Cukai Minuman Manis Berlaku Tahun Depan, Sido Muncul Sudah Siap?

pemberlakuan cukai pada minuman berpemanis menjadi momentum Sido Muncul untuk melakukan inovasi produk rendah gula atau populer dengan istilah less sugar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Agu 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2024, 06:00 WIB
Deretan Kereta yang Menyediakan Alang Sari Cool dan Jamoe Lifestyle Kunyit Asam
Alang Sari Cool dan Jamoe Lifestyle Kunyit Asam hadir di Kuliner Kereta.

Liputan6.com, Jakarta - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) buka suara mengenai rencana pungutan cukai minuman berpemanis pada 2025. Direktur Keuangan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk, Budiyanto mengatakan perusahaan akan mematuhi peraturan yang nantinya berlaku.

Namun untuk saat ini, perseroan mengaku dampak dari kebijakan tersebut minim. HAl itu mengingat kontribusi dari produk yang mengandung pemanis dalam format ready to drink di SIDO hanya berkontribusi kurang dari 2 persen terhadap pendapatan perseroan.

"Saat ini ready to drink SIDO itu kontribusinya masih kecil terhadap penjualan. Hanya sekitar 1-2 persen. Jadi bila sugar tax berlaku, dampaknya tidak terlalu material," kata Budiyanto dalam Public Expose Live, dikutip Kamis (29/8/2024).

Pemerintah menargetkan penerimaan cukai naik 6 persen dalam nota keuangan RAPBN 2025, menjadi Rp 244 triliun. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui ekstensifikasi cukai secara terbatas pada produk Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK).

Bagi SIDO, Budiyanto mengatakan pemberlakuan cukai pada minuman berpemanis menjadi momentum perusahaan untuk melakukan inovasi produk rendah gula atau populer dengan istilah less sugar.

"Jadi kami akan ikuti apa regulasi yang ada. Dan jika dimungkinkan, kami akan luncurkan produk baru dengan varian rendah gula untuk jamin kesehatan dan mengikuti aturan yang ada," pungkas Budiyanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Minuman Berpemanis Kena Cukai pada 2025 Bikin Pengusaha Khawatir

Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.
Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengungkapkan, sektor industri menyimpan kekhawatiran terkait rencana pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. 

"Keluhan enggak ada, tapi ada kekhawatiran. Biasa, perubahan-perubahan itu pasti ada kekhawatiran. Tapi kita harus tetap kawan, bagaimana orang berusaha tetap nyaman, memberikan kepastian," ujar Putu saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Menurut laporan yang didapatnya, Putu menyampaikan, para pengusaha cemas jika pengenaan cukai minuman berpemanis bakal mengubah komposisi dari produk yang ada. Sehingga berpotensi menimbulkan kenaikan harga bagi konsumen. 

"Memang pengaturan ini dikhawatirkan, pada saat diberlakukan masih perlu penyesuaian karena terkait dengan ingredients, susunan komposisi produknya. Biasa lah, secara fundamental ada perubahan ada kekhawatiran. Tapi mudah-mudahan ini jalannya bisa dilaksanakan dengan lancar dan smooth," urainya.  

Kendati begitu, Putu belum bisa memperkirakan berapa besar kenaikan harga produk akibat pengenaan cukai tersebut. 

"Saya belum berani mengatakan, karena nanti dikoordinasikan oleh Menko PMK, dan nanti semua kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan semua," imbuh dia. 

 


Membatasi Kadar Gula

Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak
Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.

Pemerintah sendiri telah membatasi kadar gula, garam dan lemak dalam produk makanan dan minuman. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan.

Putu tak memungkiri regulasi baru itu bakal berujung pada pungutan cukai. "Di PP-nya itu memang perlu ada aturan turunannya. Jadi di PP memang dibuka alternatif atau dapat menggunakan cukai. Kami dari Kemenperin memang lebih kepada penggunaan SNI (Standar Nasional Indonesia)," terangnya. 

"Kenapa lebih pada penggunaan SNI? karena di sana itu kita tidak memberikan suatu ruang untuk (minuman) berpemanis itu melebihi standar yang ditetapkan. Tapi nanti kalau disepakati bahwa itu boleh di atas standar yang ditetapkan, tapi bayar cukai, itu nanti lain cerita," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya