Liputan6.com, Jakarta Apes menimpa Gus Miftah. Ia dituding adiknya sendiri, Miftakhul Khoeron, menelantarkan orangtua. Dicecar pertanyaan oleh para jurnalis, Gus Miftah menangkis tudingan tersebut.
“Alhamdulillah bapak ibu saya cukup, makan cukup, ya masih bisa hidup enak (sampai hari ini). Saya komunikasi jarak jauh saja,” katanya, kami lansir dari video interviu di kanal YouTube KH Infotainment, Jumat (8/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Pria bernama asli Miftah Maulana Habiburrahman ini menyebut orangtua punya cara sendiri dalam mendidik anak. Salah satunya, tidak memberi dengan cuma-cuma.
Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harus Ada Alasan
“Ketika kamu kasih sesuatu harus ada alasan. Orangtua kepada anak saja seperti itu kok apalagi kepada kakak atau adik,” terang Gus Miftah. Setelahnya, ia mengklarifikasi kabar pasang tarif dakwah.
Rumor yang beredar di kalangan pewarta, Gus Miftah pasang tarif dakwah hingga miliaran rupiah. Konon, tarif termahal mencapai 3 miliar rupiah. Soal ini Gus Miftah tak memberi jawaban detail.
Advertisement
Kamu Jual Saya Murah
“Saya bilang (ke manajemen) begini: Kalau kamu diundang lembaga, diundang perusahaan, diundang orang kaya, kamu jual saya murah kamu salah,” papar Gus Miftaf panjang.
Menurutnya, orang kaya termasuk pejabat dan institusi punya bujet khusus dalam mendatangkan bintang tamu ke sebuah acara yang melibatkan banyak peserta. Ada bujet, artinya punya uang.
Diundang di Desa
“Tapi kalau kita diundang di desa, di pegunungan, di daerah pantai, di daerah pedalaman kamu minta bayaran kamu juga salah. Maka di situlah berlaku subsidi silang,” beri tahunya.
Di sinilah kebijakan manajemen dibutuhkan. Gus Miftah punya ritual khusus saat datang ke acara di kawasan terpencil. Ia membawa uang tunai lebih banyak. Tujuannya, untuk amal.
Advertisement
Soal Uang
“Saya selalu bawa uang cash banyak ketika saya mengaji di lapangan tujuan saya adalah untuk subsidi kepada masyarakat di pedesaan. Kan begitu,” Gus Miftah membeberkan.
“Tapi kalau di desa, saya enggak membolehkan manajemen saya untuk ngomong soal uang. Bila perlu kita subsidi (masyarakat yang membutuhkan di sana),” ia mengakhiri.