Bursa Asia Beragam, Menanti Keputusan Kebijakan Bank of Japan

Investor akan mewaspadai sikap BOJ mengenai kebijakan pengendalian kurva imbal hasil.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Des 2023, 08:15 WIB
Diterbitkan 19 Des 2023, 08:14 WIB
Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berjalan melewati indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Jakarta Bursa saham atau Pasar Asia-Pasifik beragam karena investor  yang memantau keputusan suku bunga akhir Bank of Japan di 2023, serta risalah pertemuan Reserve Bank of Australia pada bulan Desember.

Melansir laman CNBC, Selasa (19/12/2023), Indeks S&P/ASX 200 di Australia naik 0,57%, melanjutkan kenaikannya setelah indeks menghentikan kenaikan enam hari berturut-turut pada hari Senin.

Kemudian indeks Nikkei 225 Jepang naik sedikit, membalikkan penurunan sebelumnya. Sementara Topix turun 0,26%.

Kemudian indeks Kospi Korea Selatan sedikit lebih rendah, sementara saham berkapitalisasi kecil Kosdaq juga membalikkan penurunan sebelumnya menjadi naik 0,67% setelah mencapai level tertinggi sejak 22 September.

Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada di level 16,541. Ini menunjukkan pembukaan yang lebih lemah dibandingkan dengan penutupan HSI di 16,629.23.

Menurut jajak pendapat para ekonom, BOJ diperkirakan akan tetap berpegang pada kebijakan suku bunga negatifnya. Investor akan mewaspadai sikap BOJ mengenai kebijakan pengendalian kurva imbal hasil.

Risalah rapat RBA mengungkapkan Bank Sentral Australia sedang mempertimbangkan apakah akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau membiarkannya tidak berubah, dan anggota dewan akhirnya memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di 4,35%.

Sebelumnya di Pasar Saham AS, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing menguat 0,45% dan 0,61%, sedangkan Dow Jones Industrial Average datar.

Sementara indeks S&P 500 sekarang berjarak 1,2% dari penutupan tertinggi sepanjang masa di 4,796.56 yang dicapai pada Januari 2022.​

 

 

Bursa AS

Wallstreet (Liputan6.com/M.Iqbal)
Wallstreet (Liputan6.com/M.Iqbal)

Bursa Amerika Serikat (AS) atau wallstreet semringah. Dengan indeks S&P 500 menguat karena pasar mempertahankan momentum yang terlihat selama tujuh minggu kenaikan berturut-turutnya.

Sedangkan indeks rata-rata Dow Jones sedikit berubah, hanya memperoleh 0,86 poin, atau 0,00% menjadi 37,306.02.

Melansir CNBC, Indeks S&P 500 naik 0,45% menjadi 4.740,56. Nasdaq Composite yang sarat teknologi naik 0,61% menjadi 14.904,81.

S&P 500 sekarang berjarak 1,2% dari penutupan tertinggi sepanjang masa di 4,796.56 yang dicapai pada Januari 2022.

Sektor komunikasi unggul di S&P 500, dengan sektor ini naik 1,9%. Perusahaan teknologi dengan mega-cap seperti Platforms Meta naik hampir 3%, sementara induk Google, Alphabet melonjak lebih dari 2%.

Sementara harga saham baja AS melonjak 26% setelah Nippon Steel Jepang mengatakan akan membeli perusahaan tersebut dalam kesepakatan senilai USD 14,9 miliar.

Indeks S&P 500 mengalami kenaikan mingguan terpanjang sejak 2017. Indeks pasar secara luas naik 3,8% untuk bulan ini.

Pada Desember, indeks Dow naik 3,8%, dan Nasdaq naik 4,8%. Dow juga mencatat rekor intraday, sementara Nasdaq 100 mencatatkan penutupan tertinggi baru.

 

Sentimen Positif

Wallstreet 2
Wallstreet

Sentimen investor berubah positif pada minggu lalu setelah Federal Reserve mengindikasikan tiga penurunan suku bunga jangka pendek diperkirakan terjadi pada tahun 2024 di tengah menurunnya inflasi. Imbal hasil Treasury turun, dengan imbal hasil Treasury 10-tahun turun di bawah level 4%.

“Ini merupakan kelanjutan dari apa yang telah kita lihat sepanjang bulan ini, yaitu inflasi tampaknya mulai turun, dan suku bunga cenderung lebih rendah dan pendapatan, hingga saat ini, telah stabil,” kata Terry Sandven, Kepala Strategi Ekuitas di US Bank Wealth Management. 

Namun, menurut Sandven, masih ada kekhawatiran bagi investor menjelang tahun baru. Ahli strategi memperkirakan akan ada pelemahan dalam perkiraan pendapatan karena proyeksi saat ini terlalu tinggi.

“Potensi tekanan pendapatan perusahaan, selain valuasi yang sudah meningkat, merupakan salah satu faktor yang melemahkan prospek optimisme kami,” tambah Sandven.

“Kami pikir tarik-menarik antara pasar bullish dan bearish tetap seimbang di tahun baru,” tambah dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya