Liputan6.com, Jakarta - Terkadang, kita menyaksikan anak-anak kecil yang merasa sangat marah, frustrasi, atau bahkan histeris. Ini adalah momen tantrum, reaksi emosional yang seringkali dapat mengejutkan dan membingungkan bagi para orangtua dan pengasuh. Apa sebenarnya yang terjadi saat seorang anak mengalami tantrum, dan mengapa hal ini begitu umum terjadi pada anak-anak prasekolah?
Tantrum adalah respons emosional yang biasanya muncul ketika seorang anak menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan keinginan atau ekspektasinya. Penyebabnya bisa bervariasi dari ketidakmampuan anak untuk mengkomunikasikan keinginannya, rasa frustrasi karena perubahan rutinitas, atau bahkan rasa lapar atau lelah yang tak tertahankan. Sebagian besar anak belum memiliki kemampuan untuk mengatasi perasaan mereka dengan baik, sehingga mereka seringkali melampiaskan emosinya dengan cara yang terlihat berlebihan.
Tantrum merupakan kondisi anak mengekspresikan dan mengelola perasaan, dan mencoba memahami atau mengubah apa yang terjadi di sekitar mereka. Tantrum sering terjadi pada anak dengan usia 1-3 tahun. Anak yang mengalami tantrum di tempat umum dapat menjadi bencana bagi orang tua dan gangguan terhadap orang sekitar.
Advertisement
Selama tantrum, anak bisa menunjukkan berbagai perilaku yang mencolok. Ini termasuk menangis keras, berteriak, meronta-ronta, atau bahkan melempar barang-barang di sekitarnya. Beberapa anak mungkin juga cenderung menjatuhkan diri ke lantai atau memukul diri sendiri, yang semuanya merupakan cara mereka mencoba mengatasi emosi yang sedang dirasakan.
Banyak dari anak sering mengalami kondisi tantrum di tempat umum dan Sebagian dari orangtua merasa kesulitan untuk menghadapi perilaku sang anak.
“Pernah beberapa kali, usia 2,5 tahun, teriak-teriak dan menangis, kalau didekati menyerang fisik” ungkap Indri Utami, seorang ibu dengan empat anak.
Baca Juga
Mendekatkan Diri pada Sang Buah Hati
Informasi yang dihimpun oleh Liputan6.com, tantrum memiliki berbagai bentuk, sehingga setiap anak bisa saja mengalami episode tantrum yang berbeda. Anak dapat berteriak histeris, memukul-mukul, menahan napas, muntah, memecahkan barang, melukai diri sendiri atau orang lain, atau bahkan melengkungkan punggung sebagai ekspresi emosi, dan lain-lain.
Indri mengungkapkan bahwa seorang ibu harus tetap tenang dalam kondisi anak tantrum di tempat umum,
“Biasanya sih saya membawa anak ke tempat yang lebih tenang dan sepi buat biarin si anak melanjutkan tantrumnya, tunggu aja sampai tenang sendiri atau lelah” tambahnya.
Penanganan tiap anak yang mengalami tantrum pasti berbeda tergantung dengan karakteristik anak itu sendiri. Biasanya anak yang sudah merasa lelah dengan tantrumnya akan terdiam dengan sendirinya.
Indri mengungkapkan bahwa ia berusaha mendekatkan diri dengan sang anak dengan cara-cara yang penuh kasih. Dia mengajak anaknya bicara hati ke hati, memberikan pelukan yang hangat, mengajarkan cara yang tepat untuk menyampaikan emosi, dan berdoa agar tantrum tidak terulang lagi. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami perasaan anak dan membantu mereka mengatasi emosi dengan lebih baik.
Advertisement
Antisipasi Saat Anak Tantrum
Menurut Cita Maleani Putri S. Psi M. Psi, seorang psikolog anak dan ibu, menegaskan pentingnya tidak menghentikan tantrum anak dengan cepat. Menurutnya, lebih baik mengajarkan anak bagaimana cara merespons emosi negatif yang mereka alami, terutama emosi yang mereka tidak sukai. Pendekatan ini akan membantu anak memahami dan mengelola emosinya dengan lebih baik dalam jangka panjang.
Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak-anak dan merupakan cara mereka mengatasi emosi. Orangtua dapat membantu anak mengatasi tantrum dengan tetap tenang, memberikan dukungan, dan berkomunikasi secara efektif. Dengan waktu dan pemahaman, tantrum dapat menjadi fase yang lebih mudah dikelola dalam perkembangan anak.
Anak yang mengalami tantrum di tempat umum dapat menjadi gangguan bagi orang di sekitarnya namun tak dapat dipungkiri juga kita bisa membantu apabila melihat anak yang tantrum di tempat umum, ketika Anda melihat seorang anak mengalami tantrum dan ingin membantu agar orang tua tidak panik, penting untuk tetap tenang dan sabar.
Hindari menghakimi anak atau orang tua, dan tawarkan dukungan emosional. Jangan mencoba memancing perdebatan dengan anak yang sedang marah atau frustrasi. Biarkan orang tua mengambil alih situasi dan merespons anak mereka sesuai dengan cara yang mereka yakini paling baik.
Jika mungkin, Anda dapat menawarkan bantuan praktis atau mencoba mengalihkan perhatian anak. Setelah tantrum mereda, berbicaralah dengan orang tua dan tanyakan apakah mereka membutuhkan bantuan lebih lanjut atau apakah ada cara Anda bisa membantu di masa depan. Terpenting, jadilah contoh positif dengan menunjukkan sikap empati dan pengertian.
Tips Menghadapi Tantrum
Menurut penuturan Cita, berikut adalah beberapa tips menghadapi anak yang sedang mengalami tantrum:
Tetap Tenang
Kita harus tetap tenang dan berpikir seperti orang dewasa dalam menghadapi perilaku anak tantrum. kita tidak boleh terhasut perilaku anak, missal, anak sedang marah kemudian kita ikut-ikutan menjadi marah.
Terima Emosi
Beri validasi kepada anak terhadap emosinya, missal, menanyakan bahwa ia sedang marah, anak menginginkan apa, dan terima apapun segala emosinya
Cari Ruang yang Lebih Sepi
Orang tua akan merasa malu apabila anak mengalami tantrum di tempat umum. Oleh karena itu, bawalah anak ke tempat sepi dan jadikan tempat itu sebagai ruang pelampiasan anak dalam tantrumnya.
Temani Anak
Dekatkan diri dengan anak dengan berada disampingnya, beri empati kepada anak dengan menggunakan bahasa dan gerak tubuh yang baik karena anak belum memahami mengontrol emosi dengan tepat.
Hindari Hukuman Fisik
Hindari melakukan hukuman fisik terhadap anak yang sedang mengamuk, seperti membalas pukulan, mendorong atau menarik anak.
Tunda Segala Macam Pertanyaan
Hindari memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang emosi anak ketika ia sedang mengalami tantrumnya. beri jeda hingga anak benar-benar berhenti da merasa tenang untuk ditanya.
Advertisement