Angkatan Puisi Esai Lahir sebagai Angkatan Baru Sastra di Indonesia

Sejak tahun 2012, telah terbit lebih dari 100 Buku Puisi Esai. Puluhan kajian atas puisi esai dituliskan oleh kritikus dalam dan luar negeri. Bahkan kehebohan atas lahirnya puisi esai, melampaui kehebohan semua peristiwa sastra di Indonesia digabung jadi satu.

oleh Hernowo Anggie diperbarui 08 Jun 2024, 16:18 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 06:30 WIB
Penyair kawakan, Agus R. Sarjono saat menghadiri Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia yang diselenggarakan pada 5-9 Juni 2024.
Penyair kawakan, Agus R. Sarjono saat menghadiri Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia yang diselenggarakan pada 5-9 Juni 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak tahun 2012, telah terbit lebih dari 100 Buku Puisi Esai. Puluhan kajian atas puisi esai dituliskan oleh kritikus dalam dan luar negeri. Bahkan kehebohan atas lahirnya puisi esai, melampaui kehebohan semua peristiwa sastra di Indonesia digabung jadi satu. Telah lahir angkatan baru sastra di Indonesia, yaitu Angkatan Puisi Esai.

Demikian argumen yang disampaikan dalam Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia. Festival tingkat ASEAN ini sejak pertama dibiayai sepenuhnya oleh pemerintahan Sabah, Malaysia.

Argumen soal lahirnya Angkatan Puisi Esai ini dicetuskan oleh Agus R Sarjono. Ia dikenal sebagai penyair kawakan, dosen, kritikus sastra dan publisher Jurnal Sajak. Ujar Agus, Angkatan Sastra menjadi perbincangan hangat dan luas setiap suatu angkatan sastra digagas dan/atau diumumkan.

Hal ini terjadi saat diumumkannya Angkatan 45 oleh H.B. Jassin, “Angkatan Terbaru” dan kemudian “Angkatan 50” oleh Ajip Rosidi, “Angkatan 66” oleh H.B. Jassin, “Angkatan 70” oleh Abdul Hadi WM, dan Angkatan 2000 oleh Korrie Layun Rampan.

 

Atas Nama Cinta

Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena dan Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA (Istimewa)
Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena dan Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA (Istimewa)

Di tahun 2012 muncul buku Atas Nama Cinta karya Denny JA. Sebuah buku 'aneh' yang berisi puisi tapi bukan puisi, cerpen atau esai tapi berlarik-larik, bukan makalah tapi bercatatan kaki.

Buku aneh ini oleh penulisnya disebut puisi esai. Setelah terbit buku puisi esai Atas Nama Cinta, bermunculan buku demi buku kumpulan puisi esai.

 

Basis Estetika

Kesemuanya berlabelkan puisi esai, kesemuanya memiliki basis estetika yang sama, dan kesemuanya mengelola tema-tema yang sama yang orang-orang yang terdiskriminasi atau terpinggirkan oleh sejarah atau sosial politik.

Agus juga menceritakan. Jurnal Sajak edisi 3 dibuka rubrik baru, yakni rubrik puisi esai dengan redaktur Ahmad Gaus.

Jurnal Sajak juga menyelenggarakan Lomba Menulis Puisi Esai pada tahun 2013 dan 2014 dengan hasil yang mencengangkan. Terbit juga banyak buku hasil lomba Jurnal Sajak.

 

Berkembang Pesat di Sabah

Sementara dari 2012, 2013, 2014 hingga 2019 sudah banyak hal terjadi dalam perpuisiesaian. Pendek kata, dalam sastra Indonesia selama rentang 12 dan 24 tahun setelah Angkatan 2000 boleh dibilang secara besar-besaran diisi oleh fenomena baru, yakni “Puisi Esai.”

Lanjut Agus, Gerakan puisi esai di Sabah, Malaysia, boleh dikatakan berjalan secara alamiah berkat ketertarikan dan keberanian—jika bukan kenekatan—Datuk Jasni Matlani.

"Puisi esai, ternyata agak diam-diam tapi meyakinkan berkembang pesat di Sabah dan meluas ke beberapa wilayah Malaysia, selain ke Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura hingga kemudian menjadi gerakan besar pula," Agus membeberkan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya