Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan sejumlah  strategi untuk mendorong pertumbuhan pasar modal Indonesia. Sejak dinahkodai Tito Sulistio, muncul wacana-wacana baru. Salah satu yang cukup hangat diperbincangkan adalah wacana untuk mendorong perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia untuk mencatatkan sahamnya di BEI.
Tito menjelaskan, adanya wacana tersebut mengingat banyak perusahaan-perusahaan asing yang menggali sumber daya alam di Indonesia. Sesuai dengan amanat undang-undang maka pengelolaan sumber daya tersebut mesti dikembalikan ke masyarakat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membagikan sahamnya ke masyarakat.
Tito melanjutkan, sangat ironis karena selama ini perusahaan-perusahaan asing yang menggali sumber alam Indonesia justru mencatatkan sahamnya di negara lain. "Ada 16 perusahaan yang beroperasi di Indonesia namun jsutru listing di New York, Malaysia, Singapura, Australia. Kebanyakan perusahaan itu adalah perusahaan yang menggali sumber daya alam, perkebunan dan mining," kata dia seperti ditulis, Kamis (10/12/2015).
Bahkan, perusahaan sekelas PT Freeport Indonesia tak luput dari perhatian Tito. Ia bahkan mendesak perusahaan tersebut membagikan sahamnya melalui mekanisme initial public offering (IPO).
"Elok tidak rakyat kasih mandat kepada pemerintah untuk menjalankan negara, termasuk kelola sumber daya alam. Jika sumber daya alam tidak dikelola pemerintah, swasta apalagi, asing terus perusahaan listed di luar negeri, elok tidak? Orang Jawa bilang tidak elok, listed di Indonesia," ujarnya.
Tito menuturkan, pelepasan saham menggunakan mekanisme IPO mungkin untuk dilakukan. Dia bilang, berdasarkan kontrak yang ditandatangani Freeport ada opsi untuk melepas saham melalui Bursa Efek Jakarta.
Kekhawatiran pun muncul, pelepasan saham dianggap tidak efektif meratakan pendapatan ke masyarakat. Asumsinya, jika Freeport melepas saham ke publik ujung-ujungnya bakal dimiliki asing lagi. Tito menegaskan, otoritas bursa mampu membuat regulasi yang isinya saham Freeport hanya bisa dibeli oleh masyarakat lokal.
"Kami bisa bikin peraturan yang beli harus rakyat Indonesia, bisa. Itu keberpihakan namanya, yang beli harus rakyat Indonesia. Asing beli setelah berapa tahun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa bikin, bursa bisa bikin," kata dia.Â
Langkah itu pun mendapat dukungan dari OJK. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menuturkan, apabila terealisasi maka akan memperkuat kapitalisasi pasar modal Indonesia.
"Belum ada pembicaraan dari Freeport. Kita juga belum terima data apapun dari Freeport ke OJK. Kan kita juga belum tahu keputusannya lewat IPO atau apa. Tapi kalau masuk lewat IPO, ini positif," ujar Nurhaida.Â
Sayangnya memaksa perusahaan asing untuk melepaskan sahamnya ke publik bukan perkara mudah. Pemerintah menyatakan IPO merupakan opsi terakhir untuk divestasi saham Freeport.
Kepala Bagian Hukum Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Heriyanto‎ mengakui selama ini Freeport Indonesia menginginkan divestasi dengan mekanisme IPO. Bagi pemerintah, itu bukan opsi pertama.
Dia mengatakan dalam kontrak Freeport Indonesia dengan pemerintah memang tercantum pilihan IPO sebagai pilihan divestasi. Namun karena sifatnya kontrak, keputusan tersebut harus disepakati oleh kedua belah pihak. "Di kontrak memang ada IPO, tapi kan kontrak itu adalah kesepakatan dua pihak. Kalau yang satu sepakat, tapi yang satunya tidak mau ya tidak bisa dong. Jadi harus kedua belah pihak," katanya.
Dalam PP Nomor 77 Tahun 2014 dijelaskan mekanisme penawaran langsung ke pemerintah. Jika pemerintah tidak berminat, maka kemudian akan ditawarkan ke badan usaha milik negara (BUMN).
Jika BUMN juga tidak mengambil opsi tersebut, maka pilihan berikutnya akan diserahkan ke badan usaha milik daerah (BUMD). Jika ketiga mekanisme tersebut tidak juga diambil, maka kemudian ditawarkan ke pihak swasta. Dalam menawarkan ke pihak swasta ini salah satu mekanisme yang bisa dipilih adalah IPO.
Memperhitungkan Peran Broker
Memperhitungkan peran broker
Langkah lain yang dilakukan oleh BEI untuk memperkuat pasar modal Indonesia adalah memperkuat peran broker atau anggota bursa (AB). Pasalnya, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibutuhkan broker yang kuat lantaran akan bersaing dengan negara-negara sekawasan.
Sejumlah opsi pun telah dikaji oleh BEI dan OJK, salah satunya meningkatkan modal dengan merger. Namun, hal tersebut sedang dalam pembahasan dengan pihak atau stakeholder terkait.
"Program perencanaan kita lakukan itu, memperhatikan semua pihak, kebutuhan, kepentingan semua pihak. yang juga secara komprehensif tidak melihat kebutuhan satu pihak satu tertentu. Kalau misalnya merger oleh pelaku industri atau broker menganggap kurang pas sulit mencari pasangan, kita mencari jalan keluarnya. Tujuan utamanya memperkuat permodalan supaya broker kita punya daya saing kuat terutama menghadapi MEA," kata Nurhaida.
Akan tetapi, jika peningkatan modal dengan mekanisme tersebut dinilai tak menguntungkan maka akan dicarikan alternatif lain. Salah satunya dengan mencarikan partner.
"Kalau peningkatan modal juga bukan alternatif yang bisa dilaksanakan tentu kita cari jalan lain apakah broker tertentu permodalan tertentu mereka lebih difokuskan mencari klien transaksi bursa lewat partner pasangan atau pihak-pihak yang lakukan kerjasama itu bentu kajian, dalam arti bukan hanya kajian tapi diskusi dengan broker," tambahnya.
Advertisement
Memperbanyak nasabah
Memperbanyak nasabah
Menambah jumlah emiten dan memperkuat broker bukan satu-satunya yang ditempuh BEI untuk memperkuat pasar modal Indonesia. Manajemen BEI juga menarik masyarakat supaya menjadikan pasar modal sebagai pilihan untuk investasi.
Strategi yang ditempuh antara lain, merayu emiten supaya mendaftarkan nasabahnya terjun di pasar modal. Awalnya, langkah tersebut berhasil dengan realisasinya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex untuk membuka rekening saham untuk pegawainya. Nyatanya langkah tersebut juga diikuti dua emiten lain yakni PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) dan PT Chitose Internasional Tbk (CINT).
Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan, dengan langkah itu bakal menarik sekitar 1.000 nasabah baru pada tahun ini. Adapun perhitungannya, setiap emiten mendaftarkan 500 karyawan.
"Sudah jalan, sekarang ini selain Sritex. Saat ini kita dengan Jababeka dan Chitose yang di Bandung. Sudah ada dua emiten yang sudah proses jalan. Dengan jumlah karyawan investor masing-masing 500 untuk tahun ini," kata dia di Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Selain dua emiten itu, dia menuturkan bakal ada dua tambahan emiten lagi yang mendaftarkan karyawannya untuk membuka rekening saham. Nicky mengatakan, dua emiten itu sedang tahap finalisasi. "Satu atau dua sebenarnya sudah tinggal finalisasi untuk program ini," tandas dia.
BEI menargetkan 10 emiten untuk membuka rekening saham bagi karyawannya pada tahun ini. Langkah tersebut ditempuh lantaran dianggap efektif untuk meningkatkan pasar modal RI. (Amd/Gdn)