunung Raung. Dengan tangan terbuka, dia melayani para pendaki dengan sepenuh hati dan ramah.

Udin yang diperbantukan 3 orang pemandu gunung, dengan telaten memberikan arahan ke para pendaki, tentang jalur pendakian dan menyiapkan peralatan safety saat melewati jalur-jalur ekstrem.

Guide Pendakian

Sejarah Basecamp Bu Soeto Gunung Raung Jatim, Rumah Warga yang Jadi Tempat Bernaung Para Pendaki
Eka Ardianto, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) setelah melewati jalur Shiratol Mustaqim, yang terkenal sebagai jalur ekstrem di Gunung Raung Jatim (Dok. Pribadi Eka Ardianto/ Nefri Inge)

Bahkan tim Bu Soeto pun dikenal dengan keuletan dan kesabarannya, saat membawa para pendaki yang kelelahan di jalur atau membantu pendaki lain yang kesulitan saat pendakian.

“Pintu basecamp selalu terbuka 24 jam untuk para tamu, terutama para pendaki. Tapi baiknya para pendaki mengontak saya dulu di nomor 083847216614 atau ke Instagram @mt.raung_basecampbusoeto,” ungkap Udin.

Biasanya jalur pendakian yang paling ramai di saat musim kemarau, yakni dari Juli hingga Desember. Saat membeludak, jumlah para pendaki bisa mencapai ratusan orang per harinya, dari 10 basecamp di Kalibaru.

Sudah beberapa tahun terakhir, pendaki wajib menggunakan guide untuk menjelajahi Gunung Raung, untuk menjaga keselamatan para pendaki sendiri. Karena jalur yang ekstrem dan butuh peralatan safety selama pendakian.

Open Trip

Sejarah Basecamp Bu Soeto Gunung Raung Jatim, Rumah Warga yang Jadi Tempat Bernaung Para Pendaki
Sholehudin Awidio Pradana atau disapa Udin, berpose di Puncak Sejati Gunung Raung di Jatim (Dok. Pribadi Basecamp Bu Soeto / Nefri Inge)

“Pendaki yang datang hampir dari seluruh wilayah Indonesia. Ada juga dari mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Swiss, Jerman dan lainnya. Semuanya kami terima dengan hangat,” ujarnya.

Pendaki hanya membutuhkan waktu 3 hari 2 malam, untuk mendaki ke Puncak Sejati Gunung Raung dan perjalanan pulang. Namun ada juga yang meminta durasi perjalanan 4 hari 3 malam, untuk menikmati suasana Gunung Raung yang begitu eksotik.

Ada banyak paket jasa pendakian yang disediakan oleh Basecamp Bu Soeto, mulai dari Rp 450.000 per orang hingga paket privat yang dihargai mulai dari Rp 4 jutaan.

“Kalau open trip rombongan, biasanya bawa alat sendiri dan wajib membawa air minum. Tidak ada sumber air di atas gunung. Tapi untuk paket privat, pendaki tinggal terima beres saja, mulai dari alat pendakian, tenda, sleeping bag, makanan, peralatan safety, guide, porter dan lainnya,” katanya.

 

Kaldera Terbesar

Sejarah Basecamp Bu Soeto Gunung Raung Jatim, Rumah Warga yang Jadi Tempat Bernaung Para Pendaki
KMPA Anaphalis dari OMK Pademangan Jakarta Utara (Jakut), mengibarkan benderanya di Puncak Sejati Gunung Raung Jatim, dalam rangka ekspedisi ulang tahun 2 dekade KMPA Anaphalis (Dok. Pribadi KMPA Anaphalis / Nefri Inge)

Gunung Raung sendiri, berada di tiga kabupaten di Jatim, yakni di Banyuwangi, Bondowoso dan Besuki. Tingginya mencapai 3.344 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Gunung Raung juga memiliki kaldera terbesar kedua di Indonesia, dengan luasan 2 kilometer dan kedalaman mencapai 500 meteran. Gunung Raung pernah meletus di tahun 1586, 1597, 1638 dan mengalami erupsi besar-besaran di tahun 1973.

Para pendaki harus berbangga bisa mencapai Puncak Sejati Gunung Raung, karena Gunung Raung menjadi gunung tertinggi ketiga di Jatim, setelah Gunung Semeru dan Gunung Arjuno-Welirang.

Jalur pendakian ke Puncak Sejati Gunung Raung, memakan waktu sekitar 5-7 jam. Namun untuk mencapai ke puncak Gunung Raung dengan ketinggian 3.344 mdpl, para pendaki harus melintas di 3 puncak lainnya dulu.

Yakni ke Puncak Bendera dengan ketinggian 3.159 mdpl, dilanjutkan ke Puncak 17 di ketinggian 3.180 mdpl, ke Puncak Tusuk Gigi dengan ketinggian 3.300 mdpl dan pendakian berakhir di Puncak Sejati Gunung Raung di ketinggian 3.344 mdpl.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya