Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan mencapai level 7.325 pada akhir 2022. Penasehat Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Edwin Sebayang menuturkan, perkiraan IHSG tersebut merujuk pada sumsi earning per share (EPS) di kisaran Rp 523,20 dengan PE 12 hingga 14 kali.
“Saya lihat tahun depan IHSG bisa ditutup sekitar 7.325 dengan asumsi EPS tumbuh sekitar Rp 523,20,” ujar Edwin dalam Economic Outlook 2022 - Kebangkitan Sektor Keuangan, Senin (22/11/2021).
Sementara untuk akhir tahun ini, Edwin menyebutkan IHSG berpotensi ditutup pada level 6.850an. MErujuk pada asumsi EPS yang tumbuh sekitar Rp 489,28 dengan PE 12 hingga 14 kali.
Advertisement
Baca Juga
“Dengan asumsi tahun ini EPS tahun ini tumbuh sekitar Rp 489,28, saya mengambil skenario optimis kurang lebih 14 kali PE, jadi biasanya bulan Desember regarding any condition, biasanya IHSG akan naik, itu saya lihat IHSG bisa cenderung ditutup di level 6.850an,” bebernya.
Edwin memberi penilaian pada sejumlah sektor saham yang akan tumbuh pada 2022. Dengan asumsi, tidak ada covid-19 gelombang 3 di Indonesia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sektor Saham Pilihan
Pertama, sektor perbankan, baik yang konvesnional maupun yang digital. Di antaranya seperti BBCA, BMRI, BBNI, ARTO, dan BBAP.
Lalu ada e-commerce, seperti BUKA dan GOTO. Edwin menilai, sektor ini cukup moncer selama pandemi. Didukung dengan sektor telco seperti TLKM, EXCL, dan ISAT, serta sektor Tower seperti TOWR,TBIG, dan MTEL sebagai ekosistem digital.
“Selama ini kita menikmati online dan itu akan terus berlanjut perilakunya,” imbuh Edwin.
Sektor otomotif seperti ASSI, juga bisa diperhatikan, sejalan dengan stimulus yang diberikan pemerintah di sektor ini. Kemudian seiring dengan kelonggaran PPKM dengan asumsi covid-19 mereda, sektor ritel juga akan mulai bangkit, seperti MPPA dan MAPI.
Sektor selanjutnya yang dinilai overweight tahun depan yakni poultry, seperti JPFA dan CPIN. Kemudian properti ada SMRA, STRA, PWON, dan BSDE.
“Ketika konstruksi dan properti bangkit, biasanya akan diikuti dengan kenaikan dari sektor semen kareena 70 persen penjualan semen masuk ke sektor properti. Di situ ada SMGR dan INTP,” jelas Edwin.
Konstruksi dapat mempertimbangkan WIKA, ADHI dan PTPP. Penilaian ini merujuk pada sejumlah proyek konstruksi yang mulai kembali dijalankan. Kemudian yakni metal mining seperti ANTM, TINS dan INCO.
Advertisement
Netral
Edwin memberi penilaian netral terhadap sektor batu bara dan perkebunan. Hal itu lantaran kedua sektor tersebut sudah mencapai harga tertingginya. Bahkan kecenderungannya akan mengalami penurunan.
Untuk sektor batu bara, pilihannya ada ITMG, ADDRO, PTBA, HRUM, dan UNTR. Perekebunan antara lain, LSP, AALI, SIMP, SGRO, SSMS, dan TBLA.
Sektor selanjutnya yang mendapatkan penilaian netral yakni kesehatan, farmasi dan laboratorium. Pilihan saham untuk sektor ini ada MIKA, SILO, HEAL, KLBF, PEHA, dan PRDA.
"Dengan asumsi tidak ada gelombang III covid-19, orang akan mengurangi saham-saham rumah sakit, farmasi maupun laboratorium,” ujarnya.
Underweight
Edwin menyematkan penilaian underweight untuk sektor consumer staples seperti INDF, ICBP, UNVR, GOOD, dan FOOD.
"Sektor consumer staples perlu di-review. Saya lihat RAP 2022 belum banyak masuk ke konsumer, masih banyak masuk ke bansos sehingga kita lihat daya beli masyarakat belum cepat membaik,” kata Edwin.
Selanjutnya yang berada pada penilain underweight yakni sektor tembakau seperti GGRM, HMSP, WIIM, dan ITIC. Di mana terdapat sentimen bahwa pemerintah juga akan menaikkan cukai rokok.
Advertisement