Bursa Asia Dibuka Beragam, Investor Menanti Keputusan Fed

Semalam di AS, Nasdaq Composite naik ke rekor tertinggi, terangkat oleh reli di sektor teknologi. Indeks yang berisi saham-saham sektor teknologi ini naik 1,24% menjadi 20.173,89. Bagaimana dengan bursa Asia hari ini?

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Des 2024, 08:10 WIB
Diterbitkan 17 Des 2024, 08:10 WIB
Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)
Indeks S&P/ASX 200 Australia diperdagangkan 0,44% lebih tinggi.Indeks saham Nikkei 225 Jepang dan Indeks Topix masing-masing naik 0,34% dan 0,29%. Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar Asia-Pasifik dibuka beragam pada perdagangan hari Selasa ini. Gerak Bursa saham di kawasan Asia pasifik ini mengikuti kenaikan beragam di Wall Street.

Saat ini, investor bursa Asia tengah menanti keputusan Federal Reserve (Fed) atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS).

Mengutip CNBC, Selasa (17/12/2024) Indeks S&P/ASX 200 Australia diperdagangkan 0,44% lebih tinggi.

Indeks saham Nikkei 225 Jepang dan Indeks Topix masing-masing naik 0,34% dan 0,29%.

Sedangkan Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,28% pada jam pertama perdagangannya, sementara Kosdaq turun 0,2%.

Indeks berjangka Hang Seng Hong Kong berada pada level 19.755, lebih rendah dari penutupan terakhir HSI di level 19.795,49.

Wall Street

Semalam di AS, Nasdaq Composite naik ke rekor tertinggi, terangkat oleh reli di sektor teknologi. Indeks yang berisi saham-saham sektor teknologi ini naik 1,24% menjadi 20.173,89,

sementara S&P 500 naik 0,38%, ditutup pada 6.074,08.

Dow Jones Industrial Average berkinerja buruk, turun 110,58 poin, atau 0,25%, hingga ditutup pada 43.717,48. Dow Jones yang terdiri dari 30 saham anjlok untuk hari ke delapan, menandai penurunan terpanjang sejak 2018.

Keputusan The Fed

Keputusan Fed pada 18 Desember di Amerika Serikat juga akan menjadi perhatian utama investor, dengan alat CME Fedwatch saat ini memperkirakan peluang 98,2% untuk pemotongan 25 basis poin.

Berlawanan dengan tren kenaikan umum, Nvidia, produsen chip kecerdasan buatan yang telah mendorong kenaikan saham selama dua tahun terakhir, mengalami penurunan 1,7%. Penurunan ini mendorong saham ke wilayah koreksi, jatuh lebih dari 10% dari titik tertinggi sepanjang masa baru-baru ini pada bulan November.

IHSG Turun Anjlok dari 1%, Ada Apa?

Hari Ini, Indeks Harga Saham Gabungan Ditutup Menguat 0,86 Persen
Sebelumnya, pada Senin (18/11/2024), IHSG ditutup melemah 26,98 poin (-0,38 persen) ke level 7.134,28. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlayar di zona merah pada perdagangan hari ini, Senin 16 Desember 2024. Sekitar pukul 15.00 WIB, IHSG turun 1,17 persen ke posisi 7.238. IHSG dibuka pada posisi 7.304 dan bergerak di kisaran 7.320-7.204,65.

Analis mencermati penurunan IHSG disebabkan beberapa hal, salah satunya pelemahan rupiah dan aksi jual asing. Meski begitu, beberapa data ekonomi kuartal IV diperkirakan tumbuh positif sehingga bisa kembali menopang IHSG di sisa tahun ini.

"Saya menyimpulkan pelemahan IHSG sebagai efek dari pelemahan rupiah dan tekanan jual asing, jadinya IHSG melanjutkan pelemahan. Namun masih ada harapan jika IHSG mampu bertahan di atas level 7.245," kata Praktisi Pasar Modal William Hartanto kepada Liputan6.com, Senin (16/12/2024).

 

Ketegangan Geopolitik

IHSG Berada di Zona Merah
Pasca libur panjang IHSG dibayangi banyak sentimen, mulai dari peperangan hingga nilai tukar dollas AS yang saat ini menembus Rp16.000,-. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dihubungi secara terpisah, Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menjelaskan sejumlah sentimen baik dari domestik maupun global yang andil dalam pergerakan IHSG. Dari sisi domestik, Nafan menilai pelaku pasar masih menantikan data neraca perdagangan Indonesia yang diperkirakan mengalami surplus.

"Ya, pelaku pasar masih menantikan. Karena sebenarnya pelemahan IHSG cukup dalam, tapi seketika ada buying pressure di situ. Jadi, ini yang membuat pelemahan IHSG-nya tidak terlalu kuat karena pelaku pasar melihat potensi surplus neraca perdagangan Indonesia," kata Nafan.

Sementara dari sisi global, outlook ekonomi global memang diproyeksikan tetap stabil. Menurut Nafan, faktornya tidak terlepas dari adanya fragmentasi perdagangan dan meningkatnya ketegangan geopolitik. Di mana masing-masing turut mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi global, seiring menyongsong perang dagang (trade war) 2.0.

"Efeknya juga berkaitan dengan berbagai hal. Misalnya supply chain disruptions, kemudian juga turut mempengaruhi terkait dengan inflationary pressure, sehingga ini membuat bank sentral tidak menerapkan kebijakan pelonggaran moneter secara agresif untuk di tahun 2025," kata Nafan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya