Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman mengaku tidak keberatan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut kepala negara boleh memihak dan ikut berkampanye.
Politikus Partai Gerindra itu juga mencontohkan, praktek kampanye kepala negara pernah terjadi di Indonesia pada era Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Advertisement
Baca Juga
"Pak SBY maju kedua kalinya tahun 2009 ya, dia presiden, dia berkampanye bahkan untuk dirinya sendiri, tetapi dia enggak boleh menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan dirinya atau orang lain," kata Habiburokhman, Rabu (24/01/2024).
Habib melanjutkan, hal yang sama juga dengan Megawati ketika menjabat sebagai presiden lalu maju sebagai capres pada tahun 2004. Kemudian, dilanjutkan Presiden Jokowi yang saat itu maju kembali pada Pilpres 2019.
"Begitu juga misalnya Ibu Mega waktu maju sebagai presiden incumbent kan boleh itu 2004 ya, Pak Jokowi ketika 2019 enggak masalah," ujarnya
Sehingga, Habiburokhman menegaskan bahwa seorang presiden boleh memihak paslon tertentu. Asalkan, tidak menyalahgunaan kewenangannya untuk menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
"Berpihak boleh, berkampanye pun boleh tidak harus netral, tetapi tidak boleh dia menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk menguntungkan salah satu calon atau merugikan paslon yang lain," ungkapnya.
Baginya, praktik kepala negara berkampanye menjadi lah lumrah dan juga dilakukan di Amerika Serikat. Dia mengambil contoh Barack Obama yang berkampanye mendukung Hillary Clinton saat melawan Donald Trump.
"Jadi jangan diberi narasi sesat bahwa presiden nggak boleh berpihak, presiden harus netral dan lain sebagainya," pungkasnya.