Liputan6.com, Bandung - Yayasan Bina Administrasi (YBA) selaku badan penyelenggara Universitas Bandung didesak untuk melepas perguruan tinggi swasta itu lewat skema alih kelola. Desakan disampaikan pegawai, mahasiswa, hingga orang tua dengan harapan bahwa opsi itu dapat menyelamatkan kelanjutan kampus dan seluruh civitas akademik.
“Kita sudah minta alih kelola saja kalau memang yayasan tidak sanggup. Yang kita pikirkan bukan hanya nasib kita (pegawai) saja, tapi juga mahasiswa,” disampaikan Riki Hardiansyah, perwakilan pegawai saat diwawancara beberapa waktu lalu di Bandung.
Advertisement
Baca Juga
Alih kelola diyakini bisa jadi upaya menghindar dari kerugian yang lebih besar, agar kampus tidak ditutup. “Kita menekannya agar yayasan legowo, ya, alih kelola. Kalau kampus ditutup yang dirugikan itu semua pihak,” kata Riki.
Advertisement
Mahasiswa Fakultas Kesehatan dan Teknik, Puspa, juga menyatakan hal yang sama. Setelah mencermati sengkarut beberapa bulan terakhir di Universitas Bandung, mahasiswa berpendapat bahwa yayasan bermasalah misalnya ihwal pengelolaan uang.
Diketahui, dosen dan staf lainnya tidak mendapatkan gaji selama enam bulan hingga mereka berhenti mengajar dan perkuliahan pun mandek. Ada pula masalah re-akreditasi yang belum dibayar. Akibatnya, mahasiswa tingkat akhir terancam tak bisa ikut Uji Kompetensi Nasional (Ukomnas) sebagai syarat kelulusan. Ratusan alumni pun tak kunjung terima ijazah karena dampak masalah re-akreditasi.
“Sangat sepakat dengan opsi alih kelola. Kita sudah berusaha belajar semaksimal mungkin. Lebih baik alih kelola oleh yayasan yang memang bisa mengelola kampus ini,” katanya. “Saya inginnya tidak mau pindah. Takutnya kalau pindah kampus beda lagi pembiayaannya (takut lebih mahal),” imbuhnya.
Dua orang tua mahasiswa yang tak ingin disebut namanya, urun pendapat soal alih kelola ini. Jika secara materil yayasan yang sekarang tidak sanggup membereskan masalah, yayasan didesak agar menyetujui alih kelola. Para orang tua, katanya, hanya ingin anaknya bisa kuliah dengan normal, lalu lulus tepat waktu.
“Kalau memang yang mengambil alih selanjutnya bisa menyelesaikan masalah, ya, alih kelola. Kami, tidak jadi pindah. Tapi kalau itu tidak terpenuhi, alternatif terbaik mungkin pindah kampus”.
Namun, pindah kampus diaku bukan perkara gampang. Selain cemas soal biaya, orang tua takut anaknya merugi waktu.
“Anak saya masih semester 3. Kalau pun pindah kampus juga ada risiko, misalnya adaptasi anak, juga tentang KIP-nya (beasiswa) juga gak tahu nanti gimana, terus alot untuk pemindahannya gak bisa langsung, sedangkan perkuliahan disini molor terus, orang lain udah UAS anak saya UTS aja belum,” keluh orang tua lain.
Tanggapan Yayasan
Ketua Yayasan Bina Administrasi, Uce Karna Suganda, menanggapi soal desakan alih kelola ini. Dia mengaku tidak keberatan jika memang ada yang sanggup untuk mengalih kelola, asalkan membayar semua biaya termasuk tunggakan upah pegawai dan utang bank.
“Mangga, saya tidak keberatan. Tapi yang alih kelola nanti mau tidak membayar itu (tunggakan-tunggakan yang harus dibayarkan),” kata Uce kepada wartawan, Selasa, 7 Januari 2025.
Uce menyampaikan, secara keseluruhan tunggakan yang harus dibayarkan kini mencapai sekitar 18 miliar rupiah. Belum lagi biaya lainnya, aku Uce, seperti nilai kampus dan izin yang bisa mencapai 1,5 miliar rupiah.
“Yang harus dibayar itu sekitar 8 miliaran. Belum hutang ke BNI, tinggal 10 miliar. Boleh sok siapa yang alih kelola, mau tidak gaji semua beres. (Jika bersedia) kita walk out,” katanya. “Nah mau enggak, alih kelola itu kan tidak mudah. Kalau hanya meneruskan tapi itu (tunggakan) tidak dibayar kan repot,” imbuh dia.
Uce mengatakan, pihak yayasan tengah berupaya untuk membenahi krisis keuangan di Univesitas Bandung. Dia menyebut sejumlah rencana atau opsi penyelesaian, seperti menjuat aset mobil-mobil hingga gedung kampus di daerah Cipagalo, Kota Bandung. Jika terjual, perkuliahan akan dipusatkan di kampus Muararajeun.
“(Harga gedung) Kurang lebih 25 miliar, belum termasuk izin. Dulu ada yang sudah menawar, tapi tidak jadi. kami sudah berharap,” katanya.
Sejauh ini, katanya, pihak yayasan beritikad untuk bertahan dan menyelesaikan masalah di Universitas Bandung. “Gak apa-apa saya dihujat, sebab kalau saya keluar bubar nanti pengurus (yayasan). Saya tetap berjuang. Semoga kampus terjual cepat,” katanya.
Advertisement
Tanggapan LL Dikti
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL DIkti) Wilayah IV, Samsuri, menjelaskan, proses alih kelola tersebut bisa dilakukan dengan persetujuan dari yayasan sebelumnya. Alih kelola, katanya, jadi opsi yang mungkin saja dilakukan.
“Selama yayasan setuju untuk proses alih kelola dan itu bisa menjadi opsi, mungkin-mungkin saja,” katanya. “Itu sesuai dengan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020, proses alih kelola itu harus kesepakatan antara yayasan,” imbuhnya.
Usulan alih kelola kemudian harus disampaikan kepada LL Dikti wilayah setempat, untuk kemudian diajukan pada kementerian. Pengajuan itu lalu bakal dievaluasi.
“Kita cek siapa yang mau alih kelola, kita cek legalitasnya bagaimana, dan lainnya,” kata dia.
Terkait permasalahan di Universitas Bandung, LL Dikti Wilayah IV diketahui telah memanggil pihak yayasan, guna meminta klarifikasi ihwal perkuliahan dan gaji dosen. Pertemuan telah berlangsung kemarin (7/1/2025), dihadiri pejabat LL Dikti, Yayasan Bina Administrasi, perwakilan pegawai kampus, mahasiswa dan orang tua.
“Karena ini sudah masuk proses mediasi, nanti satu bulan lagi mungkin akan kita evaluasi,” aku Samsuri.