Danger Close: Menyeret Penonton ke Medan Perang lewat Sinematografi dan Tata Suara

Danger Close salah satu film perang produksi Australia yang mendapat ulasan apik oleh sejumlah kritikus.

oleh Wayan Diananto diperbarui 24 Jan 2020, 10:30 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2020, 10:30 WIB
Poster film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Danger Close salah satu film perang produksi Australia yang mendapat ulasan apik oleh sejumlah kritikus. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Liputan6.com, Jakarta Danger Close salah satu film perang produksi Australia yang mendapat ulasan apik dari sejumlah kritikus. Menuturkan romantika perang dan dampak psikologisnya bagi para pelaku, Danger Close membingkai detail adu tembak di medan laga.

Darah, luka, korban, dan pergerakan emosi para serdadu terasa dominan di sepanjang film ini. Danger Close lantas berfokus pada situasi perang.

Soal detail mengapa konflik ini pecah dan apa yang terjadi selepas perang meletus, biar pelajaran sejarah yang menjelaskan. Fokus di situasi perang ini melahirkan sejumlah konsekuensi untuk Danger Close. Ada plus minusnya, selamat menyimak.

Perang di Perkebunan Karet

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Agustus 1966, Vietnam terbagi dua kawasan yakni Utara dan Selatan. Kala itu, Utara dikuasai komunis. Australia yang berkepentingan mengirim 108 pasukan muda minim pengalaman di medang perang. Kontak senjata terjadi di perkebunan karet Long Tan di mana tentara Australia terpaksa melawan 2.500 prajurit Vietnam.

Fase kritis terjadi ketika puluhan pasukan Australia di bawah pimpinan Mayor Harry Smith (Travis Fimmel) terkepung. Ia memohon bantuan senjata pada Letnan Kolonel Townsend (Anthony Hayes). Townsend yang berada di markas meminta persetujuan atasannya, Brigader David Jackson (Richard Roxburgh). David menolak mengingat jumlah pasukan tak imbang.

Markas juga harus diamankan. David malah minta Harry Smith mundur sebisanya. Harry berkukuh. Tersentuh dengan perjuangan Harry, Letnan Frank Riley (Myles Pollard) membangkang.

Ia nekat meminpin penerbangan dua helikopter untuk memasok bantuan senjata lewat udara. Saat tentara Australia makin terdesak, Townsend memutuskan mengerahkan teng perang untuk melawan.

Jangan Harap Objektivitas

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Terus terang, kita tak bisa berharap objektivitas dalam film sejarah berlatar perang atau konflik antarnegara. Sebagai contoh, keabsahan fakta di Argo (Ben Affleck, 2012), film terbaik Oscars 2013 pun sempat dipertanyakan. Sejumlah pihak menyebut Argo film kisah nyata cacat sejarah. Ada yang bilang, Iran tidak kecolongan seperti itu.

Wajar, Argo dibuat dari sudut pandang sineas AS yang hendak membuktikan bahwa Hollywood punya kontribusi terhadap negara di masa kritis. Apa pun itu, secara estetika, Argo sebagai film memang ciamik. 

Danger Close dibuat sineas Australia. Yang kita saksikan sepanjang film ini, perjuangan para taruna di zona merah perang. Darah, teriakan, air mata, dan keringat, dibingkai rasa takut hingga rindu keluarga.

Sudut Pandang Sineas Australia

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Kita melihat momen hati Harry Smith melembut kala mendengar cita-cita anak buahnya, Paul Large (Daniel Webber), menikahi tunangan. Yang diimpikan Paul, segera meninggalkan perang dan hidup bahagia di bawah atap rumah tangga.

Film ini memperlihatkan berbagai karakter tentara Australia dari yang gampang panik, sombong, terlalu santai menyikapi perang, hingga ragu mengambil putusan. Sedetail itu.

Di sisi lain, tentara Vietnam hanya digambarkan sebagai penyerang. Kurang jelas mereka bergerak di bawah komando siapa, apa strategi mereka, dan dari mana datangnya tentara sebanyak itu. Memang ini dari kacamata Australia.

 

Terasa Renggang di Awal

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Satu-satunya objektivitas yang diperlihatkan Danger Close, di bagian akhir film. Tercantum keterangan berapa yang meninggal dari kubu Australia dan Vietnam. Lalu diakhiri informasi bahwa kedua negara saling klaim kemenangan.

Setengah jam pertama Danger Close terasa renggang. Ini karena Kriv Stender menampilkan tokoh dengan sifat mereka masing-masing. Terkesan kurang tajam hingga Harry Smith membuat pernyataan yang terkesan arogan. Ia merasa bakat dan pengalamannya sia-sia lantaran memimpin tim di Vietnam yang amatir.

Lalu, waktu mengubah sudut pandangnya saat berinteraksi lebih dalam dengan anak buah. Emosi Travis Fimmel benar-benar direntang untuk menghidupkan tokoh Harry Smith.

Situasi dan Dampak Perang

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Menilik set lokasi yang hanya menampilkan markas tentara Australia, perkebunan karet, dan hutan, nilai produksi film ini tak seakbar film perang pada umumnya. Namun cukup mampu memberi gambaran bagaimana perang meletus.

Danger Close juga sukses memberi tahu penonton bahwa dalam perang tak ada kemenangan absolut. Yang ada saling klaim. Yang nyata, melayangnya nyawa dan air mata yang mengalir setelahnya. Sinematografi dan desain suara film ini mengirim pahitnya pertikaian ke benak audiens.

Seret Penonton ke Medan Tempur

Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)
Adegan film Danger Close. (Foto: Dok. IMDb/ Screen Queensland)

Danger Close menyeret penonton ke medan tempur. Sebuah sajian aksi realistis, minim humor, plus visual yang melenakan. Di Indonesia, Danger Close tidak tayang di jaringan bioskop.

Film ini menyapa penonton lewat aplikasi KlikFilm yang dipayungi Falcon Pictures. Pencinta film bisa mengunduh aplikasi KlikFilm di App Store maupun PlayStore. CEO Falcon, H.B. Naveen menjelaskan, Danger Close satu dari sekian banyak koleksi KlikFilm. Per bulan akan hadir 6 hingga 8 film anyar.

 

Pemain: Travis Fimmel, Daniel Webber, Anthony Hayes, Richard Roxburgh, Stephen Peacocke, Myles Pollard

Produser: Stuart Beattie, Tony H. Noun, Silvio Salom, Andrew Mann, Martin Walsh, John Schwarz, Michael Schwarz

Sutradara: Kriv Stenders

Penulis: Stuart Beattie, James Nicholas, Karel Segers, Paul Sullivan, Jack Brislee

Produksi: Screen Queensland

Durasi: 1 jam, 58 menit

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya