Liputan6.com, Jakarta - Kementrian Perdagangan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag tersebut ditetapkan pada 11 Desember 2023 dan rencananya mulai berlaku 90 hari sejak tanggal diundangkannya yaitu 10 Maret 2024.
Terbitnya peraturan tersebut menuai tanggapan beragam dari berbagai Asosiasi, antara lain Forum Lintas Asosiasi Industri Hilir Indonesia (FLAIPHI) serta Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas).
Perwakilan FLAIPHI, Henry Chevalier menuturkan jika Permendag No. 36 Tahun 2023 diterapkan dalam waktu dekat, akan menimbulkan kekacauan di sektor industri plastik hilir. Sebab menurutnya, tidak sepenuhnya industri hulu lokal dapat memenuhi kebutuhan bahan baku plastik untuk industri hilir.
Advertisement
Baca Juga
"Adapun bahan baku plastik tertentu yang sudah diproduksi oleh industri hulu, tetapi ada beberapa jenis bahan baku dengan spesifikasi yang berbeda sehingga harus diimpor," jelas Henry Chevalier, Jumat (16/02/2024).
Ia juga menjelaskan, jika harga bahan baku lokal merupakan paling mahal di Asia Tenggara. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut akan menambah beban produksi baginya. Maka dari itu dirinya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang Permendag Nomor 36 Tahun 2023.
"Kami mohon dengan sangat, khusus untuk komoditas bahan baku plastik yang juga diatur dalam Permendag No. 36 tahun 2023 yang terdiri dari 12 HS Code, bisa ditunda pemberlakuannya sampai ditemukan solusi yang tepat,"tambahnya.
Namun hal berbeda dikatakan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Budi Susanto Sadiman. Menurutnya, Permendag tersebut menjadi sangat penting sebagai upaya menghadirkan kepastian hukum dalam pengaturan impor produk plastik.
Tak hanya itu, terbitnya Permendag tersebut diharapkan dapat menjaga keseimbangan daya saing industri dalam negeri dan laju impor. Sehingga, dirinya sangat optimis jika hal itu diterapkan, industri dalam negeri dapat bertahan dan kembali normal.
"Semua itu demi menjaga ekosistem perdagangan bahan baku plastik dan plastik hilir yang berkeadilan," pungkas Budi.