Liputan6.com, Jakarta - Rencana Presiden Amerika Serikat Terpilih Donald Trump untuk menaikkan tarif perdagangan akan berdampak terhadap pasar modal Indonesia pada semester I 2025.
“Bagi Indonesia, kami melihat akan mengalami kesulitan, terutama pada semester pertama, karena (kebijakan) Trump 2.0,” ujar Senior Investment Strategist DBS Bank Joanne Goh dalam konferensi pers "DBS CIO Insights 1Q25: Game Changers" di Singapura, seperti dikutip dari Antara, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Joanne menuturkan, dampak dari rencana kebijakan Donald Trump tersebut sudah terlihat sejak akhir 2024 hingga awal 2025.
Advertisement
Hal tersebut tercermin dari penguatan dolar AS terhadap rupiah dan peningkatan yield surat berharga pemerintah Amerika Serikat atau US Treasury.
“Secara komparatif, keadaan tersebut membuat aset (surat berharga) Indonesia menjadi kurang menarik dan kurang diminati,” kata Joanne.
Namun, ia menuturkan situasi tersebut akan membaik pada semester II 2025 dengan berbagai faktor pendorong, termasuk diversifikasi ekonomi untuk mengatasi dampak kebijakan tarif Trump.
Indonesia juga merupakan salah satu pemasok utama komoditas logam dan mineral dunia yang dapat menjadikannya sebagai pemain kunci dalam ekosistem mobil listrik dan komponen elektronik.
Sebagai anggota ASEAN yang memiliki potensi ekonomi besar tersebut, Joanne menuturkan, Indonesia bisa mengambil keuntungan dari skema kerja sama China Plus One.
Selain itu, ia mengatakan Indonesia juga memiliki jumlah populasi yang besar sehingga dapat menjadi faktor positif dalam mendorong konsumsi domestik serta pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kami sebenarnya melihat bahwa ekonomi domestik dan saham domestik, salah satunya di sektor konsumen dan perbankan, dapat berkembang dengan baik,” kata dia.
Penutupan IHSG pada 15 Januari 2025
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke posisi 7.000 pada perdagangan Rabu (15/1/2025). Penguatan IHSG seiring mayoritas sektor saham yang menghijau.
Mengutip data RTI, IHSG melonjak 1,77 persen ke posisi 7.079,56. Indeks LQ45 bertambah 3,23 persen ke posisi 827,11. Sebagian besar indeks saham acuan menguat.
Pada perdagangan Rabu pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 7.084,56 dan level terendah 6.977,77. Sebanyak 330 saham menguat sehingga angkat IHSG. 264 saham melemah dan 211 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan 1.382.244 kali dengan volume perdagangan 19,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 10,8 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.295.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing beli saham Rp 593,59 miliar. Sepanjang 2025, investor asing jual saham Rp 3,35 triliun.
Mayoritas sektor saham menghijau. Sektor saham keuangan melonjak 3,12 persen, dan catat penguatan terbesar. Disusul sektor saham properti naik 2,63 persen, sektor saham energi menguat 0,58 persen, sektor saham consumer nonsiklikal bertambah 1,02 persen.
Selain itu, sektor saham consumer siklikal mendaki 1,29 persen, sektor saham perawatan kesehatna menguat 0,54 persen. Lalu sektor saham teknologi melesat 1,1 persen, sektor saham infrastruktur mendaki 1,01 persen dan sektor saham transportasi melesat 0,77 persen.
Sementara itu, sektor saham basic susut 0,55 persen, sektor saham industri merosot 0,18 persen.
Advertisement
Apa Saja Sentimen IHSG?
Mengutip Antara, dalam kajian tim riset PT Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, bursa regional Asia bergerak variasi, pasar tampaknya berhati-hati menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Dari dalam negeri, Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 14-15 Januari 2025, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi berada di level 5,75 persen.
Suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi di level 5 persen. Sedangkan suku bunga lending facility juga diputuskan untuk turun 25 bps menjadi di level 6,5 persen.
Dari mancanegara, indeks harga produsen Amerika Serikat (AS) pada Desember 2024 yang naik 0,2 persen, atau lebih rendah dari ekspektasi kenaikan 0,4 persen.
“Data yang lebih rendah dari perkiraan memberikan sedikit kelegaan bagi pasar ekuitas, tetapi, demikian pasar tetap berhati-hati menjelang rilis data inflasi konsumen AS yang dapat mempengaruhi prospek kebijakan moneter The Federal Reserve (the Fed),” demikian seperti dikutip.
Dari Jepang, Deputi Gubernur Bank Jepang Ryozo Himino mengindikasikan awal pekan ini bahwa bank sentral kemungkinan akan membahas potensi kenaikan suku bunga pada pertemuan kebijakan pekan depan, dan menambahkan meskipun perkembangan harga dan ekspektasi inflasi secara umum sesuai rencana, risiko domestik dan global tetap menjadi perhatian.
Selanjutnya, pasar juga fokus perhatian di mana bank sentral China meningkatkan suntikan likuiditas jangka pendek. Bank sentral menyuntikkan sebesar 958,4 miliar Yuan China, yang bertujuan untuk mengimbangi berakhirnya fasilitas pinjaman jangka menengah, memenuhi permintaan musim, mengatasi kebutuhan uang tunai yang meningkat menjelang Tahun Baru Imlek, dan mempertahankan likuiditas yang cukup dalam sistem perbankan.