Bursa Saham Asia Bervariasi, Investor Cermati Data Inflasi China hingga AS

Bursa saham Asia Pasifik beragam pada perdagangan Senin, 8 Juli 2024. Investor menanti data inflasi China pada awal pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Jul 2024, 09:02 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2024, 09:02 WIB
Bursa Saham Asia Bervariasi, Investor Cermati Data Inflasi China hingga AS
Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Senin (8/7/2024) seiring investor menanti data ekonomi utama dari Amerika Serikat (AS) dan China. (Foto by AI)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Senin (8/7/2024) seiring investor menanti data ekonomi utama dari Amerika Serikat (AS) dan China pada akhir pekan ini.

Di sisi lain, hasil pemilihan umum (pemilu) di Prancis mengisyaratkan parlemen yang menggantung. Koalisi saya kiri baru Prancis pada Minggu, 7 Juli 2024 secara tak terduga menggagalkan kemajuan sayap kanan, meraih jumlah kursi terbanyak. Namun, gagal capai mayoritas absolut dalam pemungutan suara putaran kedua parlemen. Demikian mengutip dari laman CNBC, Senin (8/7/2024).

Investor menunggu pembacaan indeks harga konsumen Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis Kamis, 11 Juli 2024 di Amerika Serikat. Hal ini untuk menilai jalur suku bunga the Federal Reserve (the Fed), sementara inflasi China yang rilis pada Rabu akan menandakan keadaan pemulihan ekonomi negara tersebut.

Keputusan bank sentral dari Korea Selatan, Selandia Baru dan Malaysia juga akan diumumkan pekan ini meski diperkirakan tidak ada perubahan, menurut jajak pendapat ekonom Reuters.

Indeks Nikkei 225 di Jepang melemah pada awal pekan ini. Indeks Topix susut 0,17 persen.Adapun koreksi terjadi saat upah riil Jepang turun selama 26 bulan berturut-turut.

Data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan menunjukkan upah riil turun 1,4 persen YoY pada Mei meski upah nominal naik 1,9 persen menjadi 297.151 yen (USD 1.850). Adapun data Mei 2024 tersebut merupakan kenaikan upah tercepat dalam 11 bulan di Jepang.

 

Indeks Kospi

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sementara itu, indeks Kospi di Korea Selatan naik 0,21 persen dan indeks Kosdaq bertambah 0,42 persen. Saham Samsung Electronics naik 1,49 persen meski serikat pekerja terbesar perusahaan itu dijadwalkan memulai mogok selama tiga hari pada Senin, 8 Juli 2024.

Reuters melaporkan National Samsung Electronics Union (NSEU), yang memiliki sekitar 28.000 anggota, telah menuntut perusahaan tersebut meningkatkan sistem bonus berbasis kinerja dan memberi pekerja satu hari cuti tahunan tambahan.

Belum jelas berapa banyak pekerja yang akan ikut mogok kerja, tetapi jajak pendapat serikat pekerja menemukan sekitar 8.100 anggota mengatakan mereka akan melakukan mogok kerja mulai Senin pagi.

Sementara itu, indeks S&P/ASX 200 Australia tergelincir 0,1%, mengikuti penurunan hari kedua berturut-turut. Indeks Hang Seng Hong Kong berjangka berada di 17.687, lebih rendah dari penutupan terakhir HSI di 17.799.61.

Wall Street Melesat pada Pekan Lalu

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Sebelumnya, wall street kompak menguat. Bahkan indeks S&P 500 menguat ke level tertinggi baru dan mencatat rekor penutupan. Hal ini seiring laporan pekerjaan Amerika Serikat (AS) terbaru menghidupkan kembali harapan penurunan suku bunga dari the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS.

Mengutip laman CNBC, Sabtu (6/7/2024), indeks S&P 500 menguat 0,54 persen ke posisi 5.567,19. Indeks Nasdaq bertambah 0,90 persen menjadi 18.352,76. Dua indeks acuan wall street itu mencapai rekor tertinggi sepanjang masa selama sesi tersebut dan berakhir pada rekor tertinggi. Indeks S&P 500 mencatat rekor penutupan ke-34 pada 2024. Indeks Dow Jones bertambah 0,17 persen atau 67,87 poin ke posisi 39.375,87.

Selama sepekan, indeks acuan berada di zona hijau. Indeks Nasdaq naik 3,5 persen. Indeks S&P 500 menguat hampir 2 persen selama periode itu. Indeks Dow Jones bertambah hampir 0,7 persen.

Reli indeks S&P 500 pada 2024 telah tumbuh menjadi 16,7 persen, dengan indeks acuan tersebut membukukan kenaikan dalam empat minggu. Hal ini seiring investor bertaruh setiap pelemahan ekonomi pada akhir 2024 akan diatasi dengan penurunan suku bunga the Federal Reserve (the Fed).

Sementara itu, indeks Nasdaq naik 22,3 persen pada 2024.

Adapun data tenaga kerja yang dipantau secara luas yang dirilis pada Jumat pagi, 5 Juli 2024 mencerminkan kenaikan nonfarm payrolls sebesar 206.000 pada Juni 2024. Akan tetapi, terdapat sedikit peningkatan pada tingkat pengangguran yang naik 4,1 persen. Ekonom sebelumnya prediksi tingkat pengangguran stabil 4 persen.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS merosot seiring laporan kenaikan pengangguran akan mendorong the Federal Reserve (the Fed) untuk menurunkan suku bunga pada akhir tahun ini.

 

 

Sentimen Suku Bunga The Fed

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Investor meningkatkan taruhannya pada penurunan suku bunga pada September dengan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin meningkat menjadi 77 persen, naik dari 64 persen pada pekan lalu, menurut FedWatch Tool dari CME Group.

“Di satu sisi, revisi ke bawah terhadap bulan-bulan sebelumnya dan kenaikan tingkat pengangguran meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga the Fed pada September, pasar obligasi tentu saja merayakan hal ini,” ujar Chief Global Strategist Princial Asset Management, Seema Shah.

Ia menambahkan, angka-angka itu tentu saja memicu sedikit kekhawatiran mengenai arah ekonomi AS. “Sejumlah besar data ekonomi semuanya menunjukkan pelemahan, laporan hari ini menambah gambaran tersebut,” ujar dia.

Di sisi lain, harga saham Tesla naik lebih dari 2 persen, membukukan kenaikan mingguan sekitar 27 persen. Harga saham Apple melonjak lebih dari 2 persen ke level tertinggi baru sepanjang masa.

Sementara itu, harga saham Nvidia turun hampir 2 persen menyusul penurunan rekomendasi di wall street yang menunjukkan kenaikan terbatas bagi produsen chip itu. Namun, selama sepekan, harga saham Nvida naik 1,7 persen.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya