Liputan6.com, Bandung - Mungkin kita pernah terjangkit batuk rejan alias pertusis tanpa disadari. Namun, kita tidak mengenalnya sebagai pertusis karena awam dengan istilah medis.
Batuk yang membuat capek seluruh badan ini sering kali terjadi tiada henti ini, dijelaskan dr. Pittara di laman Alo Dokter disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan.
"Bakteri ini menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah (droplet) penderita batuk rejan atau menyentuh benda yang terpapar," terang Pittara dicuplik Senin (26/8/2024).
Advertisement
Pittara menjelaskan batuk rejan atau pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernapasan dan paru-paru. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa, terutama bila menyerang bayi dan anak-anak.
Batuk rejan (whooping cough) biasanya ditandai dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Umumnya, batuk rejan sering diawali dengan bunyi tarikan napas panjang melengking khas yang terdengar mirip 'whoop'.
"Kondisi ini bisa menyebabkan penderitanya sulit bernapas," ungkap Pittara.
Pittara menegaskan meski sama-sama ditandai dengan batuk terus menerus, pertusis berbeda dengan tuberkulosis (TB).
Selain disebabkan oleh jenis bakteri yang berbeda, tuberkulosis biasanya menyebabkan batuk lebih dari 2 minggu, keringat di malam hari, berat badan turun drastis, dan batuk berdarah.
Semua orang bisa terkena batuk rejan, tetapi risiko terkena penyakit ini lebih tinggi pada beberapa orang dengan kondisi di bawah ini:
- Usia di bawah 1 tahun atau di atas 65 tahun
- Belum menjalani atau melengkapi vaksinasi pertusis
- Tinggal atau berkunjung di wilayah dengan wabah pertusis
- Sedang hamil- Sering melakukan kontak dengan penderita pertusis
- Menderita obesitas
- Memiliki riwayat asma
Gejala Batuk Rejan
Pittara memaparkan bakteri Bordetella pertussis yang masuk ke dalam tubuh akan melepaskan racun dan menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan.
Tubuh penderita lalu merespons dengan meningkatkan produksi lendir untuk menangkap bakteri, yang selanjutnya dikeluarkan melalui batuk secara terus-menerus.
"Akibat batuk tanpa henti tersebut, penderita secara refleks menarik napas panjang dan cepat sehingga timbul bunyi lengkingan (whooping) yang menjadi gejala khas batuk rejan," ungkap Pittara.
Gejala batuk rejan umumnya baru muncul 5–10 hari setelah seseorang terpapar bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan.
Pada tahap awal, gejala batuk rejan berlangsung selama 1–2 minggu dan biasanya serupa dengan gejala batuk pilek.
"Penderita bisa mengalami keluhan berupa batuk ringan, bersin-bersin, pilek atau hidung tersumbat, mata merah dan berair, serta demam ringan," sebut Pittara.
Meski gejalanya ringan, pada tahap awal ini penderita berisiko menularkan bakteri ke orang lain melalui percikan ludah saat batuk atau bersin.
Setelah tahap awal, penderita batuk rejan mengalami gejala tahap lanjut yang berlangsung selama 1–6 minggu.
Pada tahap ini, gejala yang dialami bisa makin memburuk dan menimbulkan beragam keluhan, seperti:
- Batuk keras terus-menerus disertai bunyi “whoop” saat menarik napas panjang di antara batuk
- Wajah tampak memerah atau kebiruan saat batuk- Muntah setelah batuk- Merasa sangat lelah setelah batuk- Kesulitan mengambil napas
"Selain makin memburuk, durasi batuk rejan pada tahap lanjut bisa berlangsung lebih dari 1 menit. Frekuensinya juga menjadi lebih sering, terutama di malam hari," tutur Pittara.
Sedangkan tahap pemulihan batuk rejan bisa berlangsung selama 2–3 minggu. Pada tahap ini, tingkat keparahan dan frekuensi gejala mulai mereda secara bertahap.
Namun lanjut Pittara, batuk bisa kambuh selama beberapa bulan jika penderita mengalami infeksi saluran pernapasan.
"Jika menyerang bayi atau anak-anak, batuk rejan sering tidak menimbulkan gejala," sebut Pittara.
Namun, bayi bisa mengalami keluhan berupa napas terhenti sementara (apnea) dan kulit bayi tampak membiru karena kekurangan oksigen.
Advertisement
Pencegahan Batuk Rejan
Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi pertusis.
"Vaksin ini biasa diberikan dokter atau bidan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, dan polio (vaksinasi DTP)," sebut Pittara.
Imunisasi dasar untuk DTP diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Namun, jika ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi tidak bisa melakukan imunisasi, orang tua disarankan untuk membawa anak untuk melakukan imunisasi kejaran (catch up) sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter.
Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan (booster) agar manfaatnya lebih optimal. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan 18 tahun.
"Imunisasi booster juga dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali," ungkap Pittara.
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster di usia kehamilan 27–36 minggu. Vaksinasi pertusis saat hamil bisa melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal kelahirannya.
Selain menjalani vaksinasi, praktikkan juga gaya hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
"Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda atau anak Anda mengalami gejala batuk rejan seperti yang telah dijelaskan di atas, terutama bila belum mendapatkan vaksin pertusis," imbau Pittara.
Pemeriksaan dan penanganan perlu segera diberikan untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Dianjurkan untuk segera memeriksakan diri bila menderita gangguan saluran pernapasan, penyakit jantung, dan obesitas.
Tujuannya adalah untuk mengetahui penyebab batuk yang dialami dan mengontrol kondisi kesehatan Anda.