Indonesia Resesi, Rupiah Tetap Kuat dan IHSG Masih Menghijau di Penutupan Sesi I

Pada penutupan perdagangan sesi I, IHSG menguat 94,49 poin ke level 5.199,69. Sedangkan rupiah berada di angka 14.435 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Nov 2020, 14:25 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 12:10 WIB
20170210- IHSG Ditutup Stagnan- Bursa Efek Indonesia-Jakarta- Angga Yuniar
Suasana pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I, Kamis (5/11/2020). Penutupan perdagangan sesi I ini sesaat setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III. Sedangkan rupiah juga masih berada di jalur hijau pada perdagangan siang ini. 

Pada penutupan perdagangan sesi I, Kamis (5/11/2020), IHSG menguat 94,49 poin atau 1,85 persen ke level 5.199,69. Sementara indeks saham LQ45 juga menguat 2,70 persen ke posisi 802,20.

Di awal perdagangan ini, IHSG berada di posisi tertinggi pada level 5.217,19. Sedangkan terendah 5.161,39.

Sebanyak 277 saham menguat sehingga mendorong IHSG ke zona hijau. Kemudian 139 saham melemah dan 164 saham diam di tempat.

Sedangkan nilai tukar rupiah juga masih menguat pada perdagangan siang ini. Mengutip Bloomberg, rupiah berada di angka 14.435 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.565 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 14.375 per dolar AS hingga 14.435 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 4,10 persen.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Indonesia Resesi, Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pedagang melintasi lajur penyebrangan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Indonesia masuk resesi. Ini terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy).

Dengan data ini, Indonesia tercatat mengalami resesi usai 2 kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Di mana pada kuartal II-2020 sudah tercatat minus 5,32 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi selama Januari-September tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,03 persen dibandingkan semester I tahun lalu.

"Kalau kita bandingkan dengan posisi triwulan ke III tahun 2019 ekonomi Indonesia pada triwulan II pada yoy masih kontraksi sebesar 3,49 persen. Tetapi kalau kita bandingkan dengan triwulan ke II 2020 ekonomi kita positif 5,05 persen. Sementara secara kumulatif kontraksi 2,03 persen," kata dia di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Kamis (5/11/2020).

Dia mengatakan, meskipun ekonomi terkontraksi sebesar 3,49 persen di kuartal III-2020, tetapi kontraksinya tidak sedalam kuartal ke II-2020 yang sebesar minus 5,32 persen. Artinya terjadi perbaikan.

"Dan tentunya kita berharap di kuartal IV bisa lebih baik apalagi dengan adanya pelonggaran PSBB," tandas dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka minus 3,49 persen pada kuartal III 2020. Artinya, Indonesia akan mengalami resesi setelah pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5,32 persen di kuartal II 2020.

"Kuartal ketiga ini kita juga mungkin sehari, dua hari ini akan diumumkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), juga masih berada di angka minus. Perkiraan minus 3 naik sedikit," ujar Jokowi saat memimpin sidang kabinet paripurna dari Istana Negara Jakarta, Senin (2/11/2020).

Jokowi mengaku telah meminta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan untuk menjaga laju investasi kuartal III 2020 agar tak minus di bawah 5 persen. Namun, hal tersebut belum terealisasi.

"Ternyata belum bisa. Oleh sebab itu, agar dikejar di kuartal IV-2020 dan kuartal I-2021," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya