Kontroversi Unik yang Menimpa Ghost in the Shell

Film Ghost in the Shell sempat menuai kontroversi terkait para pemain utamanya.

oleh Ruly Riantrisnanto diperbarui 30 Mar 2017, 20:12 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2017, 20:12 WIB
Ghost in the Shell
Film Ghost in the Shell sempat menuai kontroversi terkait para pemain utamanya.

Liputan6.com, Los Angeles - Saat ini, Ghost in the Shell tengah tayang di bioskop seluruh Indonesia dengan Scarlett Johansson sebagai bintang utamanya. Terpilihnya Johansson, sempat menuai kontroversi di kalangan fans. Pasalnya banyak yang berharap agar tokoh utamanya diperankan oleh aktris Jepang.

Maklum saja, Ghost in the Shell memang diadaptasi dari manga dan anime Jepang yang sempat menjadi tren di era 1990-an. Anime tersebut juga menjadi inspirasi utama The Matrix. Namun melihat kembali kontroversi terhadap perubahan ras pemain menjadi kulit putih, ada beberapa hal yang cukup unik.

Scarlett Johansson beradu peran dengan Chin Han dalam syuting film terbaru mereka, "Ghost in the Shell." Film ini juga disutradarai penulis skenario Jonathan Herman dan Jamie Moss. (Paramount Pictures and DreamWorks Pictures via AP)

Orang-orang di industri film serta beberapa penggemar mengklaim bahwa para sineas Ghost in the Shell takut aktris dari Asia hanya membawa keuntungan yang sedikit ketimbang dipilihnya aktris kulit putih, seperti disampaikan The Guardian. Marc Bernardin dari Los Angeles Times turut berkomentar, "Satu-satunya ras di Hollywood yang dipedulikan adalah ras box office."

Banyaknya fans di luar Jepang yang protes, ternyata membuat terkejut para penggemar Ghost in the Shell di negara asalnya, Jepang. The Hollywood Reporter menyampaikan bahwa fans di Negeri Sakura itu justru banyak yang berpendapat sebaliknya.

Fans di Jepang sudah berpikiran bahwa proyek film Hollywood yang diadaptasi dari karya Asia, sudah barang tentu akan memiliki pemain utama dari kulit putih. Mereka bahkan tak mempermasalahkan penampilan fisik tokoh utama, karena tema-tema yang dominan dalam Ghost in the Shell adalah identitas diri serta pengaruh dari penggunaan tubuh cyborg yang menjadi rumah bagi otak dunia maya milik manusia.

Ekspresi Scarlett Johansson saat syuting film terbarunya, "Ghost in the Shell." Film ini akan mulai ditayangkan di Indonesia pada 31 Maret. (Jasin Boland/Paramount Pictures and DreamWorks Pictures via AP)

Sam Yoshiba, direktur divisi bisnis internasional Kodansha Tokyo (perusahaan yang memegang hak cipta Ghost in the Shell), bahkan mendukung upaya Hollywood dalam memilih Johansson. "Melihat kariernya sejauh ini, saya pikir Scarlett Johansson adalah pilihan yang baik. Dia memiliki rasa terhadap cyberpunk. Dan kami tidak pernah membayangkan pilihan pertamanya adalah aktris Jepang... Ini adalah kesempatan bagi properti Jepang untuk dilihat di seluruh dunia," ujarnya seperti dikutip dari Entertainment Weekly.

Pihak Paramount Pictures juga merilis video khusus berisi Mamoru Oshii (sutradara film anime pertama yang rilis pada 1995) sedang mengunjungi studio tersebut. Menurut Oshii, penampilan Johansson sebagai karakter utama versi Hollywood, melebihi perkiraannya.

Ghost in the Shell. (Paramount Pictures)

Kepada IGN, Mamoru Oshii lalu menyatakan, "The Major (karakter utama yang dimainkan Johansson) adalah cyborg dan bentuk fisiknya secara keseluruhan dianggap satu. Nama 'Motoko Kusanagi' dan tubuhnya saat ini bukanlah nama asli dan tubuh aslinya, sehingga tidak ada dasar untuk mengatakan bahwa aktris Asia harus memerankan dirinya. Bahkan jika tubuh aslinya (anggap saja hal seperti itu ada) adalah orang Jepang, itu masih akan diterapkan. Saya hanya merasakan motif politik dari orang-orang yang menentang itu, dan saya percaya ekspresi seni harus bebas dari politik."

Scarlett Johansson sendiri sadar akan kontroversi yang menyerbunya selama terlibat dalam Ghost in the Shell. "Saya pasti tidak akan pernah menduga memainkan ras lain dari seseorang. Keanekaragaman penting di Hollywood, dan saya tidak akan pernah ingin merasa seperti saya sedang memainkan karakter yang menyinggung. Juga, memiliki waralaba dengan protagonis perempuan yang mengarah ke hal itu seperti kesempatan langka. Tentu saja, saya merasakan tekanan besar akan hal itu - beratnya properti besar seperti itu di pundak saya," ujarnya kepada AV Club.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya