Kain Tenun Pinawetengan Bermotif Guratan Leluhur, Titik Awal Kebudayaan Minahasa

Proses pembuatan kain tenun pinawetengan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah penkloasan benang, pembidangan, dan pembuatan pola. Selanjutnya, pola yang sudah dibuat ditutup dengan cara diikat menggunakan tali rafia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Des 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 15 Des 2024, 13:00 WIB
kain pinawetengan
Guratan Watu Pinawetengan ini kemudian menginspirasi lahirnya kain tenun khas Minahasa.

Liputan6.com, Manado - Watu Pinawetengan atau Pinawetengan adalah batu besar yang ditemukan di dataran tinggi (tonduraken) Minahasa. Bukan sekadar seonggok batu tak bermakna, pinawatengan merupakan titik awal kebudayaan Minahasa.

Mengutip dari indonesiakaya.com, pada batu tersebut tertulis guratan-guratan dari berbagai leluhur sub-etnis Minahasa. Mereka menuliskan ikrar untuk bersatu.

Guratan-guratan itu ditemukan pada 1888. Setelahnya, gambar dan guratan-guratan pada Watu Pinawetengan diaplikasikan ke berbagai media yang sekaligus mencerminkan ciri khas budaya Minahasa, salah satunya pada kain tenun. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur pada Watu Pinawetengan.

Proses pembuatan kain tenun pinawetengan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah penkloasan benang, pembidangan, dan pembuatan pola. Selanjutnya, pola yang sudah dibuat ditutup dengan cara diikat menggunakan tali rafia.

Setelah pola terbentuk pada benang, kemudian masuk ke tahap pewarnaan. Selanjutnya, masuk tahap pengginciran dan pemaletan benang. Setelah itu, barulah benang yang sudah diwarnai dimasukan ke dalam alat tenun ikat untuk disatukan menjadi kain tenun yang indah.

Jika sudah sampai tahap ini, para perajin kain tenun membutuhkan waktu pengerjaan selama tiga minggu hingga satu bulan untuk menghasilkan benang yang sudah terbentuk pola. Selanjutnya, para perajin bisa menghasilkan satu meter kain tenun per hari ketika mulai masuk proses penyatuan benang pada alat tenun ikat.

Kain tenun ini umumnya memiliki motif-motif yang merepresentasikan leluhur Minahasa. Pola tersebut menyerupai beberapa guratan dan gambar di Watu Pinawetengan, seperti motif karema, lumi’muut, dan toar. Tak hanya di Watu Pinawetengan, gambar tersebut ternyata juga ditemukan di Gua Angano, Filipina.

Selain tiga motif tersebut, ada juga motif lingkan wene yang menggambarkan dewi kesuburan, motif toar yang menggambarkan waktu masih bayi, serta motif ikan yang menunjukkan musim tertentu. Secara umum terdapat 4 jenis kain Pinawetengan, yaitu kain polyster, sifon, sutera, dan tenun. Bedanya terletak pada penggunaan benang yang tentunya mempengaruhi harga jual.

Tak hanya sebagai selembar kain, kain tenun pinawetengan sekaligus menjadi identitas budaya Minahasa yang masih melestarikan peninggalan leluhurnya. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa Watu Pinawetengan merupakan titik awal kebudayaan Minahasa.

 

Penulis: Resla

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya