Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) berhasil mempertahankan kinerja positif pada semester I 2022. BTN membukukan laba bersih sepanjang semester I 2022 Rp 1,47 triliun.
Perolehan laba bersih itu meningkat 59,87 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 920 miliar. Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo menuturkan, pencapaian kinerja semester I 2022 yang sangat positif ini merupakan buah dari transformasi yang dilaksanakan seluruh jajaran BTN dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan.
Baca Juga
"Laba meningkat 59,87 persen jadi nyaris hampir 60 persen menjadi Rp 1,47 triliun,” kata Haru Koesmahargyo dalam Paparan Publik Kinerja Keuangan BTN Semester I 2022, Kamis (15/9/2022).
Advertisement
Haru mengungkapkan, pihaknya optimis hingga akhir 2022 ini, kinerja BTN akan semakin baik dengan berbagai strategi bisnis yang dijalankan.
Menurutnya, kenaikan laba bersih perseroan, ditopang oleh keberhasilan BTN menjalankan inisiatif strategis pada semester I 2022 antara lain peningkatan penyaluran kredit, biaya dana (cost of fund) yang berhasil ditekan seiring dengan peningkatan penghimpunan dana murah ditambah juga dengan susksesnya Bank BTN melakukan perbaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan) yang terus menurun pada semester I 2022.
“Sepanjang periode Januari-Juni 2022, Bank BTN berhasil menyalurkan kredit mencapai Rp 286,15 triliun meningkat 7,61 persen dari posisi yang sama tahun lalu senilai Rp 265,90 triliun. Penyaluran kredit perumahan masih mendominasi total kredit perseroan pada semester I 2022,” ujar dia.
Adapun kredit perumahan yang disalurkan BTN hingga akhir Juni 2022 mencapai Rp 251,91 triliun. Dari jumlah tersebut KPR Subsidi pada semester I/2022 masih mendominasi dengan nilai sebesar Rp137,25 triliun tumbuh 8,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp126,29 triliun.
Kredit
Sedangkan, KPR Non Subsidi tumbuh 5,84 persen menjadi Rp85,30 triliun pada semester I 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp80,59 triliun.
“Kami memacu kredit dengan sangat memperhatikan prinsip kehati hatian. Maka itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan) kami terus membaik. NPL Gross pada semester I tahun 2022 ini berada pada level 3,54 persen, lebih rendah dari sebelumnya di level 4,10 persen, Sedangkan NPL Nett sebesar 1,04 persen, turun dari posisi 1,87 persen,” kata Haru.
Kenaikan kredit berdampak pada pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang tumbuh 35,97 persen pada semester I 2022 menjadi Rp7,737 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,690 triliun. Lonjakan NII tersebut membuat rasio net interest margin (NIM) Bank BTN juga mengalami kenaikan dari 3,41 persen pada akhir Juni 2021 menjadi 4,58 persen pada semester I 2022.
Advertisement
DPK
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), Haru mengungkapkan pada semester I 2022 perolehan DPK Bank BTN mencapai Rp 307,30 triliun naik 2,99 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 298,37 triliun. Dari jumlah tersebut perolehan dana murah atau CASA mencapai Rp137,45 triliun naik sebesar 22,95 persen dibandingkan akhir Juni 2021 sebesar Rp 111,79 triliun.
“Kenaikan CASA yang cukup tinggi tersebut membuat kontribusi dana murah mengalami kenaikan menjadi 44,73 persen dari total DPK Bank BTN pada semester I 2022,” imbuhnya.
Haru menegaskan, kenaikan dana murah Bank BTN berhasil menekan biaya dana atau cost of fund Bank BTN pada semester I 2022 menjadi 2,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,45 persen.
Fokus Bank BTN dalam menggenjot perolehan dana murah dan memangkas dana mahal telah membuat total deposito perseroan mengalami penurunan 8,96 persen menjadi Rp 169,86 triliun pada semester I 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 186,58 triliun.
DPR Restui Rights Issue BTN Rp 4,13 Triliun
Sebelumnya, rencana PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau Bank BTN menambah modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) atau Rights Issue semakin menemukan titik terang. Setelah melakukan keterbukaan informasi awal pada awal pekan ini, sekarang manajemen BBTN mendapatkan lampu hijau dari DPR RI.
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Rabu (14/9/2022).
"Komisi XI DPR RI menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk melalui skema Rights Issue. Nilai Rights Issue porsi Publik sebesar Rp1,65 Triliun dengan porsi saham Pemerintah sebesar 60 persen dan Kepemilikan saham Publik sebesar 40 persen," tulis salah satu kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara.
Dalam kesimpulan berikutnya, Komisi XI menyatakan PMN kepada BTN dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan BTN dengan capital adequacy ratio (CAR) terjaga di atas 15,4 persen.
Selain itu, PMN juga akan meningkatkan kemampuan bisnis dari BTN, khususnya penyaluran 1,32 juta unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang akan mendukung target prioritas nasional di bidang perumahan, serta pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
"BTN telah meningkatkan kinerjanya yang ditunjukan dengan meningkatnya profitabilitas, efisiensi operasional, risiko likuiditas yang terjaga, pengelolaan aset yang berkualitas dan risiko modal yang terjaga," ujar Amir membaca kesimpulan yang keempat.
Advertisement
Ekosistem Pembiayaan
Berikutnya, DPR RI juga meminta kepada Kementerian Keuangan untuk mensinergikan ekosistem pembiayaan perumahan yang lebih efisien, antara lain sinergi BTN, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), dan lain-lain.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga diminta untuk mengoptimalkan manfaat Privatisasi BTN dalam meningkatkan kontribusi penerimaan negara, penyediaan fasilitas KPR, meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat industri lokal serta UMKM dari proyek perumahan yang dibiayai.
Dalam RDP ini, Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada rencana akuisisi maupun merger antara BTN dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).
"Kami mewakili Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder (BUMN). Kami belum pernah menerima proposal terkait dengan usulan merger (BTN dan BNI)," tegas Rionald. Jawaban Rionald ini mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi XI yang hadir karena meluruskan wacana liar yang berkembang akhir-akhir ini.
"Kalau pak Rio sudah berkata seperti ini maka ini bisa menjadi jaminan bagi kita semua," kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga. Apresiasi terhadap jawaban ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Satori.
"Mendengar jawaban pak Rio rasanya plong. Terima kasih pak itu suatu kepastian terkait masalah yang belum jelas," ujar Satori.