Liputan6.com, Halmahera - Di tengah lebatnya hutan Halmahera, Maluku Utara, masih ada suku yang hidup sangat berbeda dari kebanyakan masyarakat Indonesia. Mereka adalah Suku Togutil, kelompok yang hidup tanpa listrik, tanpa pakaian, dan tanpa pengaruh dunia luar.
Mengutip dari berbagai sumber, Suku Togutil telah ada sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Mereka tinggal sangat jauh dari kota, sehingga untuk mencapai tempat mereka dibutuhkan perjalanan yang sangat panjang.
Advertisement
Berbeda dengan suku terpencil lain di Indonesia yang sering digambarkan berkulit gelap, anggota Suku Togutil memiliki warna kulit yang lebih terang. Beberapa pengamat menduga mereka memiliki campuran darah dari bangsa lain, meski hal ini belum dibuktikan dengan tes DNA.
Advertisement
Baca Juga
Dalam kesehariannya, Suku Togutil tidak mengenakan pakaian seperti yang kita kenal. Mereka hanya menggunakan serabut dari kulit pohon untuk menutupi sebagian tubuh mereka.
Tidak ada baju, celana, atau pakaian lain yang mereka gunakan. Suku Togutil hidup berpindah-pindah (nomaden) dan mencari makan dengan berburu binatang di hutan dan menangkap ikan di sungai.
Mereka memakan apa saja yang bisa ditangkap, termasuk babi hutan. Tidak ada kegiatan bercocok tanam atau beternak dalam kehidupan mereka.
Sistem kepercayaan Suku Togutil sangat menghormati alam, terutama pohon. Mereka percaya pohon memiliki kekuatan gaib.
Ketika bayi lahir, orang tua akan menandai sebuah pohon sebagai penanda usia. Dengan menghitung lingkaran pada batang pohon tersebut saat ditebang.
Proses melahirkan di Suku Togutil dilakukan di sungai dengan posisi duduk. Bayi yang lahir dengan kondisi tidak sempurna akan ditinggalkan begitu saja.
Saat ada anggota suku yang meninggal, jenazahnya tidak dikubur seperti kebanyakan orang. Mereka meletakkan jenazah di tanah, ditutup dengan batu dan daun, lalu ditinggalkan.
Tempat tersebut kemudian dijauhi karena dianggap membawa sial. Jumlah anggota Suku Togutil terus berkurang dan kini diperkirakan kurang dari 100 orang.
Pernikahan antar keluarga dekat (sedarah) sering terjadi dalam suku ini. Praktik ini turut menyebabkan turunnya jumlah populasi dan munculnya berbagai masalah kesehatan.
Penulis: Ade Yofi Faidzun