Liputan6.com, Jakarta - PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) memberi keterangan terkait penggerebekan di gudang PT Indo Beras Unggul (IBU) selaku anak usaha. Perseroan menyatakan akan kooperatif dan transparan terhadap pihak berwenang yang tengah melakukan verifikasi semua fakta.
Namun demikian, Direktur Tiga Pilar Sejahtera Food Jo Tjong Seng mengatakan, IBU membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal. Perseroan tidak membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program Beras Sejahtera (Rastra) Bulog, bantuan bencana, dan lainnya untuk menghasilkan beras kemasan berlabel.
"PT IBU memproduksi beras kemasan berlabel untuk konsumen menengah atas sesuai dengan deskripsi mutu Standar Nasional Indonesia (SNI)," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia menuturkan, IBU memproduksi beras kemasan dengan standar ISO 22000 tentang food safety dan GMP. "PT IBU mengikuti ketentuan pelabelan yang berlaku dan menggunakan laboratorium terakreditasi sebagai dasar pencantuman informasi fakta nutrisi," ujar dia.
Dia menyatakan perseroan mencantumkan kode produksi sebagai informasi umur stok hasil produksi.
Sebelumnya, Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggrebek sebuah gudang beras di Jalan Raya Rengas Bandung, Km 60, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi pada Kamis 20 Juli malam.
Gudang itu milik IBU, di mana terdapat dugaan praktik curang penjualan beras. Caranya, dengan mengganti kemasan beras bersubsidi untuk dikemas ulang menggunakan merek barang yang lebih berkualitas. Penggerebekan itu dipimpin langsung Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
"Mereka membeli beras IR 64, beras yang disubsidi pemerintah. Kemudian dipoles menjadi beras premium dan dijual dengan harga tinggi" kata Menteri Amran di lokasi.
Dengan adanya praktik curang itu, perusahaan tersebut meraup keuntungan hingga triliun rupiah dalam sebulan. Sebab, kata dia, beras subsidi IR 64, yang hanya dibeli seharga Rp 7 ribu, dijual 3 kali lipat atau mencapai Rp 24 ribu per kilogram.
"Jadi ada selisih sekitar Rp 14 ribu. Katakanlah keuntungan Rp 10 ribu saja. Lalu di kali satu juta kilogram, bisa jadi (keuntungan) Rp 10 triliun. Ini yang membuat konsumen menjerit dan membuat petani kita tidak dapat apa-apa," jelas Amran.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: