Liputan6.com, Palembang - Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel), menjadi salah satu daerah yang melakukan budidaya sapi melalui program Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska).
Para petani kelapa sawit memelihara sapi di lahannya, untuk mendapatkan banyak manfaat. Mulai dari ketersediaan pupuk organik untuk menggemburan lahan hingga meningkatkan swasembada daging dari Musi Banyuasin.
Wakil Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia sekaligus Ketua DPD I Aspekpir Sumsel Bambang Gianto berkata, ada sekitar 150 petani sawit yang juga anggota Aspekpir Sumsel, yang sudah menjalankan program integrasi Siska.
Advertisement
Para petani didominasi dari Kabupaten Musi Banyuasin. Selain lahannya luas, program Siska juga tetap berjalan di daerah tersebut. Serta menjadi daerah pertama untuk peremajaan lahan sawit dan didukung dengan sekolah peternakan rakyat di sana.
Baca Juga
“Ada sekitar 1.500 ekor sapi yang dipelihara di kebun mereka. Bukan dikandangkan di satu tempat, tapi digembalakan,” ucapnya, dalam acara Workshop UKMK Berbasis Kelapa Sawit, kerjasama Aspekpir Indonesia dan BPDPKS, di Hotel Grand Duta Palembang, Kamis (22/8/2024).
Workshop tersebut mengusung tema 'Memanfaatkan Lahan Perkebunan Sawit Sebagai Sentra Budidaya Sapi Melalui Penerapan Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska) Menuju Swasembada Daging’.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Aspekpir bekerjasama menggelar workshop ke ratusan petani sawit yang juga anggota Aspekpir di Sumsel, untuk lebih meningkatkan program Siska. Terutama untuk para petani sawit yang masih awam dengan program tersebut.
Program Siska tersebut, lanjut Bambang, bisa memberikan nilai tambah dari usaha kelapa sawit. Lahan dari bekas peremajaan sawit yang hingga 25 tahun dipakai, sudah memasuki siklus kedua, sehingga menurunkan kualitas kesuburan tanah.
Dari para ahli, lahan yang sudah rusak bisa diperbaiki dengan pupuk organik, yang lebih cepat menggemburkan tanah. Namun kendalanya, harus membutuhkan biaya yang besar.
“Kenapa petani tidak beternak sendiri saja, buat pabrik pupuk dari dalam perut sapi. Dengan pupuk kompos dari kotoran sapi, bisa meningkatkan penyerapan unsur hara lebih baik, tanah subur dan bisa menekan biaya produksi pupuk. Pangan sapi juga bisa didapat dari lahan sawit,” ujarnya.
Selain bisa memperbaiki lahan kelapa sawit, para petani juga bisa menjual daging sapi, sehingga mendukung program swasembada daging dari Musi Banyuasin Sumsel.
Budidaya Sapi
Kendala lainnya dalam menjalankan program SISKA tersebut, yakni kesadaran petani yang belum terbentuk hingga penyediaan sapi yang akan dipelihara. Kolaborasi dari BPDPKS dan Aspekpir itulah, diharapkan bisa meningkatkan motivasi petani sawit untuk memulai budidaya sapi.
Solusi dari kendala tersebut yakni dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Aspekpir Sumsel dengan PT Livestock Internasional Network Company, untuk mempercepat pengembangan budidaya sapi pola SISKA di Sumsel.
“Yakni melalui pendampingan managemen, pemanfaatan teknologi, pembibitan dan pemasaran. Akan ditindaklanjuti penyusunan program kerja bersama dalam mengembangkan budidaya sapi pola SISKA bagi petani plasma yang juga anggota Aspekpir di Sumsel,” ujarnya.
Kepala Divisi UKMK BPDKPS Helmi Muhansyah, BPDPKS yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap untuk mempromosikan kebaikan sawit. Karena ada divisi UKMK di bagian direktorat kemitraan.
“Walau kelapa sawit komoditas penyumbang devisa, tapi kita terus mendorong mempromosikan kegiatan sawit dan swasembada daging. Semua kegiatan sawit akan kami dukung. Apalagi dari sawit bisa menghasilkan lebih dari 150 jenis produk, mulai dari kosmetik, batik, helm dan lainnya,” katanya.
Advertisement