Masalah Sampah di Industri Pariwisata Perlu Penanganan Serius

Penanganan sampah di destinasi wisata harus mendapat perhatian semua pihak.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jun 2023, 02:02 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2023, 21:02 WIB
Festival Peduli Sampah Nasional, Kamis (15/6/2023). (Liputam6.com/ ist)
Festival Peduli Sampah Nasional, Kamis (15/6/2023). (Liputam6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah timbulan sampah terkait penyelenggaraan event di destinasi wisata menjadi topik hangat pada diskusi dalam rangkaian Festival Peduli Sampah Nasional yang digelar di auditorium Manggala Wanabakti, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Diskusi tersebut mengusung tema "Penerapan Sirkular Ekonomi pada Kegiatan Bisnis Pariwisata di Indonesia dalam Pengelolaan Sampah yang Bertanggung Jawab".

Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik mengatakan pihaknya telah menerbitkan pedoman penanganan sampah terkait pelaksanaan sebuah event. Menurutnya, sudah ada pedoman untuk pengelolaan sampah di event baik indoor maupun outdoor.

Ada tim atau unit khusus yang bertanggung jawab untuk menangani sampah event, baik sebelum, selama, maupun setelah event. Ujang Solihin juga berharap pedoman ini dapat digunakan untuk semua event, terutama oleh event organizer besar yang sudah tersosialisasi mengenai pedoman tersebut.

"Saat ini Indonesia sedang menuju sirkular ekonomi dalam pengelolaan sampah. Oleh karena itu, pengurangan sampah oleh produsen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.75/2019, akan terus disosialisasikan, termasuk di industri pariwisata," ujarnya.

Analisis Kebijakan Ahli Madya Kemenparekraf, Muh. Nurdin menambahkan penanganan sampah pada sebuah event biasanya bekerja sama dengan bank sampah setempat.

"Contohnya pada penyelenggaraan Moto GP di Mandalika, Lombok pada tahun 2022 yang melibatkan Bank Sampah setempat. Setelah acara selesai, sampah dibersihkan dan dipilah," katanya.

Kemenparekraf dan KLHK telah menyusun petunjuk teknis dan melakukan pendampingan pengelolaan sampah di tujuh destinasi wisata, yaitu Danau Toba, Borobudur, Banyuwangi, Bali, Lombok, Labuan Bajo, dan Likupang.

 

 

Perhatian Semua Pihak

Sementara Packaging Circularity Senior Manager Danone Indonesia Jeffri Ricardo menyampaikan penanganan sampah di destinasi wisata harus mendapat perhatian semua pihak. Hal ini meliputi penyediaan infrastruktur, edukasi pelaku usaha, dan masyarakat setempat.

Jeffri menjelaskan bahwa turis merupakan salah satu penghasil sampah di destinasi wisata, dengan rata-rata 3,5 kilogram sampah per kapita. Danone Indonesia telah meluncurkan program "Bijak Berplastik" yang meliputi desain kemasan ramah lingkungan, inisiatif daur ulang sampah, kolaborasi dengan mitra bisnis untuk praktik berkelanjutan, dan edukasi kepada masyarakat.

"Sebagai contoh, di destinasi wisata Bali, mereka memperkenalkan kemasan cube dengan label emboss yang mudah didaur ulang, menggunakan botol kaca, serta kemasan 100 persen botol plastik daur ulang," jelasnya.

General Manager Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) Zul Martini Indrawati menekankan pentingnya kerja kolaboratif dalam penanganan sampah. IPRO saat ini memiliki 19 anggota yang terdiri dari perusahaan brand owner dan produsen kemasan.

Melalui IPRO, anggota memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan pengumpulan dan daur ulang sampah kemasan. IPRO bekerja sama dengan pengumpul sampah kemasan dan pihak-pihak yang melakukan daur ulang. Mereka berharap agar hotel dan restoran juga bergabung dengan IPRO untuk melakukan penanganan sampah secara kolaboratif.

Putra Hawan, pendiri perusahaan pengolahan sampah Kole Project di Labuan Bajo, mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah harus melibatkan banyak pihak, termasuk komunitas, masyarakat, pemerintah, dan produsen. Ia menegaskan bahwa tanpa kolaborasi, penanganan sampah tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya