Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan berat dengan mencatatkan penurunan 3,31 persen ke level 6.270 pada Jumat, 28 Februari 2025. Tekanan IHSG itu memperpanjang tren pelemahan yang telah berlangsung selama dua pekan terakhir.
Analis menilai sentimen negatif semakin menguat setelah MSCI menurunkan peringkat Indonesia dari Equalweight menjadi Underweight. Hal ini berdampak pada derasnya arus modal asing keluar dari pasar saham domestik. Rebalancing MSCI Indonesia yang mencapai Rp 1,9 triliun atau sekitar USD 120 juta memicu aksi jual besar-besaran dan meningkatkan kekhawatiran investor.
Advertisement
Baca Juga
"Jika tekanan ini terus berlanjut, target bottom IHSG diproyeksikan berada di kisaran 6.000 – 6.100, dengan kemungkinan menembus level psikologis 6.000," kata Hendra kepada Liputan6.com, Sabtu (1/3/2025).
Advertisement
Menurut Hendra, minimnya stimulus dari regulator fiskal dan moneter turut memperburuk sentimen pasar. Selain itu, indikator Fear & Greed Index di AS menunjukkan angka 18/100 (Extreme Fear), menandakan pesimisme pasar yang tinggi.
Di sisi lain, rupiah terus melemah dan mendekati Rp 16.550 per USD, semakin menambah tekanan terhadap IHSG. Beberapa analis bahkan memperkirakan skenario terburuk di mana IHSG bisa terkoreksi hingga ke level 5.800 jika aksi jual asing semakin deras.
"Tekanan jual dari investor asing saat ini sangat besar, terutama akibat rebalancing MSCI dan melemahnya prospek investasi Indonesia dalam jangka pendek. Tanpa adanya katalis positif yang kuat, IHSG masih berisiko melanjutkan tren penurunannya," lanjut Hendra.
Â
Aksi Jual Asing Meningkat, Sektor Perbankan Paling Terpukul
Aksi jual investor asing semakin agresif dalam sepekan terakhir dengan total aksi jual mencapai Rp 7,67 triliun. Saham-saham perbankan menjadi yang paling tertekan, dengan BBRI mencatatkan penjualan asing sebesar Rp 2,1 triliun, BMRI Rp 1,1 triliun, dan BBCA Rp 1,8 triliun.
Sentimen negatif semakin dalam setelah Morgan Stanley menurunkan peringkat Indonesia, mengingat proyeksi return investasi di tahun 2025 diprediksi kurang menarik akibat perlambatan ekonomi global dan domestik.
Senada, Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas, Reydi menilai penurunan IHSG salah satunya disebabkan Morgan Stanley yang memangkas peringkat Saham RI dari Equal-weight menjadi underweight dalam laporannya dalam indeks MSCI tempo hari. Mereka menilai secara garis besar pertumbuhan ekonomi di tanah air kalah menarik dari pertumbuhan ekonomi di China, sehingga valuasi saham China dinilai Morgan Stanley lebih menarik ketimbang Indonesia.
"MSCI terus mengurangi porsi saham di Indonesia dan pada tanggal 28 Februari besok akan ada kepastian hasil rebalancing dari indeks MSCI yang berpotensi mengakibatkan outflow asing akan tetap berlanjut," kata dia.
Â
Advertisement
IHSG Diramal Jebol ke Level 5.600
Di sisi lain, Reydi mengatakan peresmian DANANTARA juga sedikit banyak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG. Sebab, peresmiannya belum diikuti Informasi yang terang benderang mengenai kepastian hukum, sistem atau sumber penganggaran dana, serta potensi perubahan perilaku dalam pembagian dividen pada emiten-emiten BUMN yang selama ini dikenal konsisten membagikan dividen setiap tahunnya.
"Hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku investor saham jangka pendek untuk sementara menghindari emiten BUMN yang bakalan di kelola oleh DANANTARA hingga kepastian hukum dan alurnya lebih jelas," kata Reydi.
Menurut Reydi, level IHSG 6.400-6.500 cukup krusial karena sebelumnya semenjak 2016 - 2021 zona level ini merupakan resistance yang sulit ditembus oleh IHSG, tetapi setelah 2021 zona level ini berhasil ditembus dan sepanjang 2021 hingga 2025 menjadi level support yang sulit dijebol.
"Jika zona level 6.400-6.500 berhasil ditembus, maka IHSG berpotensi untuk turun ke zona level 5.600 - 5.800," pungkas Reydi.
