Forum Gen Z: Waspada Serangan Budaya Asing, Diplomasi Harus Diperkuat

Strategi diplomasi budaya ini sebenarnya menandai perang tak kasat mata, yaitu serangan konten budaya asing terhadap ketahanan budaya kita.

oleh Tim Regional diperbarui 15 Agu 2024, 08:56 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2024, 22:27 WIB
Ilustrasi konser Kpop/dok. Unplash Rachel
Ilustrasi konser Kpop/dok. Unplash Rachel

Liputan6.com, Jakarta - Forum Gen Z, sebuah forum yang fokus dengan perkembangan dunia generasi z menyoroti konser Kpop yang hadir silih berganti di Indonesia selama dua tahun terakhir ini. Konser ini selalu sukses, bahkan banyak yang rela melakukan perjalanan lebih dari 12 jam dari daerah terpencil hanya untuk menonton konser Kpop di Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Forum Gen Z, Irwan Ariefyanto, mengatakan fenomena ini adalah dampak dari strategi diplomasi budaya Korea selatan yang disebut Hallyu atau Korean Wave. Strategi diplomasi budaya ini sebenarnya menandai perang tak kasat mata, yaitu serangan konten budaya asing terhadap ketahanan budaya kita.

“Jika ketahanan budaya kita lemah, maka akan terlihat fenomena generasi muda yang lebih menjunjung tinggi budaya dan ideologi asing daripada ideologi Pancasila. Sebelum Korea, kita pernah mengalami strategi budaya Jepang yaitu Cool Japan, dan sekarang kita tengah mengalami gempuran diplomasi budaya Tiongkok melalui gim,” ujarnya, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (14/8/2024).

Lebih lanjut Irwan mengatakan, Indonesia hanya dipandang sebagai pasar terbesar yang mampu memberikan keuntungan bagi negara-negara tersebut, dan targetnya adalah generasi muda kita dan mungkin masa depan Indonesia.

Pentingnya Diplomasi Budaya

Ilustrasi anime, kartun Jepang
Ilustrasi anime, kartun Jepang. (Photo by Moujib Aghrout on Unsplash)

Salah satu cara untuk menahan serangan tersebut adalah diplomasi budaya. “Ini merupakan upaya untuk tidak hanya memperkenalkan kebudayaan negara tertentu untuk meningkatkan rasa saling percaya, tetapi juga untuk memberikan dampak dan pengaruh ke aspek lain seperti ideologi, politik, pariwisata, dan juga ekonomi (ekspor-impor),” katanya.

Diplomasi budaya di zaman ini dilakukan melalui industri konten yang juga disebut industri budaya (cultural industries). Di Jepang, Korea dan Tiongkok, industri budaya ini meliputi sektor konten yaitu komik, animasi, gim, film dan musik.

Negara-negara tersebut mulai menggunakan tolak ukur cultural export atau ekspor budaya dalam perhitungan kesuksesan ekspor konten. “Di Indonesia sendiri, di mana posisi kita di tengah gempuran diplomasi budaya asing?,” ujar Irwan.

Sebagai orang tua yang lahir di era 80-an, Irwan memberikan contoh masyarakat saat itu memiliki memori menonton serial Oshin yang menceritakan susahnya kehidupan rakyat jelata Jepang. Serial ini menciptakan simpati pada Jepang pasca kalah perang, walaupun sebelumnya pun sudah sempat menduduki Indonesia selama lebih dari tiga tahun.

Selama beberapa dekade setelahnya, Indonesia dibanjiri berbagai cerita Jepang melalui media komik (manga), seperti Doraemon, Candy Candy, Hokuto no Ken, juga serial animasi (anime) seperti Saint Seiya, Sailor Moon, dan lainnya. Jepang kemudian juga memproduksi konten budaya melalui berbagai judul gim di platform Nintendo, Sega, dan PlayStation.

Perlu Upaya Melindungi

Ingin Main Game Honor of Kings? Cek Dulu Spesifikasi HP Android dan iOS Kamu!
Ingin Main Game Honor of Kings? Cek Dulu Spesifikasi HP Android dan iOS Kamu! (Liputan6.com/ Yuslianson)

Dampaknya, masyarakat Indonesia menjadi sangat familiar tidak hanya dengan produk Jepang, tapi juga kebudayaan dan filosofinya. “Seperti Bushido, kode etik keksatriyaan samurai, yang diperkenalkan melalui adaptasi tokoh-tokoh sejarah Jepang, misalnya Hattori Hanzo, Oda Nobunaga, Akechi Mitsuhide, Yukimura Sanada yang kisahnya sering diadaptasi di berbagai judul komik dan gim Jepang,” paparnya.

Menurut Irwan, Korea juga mengikuti haluan yang sama: Korean Wave atau Hallyu yang berfokus pada tiga sektor konten, yaitu gim, film dan musik. Hasilnya, gim MMORPG Nexia rilis pada 1998, film Korea Shiri tayang ditayangkan pada 1999 dan meraih Box Office, dan ekspor K-pop pertama melalui konser H.O.T di Beijing pada 2000.

Kini, Korea menikmati hasil dari sorotan popularitas di kancah global, dengan sektor gimnya sebagai pemicu terbesar ekspor konten Korea, dengan nilai lebih dari 10 kali lipat ekspor K-pop, atau setara dengan 200 kali lipat ekspor film Korea.

Dalam satu dekade terakhir, industri konten China telah memproduksi 5 dari 7 judul gim mobile MOBA dunia. Pendapatannya pun tak main-main. Honor of Kings, misalnya, dengan lebih dari 200 juta pemain di seluruh dunia dan dimainkan di 50 negara, mereka telah menghasilkan 150 triliun sejak rilisnya pada 2015.

Tak hanya itu, dengan menyuguhkan berbagai karakter yang terinspirasi dari sejarah dan tradisi budaya Tiongkok, seperti Guan Yu, Zhao Zhao, Lu Bu dan masih banyak tokoh sejarah Tiongkok lainnya, Honor of Kings menjadi alat diplomasi budaya China ke kancah global. Saat ini pemain Honor Of Kings sudah mencapai 50 juta di Indonesia.

“Tidak heran banyak anak-anak sekolah di Indonesia sekarang lebih mengenal tokoh-tokoh legendaris dari Tiongkok daripada tokoh-tokoh nasional Indonesia,” kata Irwan.

Banyaknya gim dan event-event gim asing di Indonesia ini tujuannya adalah untuk mendapatkan revenue dari Indonesia, yang merupakan pasar gim terbesar no 4 di dunia. Dan Indonesia adalah negara yang belum punya peraturan yang jelas untuk produk-produk asing sehingga mereka bebas melakukan aktivasi di sekolah-sekolah.

“Apakah pemerintah Indonesia terbesit bagaimana melindungi anak-anak muda kita dari pengaruh diplomasi budaya asing ini,” tutur Irwan.

Gim yang Terinspirasi dari Budaya Indonesia

Gim Honor of Kings bukanlah upaya pertama China untuk melakukan diplomasi budayanya. Pada 2022, gim Genshin Impact menyajikan opera China di dalam gim mereka melalui karakter bernama Yunjin.

Hal ini tidak hanya membuat opera China diterima, tetapi juga didukung dan diselebrasikan oleh pemain global. Di Indonesia sendiri, opera cina di dalam genshin impact ditonton lebih dari 15 juta pemain gimnya. Atas upayanya, tim developer Genshin Impact, Hoyoverse diangkat sebagai duta seni dan budaya oleh pemerintah Tiongkok.

Untuk mengimbangi diplomasi budaya asing lewat gim ini, apakah Indonesia mampu mengembangkan gim yang terinspirasi dari budaya Indonesia dan mengenalkan tokoh-tokoh Indonesia?

“Saatnya pemerintah dan para developer game untuk segera bersikap. Ini sudah lampu merah. Lama kelamaan karakter bangsa ini terutama anak muda akan terkikis dengan sendirinya,” ujar Irwan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya