Dampak El Nino, Petani Jagung di Gorontalo Gagal Tanam

El Nino merupakan fenomena peningkatan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal. Pemanasan SML ini membuat tutupan awan dan curah hutan di wilayah Indonesia kurang.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 16 Agu 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2023, 20:00 WIB
Kekeringan melanda sebagian wilayah Filipina, akibat hantaman El Nino berkepanjangan (AFP)
Kekeringan melanda sebagian wilayah Filipina, akibat hantaman El Nino berkepanjangan (AFP)

Liputan6.com, Gorontalo - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, dampak Elnino puncaknya akan terjadi pada Agustus hingga September 2023. Itulah mengapa, jika setiap darah khususnya Gorontalo harus tetap waspada dengan kekeringan, produktivitas pangan hingga kebakaran hutan.

El-Nino sendiri merupakan fenomena peningkatan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal. Pemanasan SML ini membuat tutupan awan dan curah hutan di wilayah Indonesia kurang.

Kurangnya udara yang masuk ke Indonesia, membuat beberapa wilayah relatif kering. Sehingga, kebanyakan dari wilayah yang terdampak El-nino akan mengalami krisis air.

Bahkan, BMKG juga memprediksi, hampir seluruh wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan rendah. Beberapa wilayah ini mencakup sebagian besar Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara hingga Gorontalo.

Fachri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) mengatakan, antisipasi awal mereka menyediakan informasi mengenai El-Nino. Informasi itu melalui berbagai saluran komunikasi yang mereka punya.

"Termasuk sosial media dan pertemuan rutin dengan lembaga terkait," kata Fachri.

“Kita semua perlu bersama-sama mengantisipasi dampak El-Nino ini mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga lingkungan," katanya.

Simak juga video pilihan berikut:

Keluhan Petani

Sementara itu, salah satu petani Umar Saleh di Gorontalo mengaku gagal tanam akibat dampak El-nino ini. Bibit jagung yang sudah siap tanam, harus tertunda selama 2 bulan, yang bagi mereka bukan waktu singkat.

"Dua bulan bukan waktu singkat, jika saya tidak menanam, anak istri makan apa," kata Umar.

Menurut Umar, suhu panas di Gorontalo saat ini sudah sangat luar biasa. Sengatan matahari, tidak memungkinkan mereka untuk melakukan penanaman jagung.

"Komoditi jagung adalah terbesar ditanam oleh petani di Gorontalo, kalau kondisi begini jadinya seperti apa," ujarnya.

"Pemerintah, tolong berikan kami solusi terbaik menghadapi cuaca panas ini," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya