Liputan6.com, Bandung - Hari Raya Idul Adha merupakan perayaan yang penting untuk umat muslim di seluruh dunia. Pada perayaannya umat muslim diajarkan banyak hal mulai dari ketaatan, pengorbanan, kehidupan sosial, hingga berbagi kepada sesama.
Idul Adha juga dikenal dengan sebutan Hari Raya Kurban yang menjadi perayaan besar dalam Islam dan jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah. Perayaannya juga bertepatan dengan puncak ibadah haji di Mekkah.
Sebagai informasi Hari Raya Idul Adha mempunyai kisah yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran. Kisah tersebut menceritakan tentang Nabi Ibrahim AS yang diminta Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Ismail AS.
Advertisement
Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim AS bersedia melaksanakan perintah Allah SWT sebagai ketaatannya yang luar biasa. Selain itu anak Nabi Ibrahim AS yaitu Ismail AS juga bersedia untuk dikorbankan sebagai ketaatannya dan keteguhan imannya mematuhi perintah Allah SWT.
Namun dengan kuasa-Nya ketika Nabi Ibrahim AS hendak menyembelih putranya, Allah SWT menggantikan Ismail AS dengan seekor domba. Peristiwa ini memberikan pelajaran berharga bahwa Allah SWT tidak menginginkan pengorbanan manusia melainkan niat ketaatan dan kesetiaan hamba-Nya.
Sejak itu setiap tahunnya umat muslim merayakan Idul Adha dengan ibadah kurban yang bisa diikuti oleh umat muslim yang mampu secara finansial. Mereka disunnahkan untuk menyembelih hewan kurban seperti sapi, kambing, domba, atau unta.
Tentunya hewan kurban tersebut harus memenuhi beberapa syarat dan hanya hewan ternak tertentu yang bisa digunakan. Kemudian hasil kurbannya dianjurkan untuk dibagikan kepada sesama khususnya mereka yang kurang mampu.
Perlu untuk diperhatikan menjelang Hari Raya Idul Adha terdapat hal-hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah larangan untuk bercukur dan memotong kuku sebelum hewan kurban disembelih.
Bagaimana Hukum Larangan Potong Kuku dan Rambut Sebelum Kurban
Melansir dari situs Nu Online pada saat memasuki tanggal 10 Dzulhijjah umat muslim yang hendak berkurban sebaiknya tidak memotong rambut dan kuku. Hal tersebut berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW berikut:
إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي
Artinya: “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Diketahui hadits tersebut juga menjadi perdebatan di antara kalangan para ulama karena adanya perbedaan pendapat. Salah satunya perbedaan pendapat terkait apakah larangannya berlaku bagi orang yang hendak berkurban atau hewan yang akan dikurbankan.
Namun dijelaskan juga dalam hadits bahwa Nabi Muhammad SAW melarang orang yang berkurban memotong rambut dan kukunya tersebut mulai dari awal sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Meskipun banyak ulama sepakat tidak dibolehkan bercukur namun masih ada beberapa perbedaan pendapat terkait maksud larangan tersebut. Terutama jenis larangannya yang termasuk keharaman, makruh, atau hanya mubah saja.
Berdasarkan simpulan Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih berikut ini adalah hadits terkait implikasi larangannya:
الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه
Artinya: “Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya”.
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu mengatakan hikmah dari kesunnahan tersebut adalah agar seluruh tubuh di akhirat kelak diselamatkan dari api neraka. Sebab sebagaimana diketahui, ibadah kurban dapat menyelamatkan orang dari siksa api neraka.
Advertisement
Kesunahan Ibadah Kurban dan Ketika Penyembelihan
Mengutip dari Nu Online ada beberapa kesunahan ibadah kurban yang bisa diikuti seperti berikut:
1. Tidak memotong kuku dan rambut
Seperti dijelaskan sebelumnya saat memasuki tanggal 10 Dzulhijjah orang yang melaksanakan ibadah kurban disunahkan untuk tidak memotong kuku dan rambutnya sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini:
إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي
Artinya: “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
2. Melakukan penyembelihan dengan tangan sendiri
Ketika melaksanakan ibadah kurban disunahkan untuk melakukan penyembelihan dengan tangan sendiri. Namun jika ada udzur atau yang lain maka prosesnya bisa diwakilkan namun sunah untuk menyaksikan sebagaimana hadits berikut:
وَقَالَ لِفَاطِمَةَ قُومِي إلَى أُضْحِيَّتِك فَاشْهَدِيهَا فَإِنَّهُ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهَا يُغْفَرُ لَك مَا سَلَفَ مِنْ ذُنُوبِك } رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَ
Artinya: “Berdirilah kamu untuk hewan kurbanmu, saksikanlah! Sesungguhnya dimulai tetesan pertama kali dari kurban akan memintakan ampunan padamu atas dosa-dosamu yang lampau” (HR. Hakim).
3. Sunah saat prosesi penyembelihan
Ketika proses penyembelihan hewan kurban ada beberapa hal yang disunahkan seperti berikut:
- Membaca bismillah saat menyembelih.
- Bersolawat kepada Nabi.
- Menghadapkan kiblat hewan yang hendak dikurbankan.
- Bertakbir.
- Berdoa agar ibadah kurbannya diterima oleh Allah SWT.
Keutamaan Berkurban
Melaksanakan ibadah kurban merupakan salah satu sunah rasul yang sangat dianjurkan untuk dilakukan terutama bagi seseorang yang mampu. Ibadah kurban juga sarat dengan hikmah dan keutamaan seperti dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: “Aisyah menuturkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya,” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kemudian dalam hadits tersebut nabi menjelaskan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah pada saat hari raya Idul Adha. Disebutkan juga bahwa hewan yang dikurbankan pada saat di akhirat nanti akan datang kepada orang yang berkurban.
Dalam hadits juga disebutkan meskipun ibadah kurban adalah sunah namun untuk orang yang sudah mampu berkurban dianjurkan dilaksanakan. Bahkan terdapat hadits bagi orang yang mampu berkurban tetapi tidak mau melaksanakannya maka ia dilarang mendekati tempat salat Rasulullah.
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا" - رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَه, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Artinya: “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat salat kami,” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Imam Hakim).
Berkurban juga mempunyai makna mendalam yang diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata sebagaimana yang ia korbankan segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Karena pada hakikatnya ibadah kurban bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbankan melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban.
Advertisement