Liputan6.com, Jakarta Mendengar nama Joker, yang terlintas di benak tentu ekspresi mendiang aktor Heath Ledger. “Why so serious?” tanya Joker dalam sebuah adegan.
“Jika kau punya keahlian tertentu, jangan pernah lakukan itu dengan cuma-cuma,” nasihat Joker di The Dark Knight. Joker di tangan Heath Ledger tanpa tanding. Batman pun tampak seperti pecundang di jilid ini. Ia penjahat murni. Motivasinya bukan uang. Terbukti, joker membakar tumpukan uang hasil rampokan. Jahat mah jahat saja, enggak perlu pakai motivasi. Sama seperti cinta mah cinta saja.
Meninggal bersama peran Joker, penggemar militan DC Comic menyebut tak ada lagi yang mampu menghidupkan Joker sebagus Heath Ledger. Bahkan, saat peran ini diberikan pada Jaret Leto yang meraih Piala Oscar via Dallas Buyers Club, Joker jadi letoy.
Advertisement
Baca Juga
Lalu, digagaslah biografi Joker pada Agustus 2016. Todd menyampaikan presentasi proyek Joker pada para petinggi Warner Bros. Lampu hijau pun menyala meski bujet produksi yang digelontorkan di level medium, 55 juta dolar AS (770 miliar rupiah).
Pertanyaan yang kemudian muncul, siapa pemeran Joker dan mampukah ia lepas dari bayang-bayang Heath Ledger? Joker versi Todd tidak melanjutkan kisah The Dark Knight. Ia berada di garis waktu berbeda dari serial induk. Teknologi di Gotham belum berevolusi. Alat komunikasi belum canggih. Tapi pergolakan kota ini memperlihatkan betapa si kaya dimusuhi, krisis ekonomi mencekik, dan kucuran dana untuk rakyat miskin disunat di sana-sini. Di salah satu apartemen kumuh Gotham, tinggal seorang janda bernama Penny Fleck (Frances Conroy).
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Hidup Arthur yang Nestapa
Penny hidup bersama putranya Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) yang berprofesi sebagai badut. Arthur bermimpi menjadi pelawak tunggal dan bintang tamu gelar wicara populer The Murray Franklin Show yang dipandu Murray (Robert De Niro).
Nasib buruk menghantui Arthur. Ia dirundung anak-anak muda Gotham. Properti badutnya dirusak hingga klien menuntut ganti rugi pada agen Arthur, Ted (Marc Maron). Arthur yang dipinjami pistol sahabatnya, Randall (Glenn Fleshler). Apes, ia tak sengaja menjatuhkan senjata itu saat menghibur anak-anak di rumah sakit.
Insiden ini membuat Arthur dipecat oleh agen. Belum lagi kebijakan pemerintah memangkas dana pengobatan bagi rakyat miskin. Mau tak mau Arthur yang mengidap penyakit mental harus mengupayakan pengobatan sendiri. Di tengah krisis ini, pengusaha Thomas Wayne (Brett Cullen) mencalonkan diri dalam pemilu Gotham. Arthur menanggapi sinis langkah politik Thomas. Apalagi, Thomas tak pernah merespons surat permohonan bantuan Penny. Penny adalah mantan karyawan di perusahaan Thomas 30 tahun silam.
Advertisement
Kelahiran Sang Monster
Lewat Joker, Phillips menggambarkan dengan detail bagaimana monster terbentuk. Dimodali riwayat sakit mental yang membuatnya sering gagal mengendalikan tawa sendiri, benih monster dalam diri sang tokoh utama tumbuh oleh dua hal. Pertama, dibentuk oleh rasa sakit. Sakit mental, sakit ditusuk teman sendiri, fantasi yang gagal jadi nyata, ketidakadilan, dan semua orang yang seolah berteriak. Kedua, monster itu dibesarkan nasib buruk yang datang bertubi.
Dua hal ini membuat sang tokoh utama memberontak dengan caranya sendiri. Benar kata pepatah, dosa atau kejahatan itu seperti setan. Kali pertama melihat kita jijik dan berupaya menjauh. Berkali-kali melihat kita jadi terbiasa. Ini yang terjadi pada Arthur. Semua kepahitan membuat pribadinya jadi kebal, lepas kendali, lalu hitam putih pun menjadi kabur. Semua ini didasari rasa sakit yang termanifestasi dalam pernyataan, “Seumur hidup, aku tak pernah mencicipi kebahagiaan semenit pun.”
Atau pernyataan lain, “Jika hidupku tidak terasa logis, setidaknya kematianku jadi logis” dan falsafah bahwa hidup adalah sebuah komedi. Tepatnya, komedi pahit. Joaquin Phoenix menerjemahkan kesakitan itu lewat transformasi fisik yang jauh dari kata elok, kebiasaan merokok dengan tangan bergetar, pergerakan kaki yang tak bisa tenang bahkan saat duduk sekali pun. Yang tak bisa dicuri darinya adalah metamorfosis sorot mata.
Tragis sekaligus Puitis
Kali pertama melihat sinar matanya, kami iba. Kali kedua ia berfantasi jadi bintang tamu, kami sadar ada yang ganjil darinya. Tanpa kami sadari mata yang patut dikasihani itu menjelma menjadi sesuatu yang sebaiknya Anda takuti. Kami tak kan lupa adegan Joaquin menatap sesi wawancara Thomas Wayne di layar beling. Matanya penuh kebencian, amarah yang tumpah, dan kami tak kuat membayangkan apa yang akan ia perbuat sesudahnya. Joaquin mencuri seluruh pertunjukan film ini.
Joker dalam dunia Batman adalah pemeran pendukung. Dalam The Dark Knight ia mencuri panggung. Di film ini, ia tak hanya mencuri namun memastikan panggung itu hanya miliknya. Inilah thriller psikologis yang disajikan perlahan.
Nyaris tak terasa kita dibawa masuk ke dunia Gotham yang menuju kehancuran. Joker bagai dukun pemikat yang tampil teaterikal didukung atmosfer ingar bingar sebuah kota yang realistis. Joker mempersilakan kita masuk ke alam pikiran dan lingkungan sosialnya. Kita dibuat mengerti mengapa ia jadi monster.
Bukan 100 persen salahnya. Sistemlah yang membiarkan sebuah ancaman membesar dan jadi simbol pergerakan. Joker, biografi tak biasa dengan alur dramatis. Membuat tertawa sekaligus berpikir, di dunia ini sangat mungkin kita turut andil menciptakan bahaya berwujud manusia. Tragis, mengerikan, tapi di sisi lain film ini puitis sekaligus menakjubkan.
Joaquin yang dulu kesepian tanpa daya di film Her, kini memanfaatkan kesepian sebagai mesin penghancur di Joker. Bersiaplah melihat namanya masuk di berbagai nominasi festival akhir tahun ini hingga awal tahun depan.
Pemain: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Frances Conroy, Brett Cullen, Glenn Fleshler, Marc Maron
Produser: Bradley Cooper, Todd Phillips, Emma Tillinger Koskoff
Sutradara: Todd Phillips
Penulis: Scott Silver, Todd Phillips
Produksi: Warner Bros., DC Films, Village Roadshow Pictures
Durasi: 2 jam, 1 menit
(Wayan Diananto)
Advertisement