Nanopartikel, Bahan Lokal dari Babel dan Kalimantan untuk Terapi Kanker Paru

Pengembangan obat baru untuk terapi kanker di Indonesia memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, namun bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan.

oleh Novia Harlina diperbarui 18 Apr 2024, 23:00 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2024, 23:00 WIB
Pengembangan obat untuk penyakit kanker paru. (Liputan6.com/Dok BRIN)
Pengembangan obat untuk penyakit kanker paru. (Liputan6.com/Dok BRIN)

Liputan6.com, Jakarta - Kanker paru-paru, salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel abnormal di paru-paru yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Penanganan kanker paru telah menjadi fokus banyak penelitian, termasuk dalam pengembangan terapi baru yang lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih rendah.

Salah satu pendekatan inovatif dalam terapi kanker paru adalah penggunaan nanopartikel berbasis bahan lokal. Inovasi ini sudah mulai dikembangkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Peneliti Utama Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi, Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Dani Gustaman Syarif menyampaikan jumlah kasus kanker paru mencapai 2,48 juta jiwa.

"BRIN melakukan riset pengembangan nanopartikel Hidroksiapatit-Zirkonium (Zr Dopped HAp), bahan baku nanopartikel yang digunakan adalah zirkonium yang banyak tersebar di Bangka Belitung dan Kalimantan," jelasnya, melalui siaran pers dikutip pada Selasa (16/4/2024).

Selain itu, biomassa dari tulang hewan juga dimanfaatkan untuk hidroksiapatit nanopartikel (HAp-N) sebagai sistem penghantaran obat.

Ia menyebut zirkonium digunakan sebagai fotosentisizer untuk menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang mematikan sel kanker paru melalui penggunaan hidroksiapatit nanopartikel (HAp-N) sebagai sistem penghantaran obat.

"Pengembangan obat baru untuk terapi kanker di Indonesia memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, namun bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan," ujarnya.

Namun demikian, lanjutnya, dengan adanya fasilitas pendukung, proses translasi hasil riset obat di Indonesia menuju fase klinis dapat berjalan sesuai kaidah yang dipersyaratkan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya