Menimbang Sektor Saham yang Menarik di Tengah Kenaikan Suku Bunga

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 50 bps jadi 4,25 persen, lalu apa dampaknya ke sektor saham?

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Sep 2022, 17:05 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2022, 17:05 WIB
IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menuturkan, jika kenaikan suku bunga dapat memberikan katalis negatif ke pasar saham.

Hal ini disebabkan pelaku pasar akan beralih untuk memegang aset yang lebih aman dan memiliki risiko yang lebih kecil seperti obligasi dan deposito di tengah naiknya yield dan tingkat bunga deposito itu sendiri.

“Kenaikan suku bunga ini juga akan berpengaruh pada earnings emiten akibat melemahnya daya beli masyarakat dan kenaikan tingkat bunga pinjaman,” tulis dia dalam ulasannya, dikutip Minggu (25/9/2022).

Ia mengatakan, kenaikan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia pada September 2022 sebesar 50 basis poin menjadi di level 4,25 persen merupakan langkah (BI) dalam upaya ‘front-loading’, ‘preemptive’ dan ‘forward looking’ terhadap ekspektasi kenaikan inflasi kedepan.

“Seperti yang diketahui kenaikan harga BBM membuat inflasi September 2022 diprediksikan oleh BI bisa mencapai 5,9 persen dan akan lanjut meningkat di periode selanjutnya. Mengingat multiplier effect dari kenaikan BBM ini sangat luas dan mendorong kenaikan harga di beberapa sektor lainnya,” kata dia.

Pemicu lainya yang membuat BI masih akan agresif menaikan suku bunga ke depan adalah kebijakan hawkish dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed).

Tingkat suku bunga The Fed saat ini berada pada 3,00 persen-3,25 persen, tertinggi sejak 2008. Menyusul keseriusan The Fed memerangi inflasi hingga pada targetnya di level 2 persen, walaupun hal tersebut harus mengorbankan pelemahan daya beli dan perekonomian.

“Sejalan dengan hal tersebut, BI mencoba untuk mengiringi kenaikan suku bunga oleh The Fed untuk meminimalkan pelemahan nilai tukar rupiah dengan melanjutkan strategi Operation Twist dan mengurangi capital outflow yang terjadi di pasar obligasi,” ujar dia.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sektor Saham

20170210- IHSG Ditutup Stagnan- Bursa Efek Indonesia-Jakarta- Angga Yuniar
Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ia menambahkan, sektor barang konsumen primer saat ini menarik sebagai sektor defensif. Kenaikan inflasi akan berpengaruh terhadap daya daya beli masyarakat, sehingga mereka akan cenderung mementingkan kebutuhan primer dibandingkan dengan kebutuhan akan barang tahan lama (durable goods).

Oleh karena itu, sektor barang konsumen primer (consumer staples) masih menarik ditambah lagi sentimen penurunan harga komoditas CPO. Harga CPO saat ini berada di level RM 3.700, menurun dari level tertingginya sebesar RM 7.000 per ton tahun ini.

Hal tersebut menjadi katalis positif bagi emiten primer karena menekan COGS, margin profitabilitas akan meningkat.

Ia menilai, sektor kesehatan juga masih layak untuk dijadikan sektor pilihan di tengah inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga. Katalis positifnya yaitu tingkat GDP per kapita masyarakat Indonesia meningkat dari tahun ke tahun memiliki korelasi positif dengan angka harapan hidup masyarakat. Oleh karena itu, permintaan pada sektor kesehatan juga pastinya akan meningkat.

“Jadi, tidak heran jika beberapa emiten dengan kapitalisasi pasar yang tinggi, seperti ASII dan EMTK gencar untuk ekspansi bisnis pada sektor kesehatan,” kata dia.

 


Sektor Energi

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, sektor menarik lainya adalah sektor energi, hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari Asian Development Bank (ADB) untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 akan tumbuh mencapai 5,4% dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,0 persen.

Hal ini didukung oleh kinerja ekspor yang mencetak surplus neraca perdagangan selama 28 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020. Walaupun pelemahan ekonomi global mengintai namun permintaan komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti CPO dan batu bara masing tinggi.

Khususnya harga kenaikan harga batu bara, menyusul tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terjadi menyebabkan supply disruption terutama pada komoditas energi ditengah permintaan yang meningkat memasuki musim dingin di Eropa.

Kemudian yang terakhir, sektor telekomunikasi, hal ini dikarenakan tren kenaikan penggunaan data seluler semakin meningkat dan penetrasi internet di indonesia masih potensial ke depan didorong oleh ekonomi digital yang terus terakselerasi.

"Misalnya, Telkom Indonesia (TLKM) gencar mengeksplorasi strategi bisnis, yaitu penggabungan antara Telkomsel dan IndiHome dalam bentuk Fixed & Mobile Convergence (FMC) untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban operasional, serta pengembangan bisnis data center," kata Ratih.


Saham Pilihan dari Ajaib Sekuritas

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Pekerja bercengkerama di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). IHSG ditutup naik 3,34 poin atau 0,05 persen ke 5.841,46. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ajaib Sekuritas memilih beberapa saham yang masih menarik untuk dicermati berdasarkan sektor yang telah dibahas di atas, antara lain:

1.ICBP

(Buy) di area Rp8.750 sampai Rp8.850, dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp9.100 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp8.450. 

2.ADRO

(Buy on Weakness) di area Rp4.000 sampai Rp4.040, dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp4.300 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp3.900. 

3.HRUM

(Buy on Breakout) di area Rp2.050 sampai Rp2.060, dengan target harga pada resistance di level Rp2.350 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp1.850. 

4.MIKA:

(Buy) di area Rp2.650 sampai Rp2.670, dengan target harga pada resistance di level Rp2.900 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp2.600. 

5.TLKM:

(Buy on Weakness) di area Rp4.320 sampai Rp4.350, dengan target harga pada resistance di level Rp4.520 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp4.200. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya