Perjuangan Noryani Melestarikan Kesenian Karungut hingga Ajal Menjemput

Aula Tri Prasetya RRI Palangka Raya, Kalimantan Tengah besolek manis berhiaskan pernak pernik ulang tahun. Logo barunya warna putih biru, terpampang rapih menghadap tamu undangan yang hadir saat itu.

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 15 Okt 2024, 18:52 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2023, 15:00 WIB
Noryani
Foto: Marifka Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - Aula Tri Prasetya Radio Republik Indonesia (RRI) Palangka Raya, Kalimantan Tengah besolek manis berhiaskan pernak pernik ulang tahun. Logo barunya warna putih biru, terpampang rapi menghadap tamu undangan yang hadir saat itu.

Dari baris kedua meja bundar, terlihat sesosok pria berusia 56 tahun dengan posisi duduk sambil meremas kedua tangannya. Ilok L Hanyi, seorang seniman karungut yang merupakan kesenian musik tradisional Kalimantan Tengah.

Kehadiran Ilok kali ini, bukan untuk menghibur para pengunjung. Melainkan mewakili sahabatnya Noryani, yang mendapatkan penghargaan atas dedikasinya melestarikan kesenian karungut.

Haru bercampur sakit, saat Ilok mengabarkan duka tentang Noryani. Suaranya terdengar pelan menyesakkan dada, ketika pertama kali mengetahui wanita yang juga berprofesi sebagai guru pendidikan kewarganegaraan ini, pergi untuk selama-lamanya.

Ilok bercerita, jika kabar wafatnya Noryani pertama kali disampaikan oleh anak almarhumah yang bernama Hendra. Ia pun mengaku terkejut, sebab diagnosis terakhir disebabkan penyakit asam lambung.

"Saya datang ke RRI Palangka Raya, untuk mewakili ketua kami Noryani yang mendapatkan penghargaan, tapi sayangnya tadi pagi beliau meninggal" kata Ilok.

Sontak, kabar duka tentang Noryani mengejutkan banyak pihak salah satunya penyiar RRI Palangka Raya, Risa Kosasih. Sebab, berpulangnya Noryani tepat di Hari Ulang Tahun ke-78 RRI pada Senin, 11 September 2023 sekitar pukul 07.00 WIB.

Padahal pada hari itu pula, wanita kelahiran Banjarmasin ini seharusnya hadir memenuhi undangan untuk mendapatkan penghargaan dari RRI Palangka Raya, atas dedikasinya terhadap musik kesenian tradisional.

Apalagi lebih dari 20 tahun, alumnus Universitas Palangka Raya ini tampil sebagai pengisi acara kebudayaan setiap Rabu malam, tepatnya pukul 19.30 hingga 21.00 WIB di Programa 4 RRI Palangka Raya.

"Noryani menjadi simbol emansipasi wanita. Sosok perempuan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memperjuangkan kesenian musik tradisional karungut hingga saat ini," ungkap Risa.

Bahkan, Risa sempat menunjukan unggahan terakhir Noryani di laman Facebook pada empat hari lalu,  Jumat (8/9/2023). Wanita berkaca mata itu,  menuliskan tentang mimpinya dalam melestarikan kebudayaan lokal.

"Saya punya mimpi yang tinggi semoga suatu saat terwujud, demi budaya kita yang sangat kita cintai ini. Walau usia kita sudah tidak muda lagi Ma Ilok L Hanyi (red: Ma/Mama, panggilan paman dalam Bahasa Dayak), Ding Titik Surya (red: Ding/Ading, adik dalam bahasa Banjar), Kanda Yatti Dwi Sari dan tak lepas dari dukungan Bapak Pembina Sanggar Dr. Guntur Talajan, SH, M.Pd," tulis Noryani.

 

 

Penghormatan Terakhir

Noryani
Foto: Marifka Wahyu Hidayat

Karangan bunga berjejer rapih, di rumah duka Noryani yang berlokasi di Jalan G Obos XXIV. Suasana haru pun menyelimuti dengan banyaknya pelayat yang hilir mudik.

Sesosok pria yang mengenakan baju putih dengan peci berwarna putih terlihat sibuk menyambut para tamu. Munir, pria berusia setengah abad itu merupakan suami Noryani.

Wajahnya yang lebam akibat menangis, tak bisa ditutupi. Ia berusaha tegar di hadapan para pelayat yang menayakan penyebab meninggalnya istrinya tersebut.

Bapak 4 anak ini juga bercerita, mengenai Sanggar Karungut dan Deder Guru-Guru Kalteng Harati Berkah yang dibentuk oleh istrinya. Hal itu dilakukan demi memperjuangkan kesenian tradisional.

"Rasa cinta istri saya (Noryani), terhadap kesenian sungguh luar biasa," ujar Munir, Selasa (12/11/2023).

Bahkan, sebelum hari berkabung tiba, istrinya sempat tampil di beberapa tempat. Salah satunya di hadapan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto, saat berkunjung ke Palangka Raya.

Di luar ruangan, matahari pun merangkak naik sinarnya menghiasi tenda yang berada di pekarangan rumah. Munir mencoba keluar dari balik pintu, dan berdiri di hadapan para pelayat untuk mengabarkan jika akan segera dilaksanakan salat jenazah.

Para pelayat yang hadir mencoba mencari tempat wudu terdekat, untuk ambil bagian dalam peribadatan tersebut. Sekitar 6 barisan berdiri rapat ke belakang dengan mengkumandangkan takbir sebagai tanda salat dimulai.

Seusai salat, jenazah Noryani dimasukkan ke keranda berwarna hijau untuk diantarkan menuju peristirahatan terakhir. Di sepanjang jalan, suara sinere pun terdengar mengirigi kepergiannya.

Mobil jenazah akan berhenti sejenak di SMAN 4 Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Tempat sakral kedua bagi Noryani, yang telah mendarmabaktikan dirinya dalam dunia pendidikan sebagai sosok pengajar.

Ratusan pelajar SMAN 4 Palangka Raya pun berbaris rapih menunggu kedatangan jenazah Noryani. Mereka membentuk formasi memanjang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sosok pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Isak tangis tak terbendung, ketika mobil jenazah perlahan memasuki halaman sekolah. Para pelajar dengan seragam putih abu-abu ini, mengangkat tangan kanan ke arah kening, tepat berada di atas alis mata.

Lagu yang berjudul "Hymne Guru" menambah haru suasana. Apalagi saat pihak keluarga membuka pintu bagian belakang mobil jenazah. Rekan pengajar dan para pelajar berhamburan untuk memegang keranda yang membawa jenazah Noryani.

Fauzani, salah satu siswa SMAN 4 Palangka Raya turut merasa kehilangan. Menurutnya, almarhumah pernah berpesan kepadanya untuk terus meletarikan budaya Karungut.

"Ibu (Noryani) berpesan kepada kami, jangan pernah malu untuk melestarikan Karungut karena kamu adalah generasi penerusnya," ungkap Fauzani.

Tak berselang lama, mobil jenazah kembali melanjutkan perjalanan menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) Palangka Raya dengan dikawal kepolisian. Petugas berseragam coklat ini berusaha membantu membuka jalan bagi para rombongan pelayat, agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

Setelah menempuh perjalan sekitar 15 menit, iring iringan kendaraan mulai memasuki komplek TPU yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Noryani. Pihak keluarga menandu kerada Noryani yang bertuliskan dua kalimat syahadat menuju lubang berukuran 1x2 meter.

Hendra dan ketiga anak almarmumah yang lainnya, tak kuat menahan tangis. Sayup matanya memerah, ketika melihat wanita yang melahirkannya terbujur kaku di dalam peti jenazah.

Tak hanya itu, langit pun seakan bersedih menurunkan rintik-rintik hujan saat jenazah dimasukan ke liang lahat. Lantunan ayat suci pun menggema dari para pelayat yang hadir.

Perlahan, tanah berpasir penggali kubur mulai menutup rapat makam Noryani. Beralaskan kain kafan berwarna putih, ibu empat anak ini pun akan pergi menuju keadabaiaan sejati.

Kepergian Noryani memang menjadi duka untuk insan kebudayaan Kalimantan Tengah. Namun, karya-karyanya akan terus abadi, di dalam bait syair karungut yang terus dikumandangkan generasi penerusnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya