Liputan6.com, Bandung - Sekitar 300-an massa aksi gabungan buruh beragam sektor di Bandung Raya memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di Taman Cipakayang, Dago, Kota Bandung, 1 Mei 2024. Mereka menyuarakan sehimpun masalah perburuhan yang masih berlangsung sampai hari ini.
Masalah-masalah itu seperti upah murah, status hubungan kerja yang tak jelas, problem jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, kriminalisasi aktivis buruh, pemberangusan serikat pekerja, diskriminasi serta pelecehan terhadap buruh perempuan, kebijakan yang pro-pemodal, dan sejumput petaka lainnya.
Massa aksi tidak hanya buruh, tapi juga pelajar dan mahasiswa, hingga korban penggusuran kota. Dalam aksi tersebut, mereka bersepakat mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Buruh Bandung Raya.
Advertisement
Massa membawa ragam poster protes, juga saling bergilir menyampaikan orasi. Sejumlah orang dewasa tampak membawa anak-anak mereka, perjuangan nasib buruh diartikan juga perjuangan nasib keluarga mereka.
Salah satu perwakilan buruh, Aan Aminah, menyampaikan keresahannya soal pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kerap dilakukan perusahaan bahkan tanpa memijak pada aturan hukum yang adil.
"Pemutusan hubungan kerja tetap ada, dan status kontrak itu dulu cuman 3 tahun, masuk ke 4 tahun, dan sekarang kan 5 tahun. Bagaimana nasib anak anak kami kedepannya," kata Aminah yang kini masih jadi Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Militan (F-SEBUMI).
Aan Aminah diketahui sempat tersandung kasus kriminalisasi buruh atas tuduhan penganiayaan sekuriti pabrik tekstil CV Sandang Sari. Insiden terjadi saat Aan bersama buruh lainnya hendak berjuang melawan PHK, dan menuntut pembayaran THR dan upah pada 22 Juni 2020 silam. Saat itu, Aminah juga dituding jadi provokator gerakan buruh di tingkat pabrik.
"Kriminalisasi pada aktivis buruh harus terus dilawan, karena apa sih kejahatan buruh? Buruh hanya menuntut hak mereka yang tidak diberikan oleh perusahaan. Saya akan terus menentang dan tidak akan pernah mundur dari perjuangan ini. Siapapun anggota saya, siapapun buruh yang mengalami seperti itu, saya akan tetap maju untuk membela mereka," lantang Aminah.
Advertisement
Baca Juga
Masalah Upah
Buruh di Bandung Raya seringkali masih harus berurusan perusahaan yang bermasalah dalam pemenuhan hak dasar upah dan tunjangan. Buruh tak jarang mesti mendesak perusahaan terlebih dahulu lewat aksi unjuk rasa agar hak pekerja itu dibayarkan.
Beberapa waktu lalu, seperti dialami Sarah, bukan nama sebenarnya, seorang buruh harian lepas asal Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Sebelum lebaran kemarin, ia harus berdiri di depan gerbang pabrik PT Teodore Pan Garmindo, turut dalam sebuah aksi protes bersama ratusan buruh lainnya menuntut gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR).
Sarah menolak kebijakan manajemen yang hendak membayar upah kerja bulan Maret hanya senilai Rp 300 ribu. Semestinya, buruh perempuan usia 20 tahunan tersebut berhak menerima upahnya lebih dari itu.
"Saya PHL (pekerja harian lepas) di bagian distribusi, (upahnya) 80 ribu sehari, tapi kita mau dibayar 300 ribu, nanti akhir April sisanya (dibayarkan)," kata Sarah.
Sarah bekerja di pabrik garmen tersebut mulai akhir Februari. Di tempat kerjanya, tak ada THR bagi buruh harian lepas seperti Sarah. Sementara upahnya hendak dicicil manajemen dengan dua kali pembayaran.
Belum lagi masalah masa kerja yang juga rabun. Sarah dan kawan-kawan tak mendapat kejelasan apakah kontrak mereka akan diperpanjang atau tidak.
"Kalau udah lebaran kabarnya kita tidak dibutuhkan lagi," kata Sarah.
Pada momentum Hari Buruh Internasional ini, Aliansi Buruh Bandung Raya, menegaskan bahwa kelas pekerja harus membangun solidaritas, dan terus saling bertukar kabar mengenai persoalan yang dihadapi.
Upah layak maupun segala bentuk jaminan kerja menjadi hal yang harus diperjuangkan demi kehidupan yang lebih layak. Peringatan May Day merupakan salah satu langkah bersama untuk saling merekatkan perjuangan buruh, umumnya masyarakat miskin kota.
Dalam pernyataan sikap Aliansi Buruh Bandung Raya, dinyatakan bahwa kini sudah saatnya untuk mulai memberi pelajaran pada pengurus publik dan majikan yang abai terhadap kesejahteraan dan keselamatan kelas pekerja.
Advertisement