Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Jumat, 17 Januari 2025. Tiga indeks acuan mencatat kenaikan mingguan pertama pada tahun baru.
Mengutip CNBC, Sabtu (18/1/2025), indeks Dow Jones melonjak 334,70 poin atau 0,78 persen dan ditutup ke posisi 43.487,83. Indeks S&P 500 menguat 1 persen menajdi 5.996,66. Indeks Nasdaq bertambah 1,51 persen menjadi 19.630,20.
Baca Juga
Saham raksasa teknologi juga melambung. Saham Tesla naik 3 persen. Saham produsen chip Nvidia melambung 3,1 persen, sementara saham Alphabet naik lebih dari 1 persen.
Advertisement
Pada pekan ini, indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing naik 3,7 persen dan 2,9 persen. Dua indeks acuan itu membukukan kenaikan mingguan terbesar sejak minggu pemilihan Presiden AS pada November. Sementara itu, indeks Nasdaq naik 2,5 persen pada pekan ini. Kinerja indeks Nasdaq catat pekan terbaik sejak awal Desember.
Keuntungan itu diperoleh setelah investor menerima laporan berturut-turut yang menunjukkan tekanan inflasi agak mereda. Indeks Harga Konsumen Inti naik lebih rendah dari yang diharapkan tahun ke tahun. Indeks Harga Produsen juga alami kenaikan tipis dari yang diantisipasi pada Desember.
Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun turun tajam seiring harapan untuk beberapa kali pemotongan suku bunga tahun ini meningkat.
“Data ekonomi yang lebih baik dari perkiraan awal pekan ini telah membantu menghidupkan kembali narasi goldilocks untuk saham dan kemungkinan mendorong beberapa risiko ulang,” ujar Barclays Strategist, Emmanuel Cau.
Adapun penghasilan yang kuat dari bank-bank besar juga mendorong saham pekan ini. Hal ini seiring saham tersebut mencoba untuk melepaskan diri dari kelesuan saham sejak Desember yang berlanjut hingga awal 2025.
Saham Goldman Sachs dan Citigroup masing-masing naik 12 persen pada pekan ini. Sedangkan saham JPMorgan Chase naik 8 persen.
Investor juga menantikan pekan depan karena Donald Trump akan dilantik sebagai Presiden AS untuk kedua kalinya. Saham melonjak tepat setelah kemenangan pemilu November lalu karena investor bertaruh pada deregulasi dan pajak yang lebih rendah.
Bos Goldman Sachs Sebut Pasar IPO Bakal Meningkat
Sebelumnya, CEO Goldman Sachs David Solomon menuturkan, kekeringan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) terlihat akan berakhir.
"Ini akan meningkat,” ujar Solomon, seperti dikutip dari CNBC, Jumat (17/1/2025).
Ia menuturkan, pasar modal secara umum menunjukkan tanda-tanda kehidupan menjelang pelantikan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 20 Januari 2025.
Pasar IPO teknologi sebagian besar tidak aktif sejak akhir 2021, ketika saham teknologi mulai tidak diminati lagi karena melonjaknya inflasi dan kenaikan suku bunga. Merger dan akuisisi sulit dilakukan dalam teknologi karena regulasi yang ketat untuk membatasi kemampuan perusahaan-perusahaan terbesar untuk tumbuh melalui kesepakatan.
Solomon menuturkan, suasana sedang berubah. Ia berharap momentum merger dan akuisisi serta IPO. “Kami memiliki optimisme yang lebih konstruktif, yang selalu membantu,” kata Solomon.
Ia menambahkan, lingkunggan bisnis juga lebih baik. Sebelumnya, Solomon menuturkan, pemilihan Donald Trump dan kembalinya berkuasa sudah berdampak pada dunia bisnis. Ia mencatat ada banyak banyak antrean dari sponsor dan minat yang meningkat secara keseluruhan untuk membuat kesepakatan yang didukung oleh latar belakang regulasi yang lebih baik.
Sementara itu, pasar saham meski menguat selama dua tahun yang ditunjukkan dari indeks S&P 500 dan Nasdaq mencapai rekor baru bulan lalu, IPO belum bangkit.
Vendor perangkat lunak cloud ServiceTitan memulai debut di Nasdaq pada Desember, menandai IPO pertama yang didukung oleh modal ventura di Amerika Serikat sejak Rubrik pada April. "Valuasinya turun setelah 2021, orang-orang kembali ke valuasi itu,” ujar Solomon.
Advertisement
Alasan Tak Go Public
Beberapa perusahaan mengatakan mereka siap. Pembuat chip Cerebras mengajukan untuk go public pada September, tetapi prosesnya diperlambat karena peninjauan oleh Komite Investasi Asing di AS, atau CFIUS, Departemen Keuangan. Pada November, pemberi pinjaman daring Klarna mengatakan telah mengajukan dokumen IPO secara rahasia kepada SEC.
Meskipun dia optimistis tentang apa yang akan terjadi, Solomon mengatakan ada alasan struktural untuk tidak go public. Dia mengatakan 25 tahun yang lalu ada sekitar 13.000 perusahaan publik di AS, dan saat ini jumlahnya telah turun menjadi 3.800. Ada standar yang lebih tinggi seputar pengungkapan untuk menjadi publik, dan sekarang ada banyak modal swasta yang tersedia "dalam skala besar."
"Tidak menyenangkan menjadi perusahaan publik," Solomon mengakui. "Siapa yang ingin menjadi perusahaan publik?"