Liputan6.com, Jakarta - Emiten batu bara milik taipan Low Tuck Kwong, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mencatatkan penurunan kinerja keuangan hingga akhir Juni 2023.
Mengutip laporan keuangan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (6/9/2023), pendapatan Bayan Resources tumbuh tipis 1,5 persen year on year (YoY) menjadi USD 2,03 miliar pada semester I 2023. Sedangkan pada semester I 2022, emiten ini meraup pendapatan USD 2 miliar.
Baca Juga
BYAN mengalami lonjakan beban pokok pendapatan sebesar 56,61 persen dari USD 623,02 juta pada semester I 2022 menjadi USD 975,76 juta pada semester I 2023.
Advertisement
Beban penjualan BYAN juga membengkak 76,31 persen dari USD 27,57 juta pada semester I 2022 menjadi USD 48,61 juta pada semester I 2023.
Laba sebelum pajak BYAN pun terkoreksi 24,64 persen menjadi USD 974,88 juta pada semester I 2023, dibandingkan realisasi pada semester yang sama tahun lalu yakni USD 1,29 miliar.
Hingga akhir semester I 2023, BYAN mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai USD 723,85 juta. Angka ini turun 25,43 persen dibandingkan laba bersih BYAN pada semester I 2022 yakni USD 970, 75 juta.
Bayan Resources memiliki total aset sebanyak USD 2,74 miliar pada akhir semester I 2023 atau berkurang 30,45 persen dibandingkan total aset perseroan pada akhir 2022 yakni senilai USD 3,94 miliar.
Hingga akhir semester I 2023, total liabilitas BYAN tercatat sebesar USD 769,77 juta. Adapun total ekuitas emiten ini mencapai USD 1,97 miliar.
Pada penutupan perdagangan sesi pertama saham, Rabu (6/9/2023), saham BYAN naik 0,53 persen ke posisi Rp 18.900 per saham. Saham BYAN berada di level tertinggi Rp 19.000 dan terendah Rp 18.675 per saham. Total frekuensi perdagangan 234 kali dengan volume perdagangan 1.385 lot saham. Nilai transaksi Rp 2,6 miliar.
Indonesia Mulai Transisi Energi, Bayan Resources Pantau Peluang Ekspor
Sebelumnya, salah satu perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) optimistis memiliki prospek yang cukup cerah dalam masa transisi energi.
Indonesia menargetkan nol emisi pada 2060. Sembari menunggu waktu itu tiba, Direktur PT Bayan Resources Indonesia Tbk Alexander Ery Wibowo mengatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan sumber energi listrik berbasis batu bara.
Di sisi lain, hilirisasi batu bara sebagai upaya diversifikasi bisnis usai 2060 juga membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sebentar.
"Kekayaan alam batu bara di Indonesia pada 2022 91,8 miliar ton, ini kekayaan alam yang baik penambang bisa manfaatkan dengan fungsi yang beda-beda. Seperti untuk kelistrikan untuk industri lainnya seperti hilirisasi memang butuhkan waktu dan teknologi. Kebetulan kondisi pasar belum menunjang secara keekonomiannya untuk investasi dalam skala besar. Tapi dengan potensi sumber daya batu bara yang ada, seiring waktu sampai 2060 kami percaya nanti akan ada perkembangan teknologi yang bisa tercapai,” kata dia dalam CNBC Green Economic Forum, Senin (22/5/2023).
Di sisi lain, Alex mengatakan permintaan global untuk produk batu bara masih tinggi. Sehingga ini menjadi peluang lain saat nanti permintaan batu bara dalam negeri mulai menipis. Di samping itu, lini usaha perseroan tidak hanya terpaku pada aktivitas pertambangan, melainkan juga akomodasi dari sisi logistik. Sehingga perseroan optimis dapat bertahan lebih lama.
Sebelum batu bara banyak dialokasikan untuk ekspor, Alex memperkirakan peluang yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha batu bara adalah melakukan diversifikasi atau hilirisasi batu bara menjadi produk petrokimia. Namun, untuk saat ini, perseroan juga berkomitmen untuk turut memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. “Setidaknya apabila tidak diperlukan lagi, maka saat ini prediksi bisa dimanfaatkan untuk industri petrokimia,” imbuh dia.
Advertisement
Menakar Peluang Bisnis Batu Bara di Tengah Transisi Energi
Sebelumnya, Indonesia tengah menjajaki proses transisi energi hingga mencapai emisi nol pada 2060. Kondisi ini menjadi momok bagi prospek perusahaan batu bara, lantaran sumber energi yang satu ini dianggap tak ramah lingkungan.
Meski begitu, bukan berarti perusahaan batu bara tak bisa ambil peluang di masa transisi ini. Direktur PT Bayan Resources Indonesia Tbk (BYAN) Alexander Ery Wibowo mengatakan, perusahaan batu bara bisa tetap berkontribusi sembari target nol emisi itu dikebut. Hal ini salah satunya mengingat waktu untuk transisi yang tidak sebentar. Di samping itu, batu bara masih menjadi sumber listrik andalan di banyak negara.
"Untuk para pelaku usaha tambang batu bara saya pikir kita tetap bisa optimis berkontribusi dalam masa transisi energi. Sebagaimana saat ini hingga 5-10 tahun ke depan, batu bara dimanfaatkan untuk sumber listrik dan menjadi backbone di beberapa negara Asia, seperti Indonesia, Filipina, China, India, Bangladesh dan beberapa lainnya," kata Alex dalam CNBC Green Economic Forum secara virtual, Senin (22/5/2023).
Diversifikasi Usaha
Sebagai gambaran, mobil listrik menjadi salah satu produk yang digejot terkait dengan transisi energi hijau karena menggunakan bahan bakar berupa baterai. Namun, pengisian daya baterai diperlukan sumber listrik berdaya besar, yang saat ini banyak ditopang oleh batu bara.
Ke depannya, jika sumber listrik yang digunakan untuk pengisian daya perlahan beralih pada energi terbarukan, perusahaan batu bara bisa mencoba bermanuver dengan melakukan diversifikasi hasil olahan batu bara.
Secara teknis, perusahaan batu bara bisa mulai melakukan transisi melalui peningkatan kualitas batu bara dengan sulfur rendah, Sehingga lebih ramah lingkungan. Selain itu, batu bara juga bisa dikonversi untuk kebutuhan petrokimia seperti methanol dan ethanol.
"Jadi tetap pelaku industri batu bara bisa berkontribusi dengan tingkatkan kesadaran pengelolaan lingkungan sekitar dan melakukan upaya konversi," pungkas Alex.
Advertisement