Menakar Prospek Sektor Properti hingga Awal 2024, Cerah atau Lesu?

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer mengatakan, suku bunga BI bakal memberikan pengaruh negatif terhadap sektor properti.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 11 Nov 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2023, 12:58 WIB
Menakar Prospek Sektor Properti hingga Awal 2024, Cerah atau Lesu?
Sektor properti diramal masih akan lesu pada awal 2024. Ini mengingat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih tinggi di level 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor properti diramal masih akan lesu pada awal 2024. Ini mengingat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih tinggi di level 6 persen. 

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer mengatakan, suku bunga BI bakal memberikan pengaruh negatif terhadap sektor properti. Sebab, masyarakat menjadi berhati-hati dalam mengambil kredit untuk membeli properti. 

"Alhasil konsumen akan lebih enggan untuk mengajukan pinjaman kredit untuk beli properti,” ujar dia dalam risetnya, ditulis Sabtu (11/11/2023). 

Dia melanjutkan, ketidakpastian ekonomi yang dibawa oleh pemilihan umum (pemilu) akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membuat fasilitator kredit memperketat persyaratan mereka. 

Di sisi lain, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini terlihat berusaha mendukung belanja masyarakat agar target pertumbuhan 5 persen tercapai. Hal itu dilakukan melalui pemberian insentif untuk sektor properti dan lainnya.

Akan tetapi, hal tersebut mungkin cukup terancam eksistensinya apabila penggantinya tidak sejalan dengan Jokowi. 

Selain itu, terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti status ekonomi Amerika Serikat (AS) dan suku bunga the Fed. Meski begitu, saat ini sudah ada tanda-tanda penurunan suku bunga yang akan diturunkan pada tahun depan. 

"Saat ini sudah ada tanda-tanda soft landing mulai tercapai, jadi ada kemungkinan suku bunga diturunkan di awal tahun depan, dan mungkin sektor properti bisa mulai bangkit di kuartal II dan III,” kata dia. 

Dengan demikian, sektor properti diyakini bisa kembali bangkit pada kuartal II dan III 2024. 

 

Menelisik Tuah Pemilu untuk Sektor Properti

Berburu Rumah Murah di Indonesia Property Expo 2017
Pengunjung melihat maket rumah di pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak di Indonesia yang berlangsung tahun depan menjadi sentimen untuk beberapa sektor. Bukan rahasia, jika sektor konsumer menjadi yang paling panen dari pemilu.

Sektor lain yang juga bakal terimbas sentimen pemilu adalah properti. Investment Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, Della Agatha Linggar menjelaskan, sektor ini mulai resilien didukung permintaan dari konsumen end user. Yakni konsumen yang membeli properti atau hunian untuk ditempati sendiri.

"Kalau Pemilu orang-orang kan lebih hati-hati untuk investasi. Tapi karena market properti kita sendiri sekarang sudah 60 persen end-user, mereka sendiri yang akan pakai rumah, menurut saya itu masih akan lebih sustain karena mereka sudah tahu bahwa ini sebuah kebutuhan," kata Della dalam Money Buzz, Selasa (27/6/2023).

Sementara untuk konsumen yang memiliki orientasi untuk investasi, kemungkinan besar memilih wait and see siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya dan kebijakan apa yang akan diusung.

 

 

Sentimen Suku Bunga

20160908-Properti-Jakarta-AY
Sebuah maket perumahan di tampilkan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Sepanjang semester I-2016, pertumbuhan KPR mencapai 8,0%, sehingga diperkirakan pertumbuhan KPR hingga semester I-2017 menjadi 11,7%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, suku bunga saat ini sudah relatif rendah, sehingga menjadi daya tarik untuk mempertimbangkan KPR. Secara garis besar, Della menilai sektor properti masih menarik pada sisa paruh kedua tahun ini. Sehingga menurut dia,developer perlu memasang siasat untuk menjaring konsumen dari kalangan end user dan home upgrader.

"Jadi bagaimana developer bisa mengcounter atau menyediakan demand sesuai dengan affordability first home buyer dan home upgrader. Sehingga kemungkinan seasonability ini masih akan berlanjut di semester II 2023," imbuh dia.

Sentimen Suku Bunga

Dari sisi sentimen suku bunga, Della mencatat suku bunga bank sentral saat ini secara historikal sudah berada pada posisi terendah. Sehingga mestinya dapat menjadi pertimbangan bagi yang ingin memiliki hunian dengan sistem cicil atau KPR. Rendahnya suku bunga juga menjadi berkah bagi perusahaan untuk melakukan deleveraging.

Di mana saat leverage tinggi namun suku bunga rendah, maka earning perusahaan bisa lebih baik. Sebab, usai property boom tahun 2012-2015, banyak perusahaan dan developer mencari pendanaan untuk melakukan akuisisi lahan baru atau land banking.

Intip Rekomendasi Saham Emiten Properti, Masih Prospektif?

Ilustrasi Properti (Unsplash/Tierra Mallorca)
Ilustrasi Properti (Unsplash/Tierra Mallorca)

Sebelumnya diberitakan, emiten saham properti diyakini masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Lantas, saham properti apa saja yang bisa dicermati?

Head of Research InvestasiKu Cheril Tanuwijaya mencermati saham-saham emiten properti masih prospektif seiring dengan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun ini. 

“Kalau kami lihat soalnya OECD merevisi naik target pertumbuhan ekonomi Indonesia ke 4,9 persen, hal ini menunjukan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik sehingga minat investor untuk beli properti naik,” kata Cheril kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (1/10/2023).

Dia bilang, Bank Indonesia (BI) juga melihat pada kuartal III 2023 ini kredit cenderung meningkat dibandingkan kuartal II 2023. Sehingga, ini juga menjadi indikasi yang baik untuk sektor properti apalagi secara valuasi juga masih relatif murah.

"Meskipun secara risiko bisa datang dari suku bunga yang masih tinggi dan ketidakpastian pemilu,” ujar dia.

Bagi para investor, ia merekomendasikan saham KIJA dan BSDE untuk dapat dipertimbangkan. 

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mengatakan, pada kuartal IV, penjualan properti masih belum maksimal dan terdapat tanda-tanda perlambatan ke depan. 

"Namun hal itu harusnya berdampak minimal, karena berbagai kelonggaran yang diberikan oleh BI bisa berdampak ke kinerja emiten properti,” kata Fajar.

Selain itu, ia menjelaskan, biasanya harga saham properti cenderung mengalami tren peningkatan (uptrend) enam bulan sebelum pemilu.

“Saat ini banyak saham properti bisa dikatakan cukup murah. Investor dapat mencermati emiten-emiten yang memang memiliki fundamental baik dan memiliki valuasi yang cukup fair atau murah,” imbuhnya. 

Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei mengatakan, untuk prospek dari pendapatan dan laba bersih yang akan tumbuh pada tahun ini dan tahun depan, karena serah terima properti yang terjual 2021-2022.

 

 

Sentimen Negatif

Berburu Rumah Murah di Indonesia Property Expo 2017
Maket rumah yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, pendapatan berulang yang meningkat terutama dari mall dan hotel seiring dengan mobilitas masyarakat dan kunjungan turis yang terus meningkat termasuk juga event-event yang banyak diselenggarakan.

"Di sisi lain potensi kenaikan suku bunga memang bisa menjadi sentimen negatif yang bisa mempengaruhi daya beli terhadap properti terutama pada segmen menengah bawah,” ujar dia.

Bagi para investor, Jono merekomendasikan saham SMRA dengan target harga Rp 820 per saham dan CTRA dengan target harga Rp 1.350 per saham.

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai saham properti pada kuartal IV masih kurang menarik. Sebab, masih berpotensi tertekan karena sentimen the Fed yang akan kembali menaikkan suku bunga dan pelemahan Rupiah.

"Sentimen positif dari perbaikan kinerja keuangan emiten, tapi ini hanya berlaku bagi beberapa emiten saja,” kata Desmond.

Bagi para investor yang berminat membeli saham properti, ia merekomendasikan BSDE dan SMRA untuk dapat dipertimbangkan.

“Jika berminat investor bisa beli saham properti yang valuasinya sudah murah. Tapi ini untuk simpan sampai beberapa tahun mendatang. Untuk investasi jangka panjang,” ujar dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya