Liputan6.com, Gorontalo - Tradisi wisuda kelulusan dari tingkat TK hingga SMA di Provinsi Gorontalo yang menuai protes dari orang tua siswa ditanggapi oleh pemerintah. Tradisi yang dinilai merugikan para orang tua yang sudah bekerja keras menyekolahkan anak itu, ditanggapi langsung oleh Penjabat Gubernur.
Bahkan tradisi wisuda bagi kelulusan siswa menjadi perhatian serius Penjabat Gubernur Gorontalo, Ismail Pakaya. Ia dengan tegas kepada Kepala Sekolah (Kepsek) melarang SMA, SMK, dan SLB yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi untuk melaksanakan wisuda kelulusan siswa.
Advertisement
Baca Juga
“Bagi yang baru mau melaksanakan, saya minta dibatalkan saja walaupun sudah disepakati oleh komite. Kembalikan uang yang sudah dikumpulkan dari orang tua siswa," kata Ismail.
"Khusus untuk SMA, SMK, SLB yang masih melakukan wisuda, mohon maaf kepala sekolahnya akan saya beri sanksi,” tegasnya.
Ismail mengatakan, pada saat rapat komite sekolah untuk pengambilan keputusan pelaksanaan wisuda, banyak orang tua yang hanya diam. Mereka baru mengeluh setelah pulang ke rumah, karena merasa malu menyampaikan tidak mampu membayar sumbangan pada rapat komite.
“Pada rapat komite banyak orang tua yang diam, dan mereka itulah yang tidak setuju. Saya yakin para kepala sekolah tahu kondisi itu, cuma kita saja yang pura-pura tidak tahu,” ujarnya.
Staf Ahli Bidang Sosial, Politik dan Kebijakan Publik Kemenaker RI itu mengatakan, ia banyak menerima pesan dari orang tua siswa yang merasa keberatan dengan pelaksanaan wisuda di sekolah.
Oleh karena itu, Penjagub Ismail meminta para kepala sekolah secara terbuka melarang pengumpulan dana untuk pelaksanaan wisuda kelulusan.
“Kita ini baru selesai pandemi Covid-19 yang mengakibatkan kesulitan ekonomi. Jadi jangan ada tambahan beban yang memberatkan orang tua,” imbuhnya.
Sebelumnya, Tradisi wisuda TK hingga SMA di Provinsi Gorontalo, menuai protes dari orang tua siswa. Pasalnya, kebiasaan itu dinilai merugikan para orang tua yang sudah bekerja keras menyekolahkan anak mereka.
Menurut salah satu orang tua siswa, jika wisuda di sekolah hanyalah tradisi orang-orang berduit yang biasa merayakan kelulusan anaknya secara mewah. Namun tidak untuk siswa yang orangtuanya memiliki ekonomi lemah.
"Dari dulu memang tidak ada ini tradisi wisuda anak sekolah. nanti sekarang baru diadakan," kata Risna salah satu orang tua murid yang menolak tradisi tersebut.
Risna mengaku, jika mereka selama ini sudah menyekolahkan anaknya dengan susah payah. Hanya bermodalkan hasil pertanian dan pekerja serabutan yang pas-pasan, hanya demi melihat anaknya lulus dengan predikat baik.
"Kami sudah susah bertani demi anak bisa sekolah, saat lulus kok masih ada acara seremonial yang meminta kami menyediakan sejumlah uang, ini kan aneh," ia menandaskan.